Breakeven : Eight

1.5K 191 20
                                    

"Christ berapa anak yang kau inginkan nanti?" tanya Harry seraya menekan-nekan tombol pada stik ps yang sedang dia mainkan.

"Astaga Harry jauh sekali pikiranmu" omel Louis yang duduk di sebelahnya.

"Kau tidak perlu ikut campur Lou, kau juga pasti menanyakan hal seperti ini kepada kekasihmu kan?" tebak Harry dengan mata masih terfokus pada layar tv yang besar itu.

"Aku..." kalimat Louis menggantung begitu saja, aku melirik pada layar ternyata Louis mem-pause game yang sedang dia dan Harry mainkan "Aku putus" lanjutnya kemudian menghela nafas.

Harry menaruh stik ps itu di pangkuannya dan menoleh penuh pada Louis "Kau putus?" tanya Harry dengan wajah tidak percaya.

"Well lupakan, aku tidak mau membahasnya" sela Louis lalu berdiri dan berjalan ke arah dapur.

Kami sedang berada di apartemen Zayn, kita semua sering berkumpul disini karena disini adalah tempat yang paling dekat dengan kampus dan tempatnya yang lumayan luas. Zayn menolak untuk tinggal di asrama karena dia merasa tidak bebas disana.

Aku menatap Harry dan Harry balik menatapku dengan tatapan bingung "Jadi berapa anak yang kau inginkan nanti Christ?"

Sialan! Aku kira Harry akan membahas soal Louis, tapi kenapa dia malah menanyakan lagi hal tersebut. Astaga lulus saja belum, kenapa dia sudah memikirkan jauh kesana?

"Sebelas" jawabku ngasal.

"SEBELAS?" pekik Niall yang duduk di sebelahku.

Aku memukul lengannya pelan "Jangan berteriak seperti itu di telingaku Niall! Gendang telingaku hampir pecah!" sentakku kesal pada Niall.

"Kau berlebihan Christ" seru Niall sambil mengusap lengannya yang sedikit memerah "Apa kau yakin ingin memiliki sebelas anak?"

"Aku setuju, aku suka sekali membuat anak" Harry memejamkan matanya sambil tersenyum "Aku tidak sabar untuk mencobanya" lanjutnya masih menyisakan senyuman di wajahnya.

Aku menyaut bantal yang ada di pangkuan Niall dan melemparkannya tepat pada wajah Harry, dia meringis ketika bantal itu tepat mengenai wajahnya.

"Christ apa yang kau lakukan?" tanyanya kesal.

Tanpa menjawab aku berdiri meninggalkan Harry yang terduduk di lantai dan Niall yang sedang bermain dengan iPadnya di sofa. Aku berjalan menuju balkon yang terletak disebelah ruangan ini, aku menggeser pintu kacanya dan menemukan Zayn bersama Liam sedang berlomba mengepulkan asap ke udara.

"Ada apa?" tanya Liam dengan alis terangkat keatas.

"Tidak ada" jawabku datar.

Aku maju selangkah lagi dan duduk di lantai tepat di sebelah Zayn, Liam mengangkat bahunya tampak tidak mengerti lalu membuang sisa rokok yang sudah pendek kedalam tong sampah kecil di sudut balkon ini.

"Aku masih belum mengerti sampai sekarang apakah Harry benar-benar memilihku atau aku hanya sebagai penghibur dari rasa bosannya?" aku duduk bersila, meraih pemantik lalu memainkannya.

"Mau rokok?" tawar Liam menyodorkan sekotak rokok padaku.

Tidak menerimanya, aku malah menatap Liam yang berada di atasku. Liam terkekeh pelan lalu menjatuhkan kotak rokok tersebut di hadapan Zayn "Aku bercanda Christ, tapi jika kau mau kau boleh mencobanya. Kau bisa merasakan sebagian bebanmu hilang dengan cara mengepulkan asap-asap ini diudara"

"Liam! Jangan kau racuni pikirannya" seru Zayn.

"Tenanglah! Aku tidak akan terjerumus oleh Liam" ucapku menyela mereka berdua.

Zayn menoleh padaku kemudian mematikan rokoknya "Baiklah jadi apa masalahmu?"

"Aku takut Harry memilihku hanya untuk sebagai penghibur rasa bosannya, bayangkan saja dia sudah berhubungan dua tahun dengan Abby dan dia dengan mudahnya mengatakan bahwa dia bosan, dan mereka putus begitu saja layaknya hanya berhubungan selama satu minggu"

Zayn mengangguk mengerti "Aku tahu ini sulit bagimu, disatu sisi kau sudah mencintai Harry dengan tulus, dan disatu sisi kau tidak ingin mendapatkannya dengan cara yang tidak baik seperti ini. Jujur saja pemikiranku sama sepertimu, aku berfikir jika Harry hanya menjadikanmu sebagai mainan disaat dia bosan dengan Abby. Entahlah mengapa aku bisa berpikiran seperti itu"

Kini Liam ikut duduk bersila membentuk sebuah segitiga dengan kami "Laki-laki ada berbagai macam sifat, dan salah satu sifat yang banyak dimiliki laki-laki adalah cepat bosan. Menurutku dua tahun itu bukanlah waktu yang singkat, mungkin Harry sudah benar-benar bosan dengan Abby sehingga dia ingin mencari sesuatu yang baru, dan sesuatu yang baru itu adalah kau"

"Jadi menurut kalian berdua jika Harry hanya menjadikanku sebagai pelarian saja?" tanyaku seraya memandang mereka secara bergantian.

Liam mengangkat bahunya "Ya aku pun berfikiran seperti itu, tidak mungkin dengan mudahnya Harry melupakan perasaannya pada Abby yang sudah bersama selama dua tahun dan memberikan segalanya"

Aku mendengus pasrah "Kalian membuatku semakin terpojok kali ini"

"Aku tidak bermaksud membuatmu merasa terpojok Christ" elak Liam.

"Begini saja, aku hanya menyarankan untuk kau menjaga perasaanmu pada Harry agar tidak terlalu dalam. Ya aku tahu status kalian saat ini sudah berpacaran, tapi tidak menutup kemungkinan jika Harry masih memiliki perasaan pada Abby" jelas Zayn.

"Aku tahu jika Harry memang benar-benar mencintaimu, tapi siapa tahu jika dia hanya benar-benar mencintaimu dalam waktu sesaat" tanya Liam dan membuatku tercekat.

"Jangan berkata seperti itu, kau membuatku takut Li" kali ini aku benar-benar merosot ketika Liam mengatakan hal tersebut.

"Aku tidak menakutimu Christ, aku hanya berfikiran secara rasional. Aku berani berbicara seperti ini karena aku pernah merasakannya. Dua tahun berpacaran dan aku merasa bosan, tapi aku lebih baik daripada Harry. Aku memutuskan pacarku terlebih dulu dan aku mencari pengganti setelahnya" Liam menghela nafas sebelum melanjutkan ceritanya.

"Kau boleh percaya atau tidak, tapi selama dua bulan aku memiliki pacar baru, aku masih menyimpan perasaan yang sama terhadap pacar lamaku, aku hanya bosan dengan pacar lamaku buka, itu bukan berarti aku sudah tidak mencintainya kan?" aku mengangguk begitu saja ketika Liam menodongku dengan pertanyaan seperti itu.

"Dua tahun itu bukan waktu yang singkat, dan hubunganku dengan pacar baruku hanya bertahan sampai di bulan ketiga, dia tidak tahan denganku yang masih berhubungan secara diam-diam dengan pacar lamaku" lanjut Liam.

Berhasil, Liam berhasil membuatku mati kutu. Apa Harry masih diam-diam berhubungan dengan Abby? Tapi setahuku Harry saja sudah malas untuk membalas pesan dari Abby beberapa hari yang lalu. Tapi apakah Harry hanya bersikap seperti itu ketika berada di hadapanku saja? Dan apakah aku dengan Harry memang tidak pernah ditakdirkan untuk bersama? Ya Tuhan kenapa sekarang aku menjadi begitu pesimis ketika aku sudah mendapatkan apa yang aku mau?





BreakevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang