05

688 32 9
                                    

Happy reading gaes❤

"Kalau Letta bilang enggak ya enggak Guan" Amuk Letta sambil memandang kearah lain, enggan menatap lawan bicaranya.

"Itu udah kotor banget. Goblok, nanti malah infeksi" Balas Guanlin ikutan sensi.

"Kan Letta udah bilang, ini tuh hadiah perdana Dava selama pedekate, enak aja mau dibuang" Ucap Letta tak mau kalah sambil memegangi plester yang menempel di pelipisnya.
Guanlin menghembuskan napas jengah.

Pagi ini Guanlin berinisiatif untuk menjemput Letta kesekolah tapi setelah ia sampai di rumahnya cewek itu malah terlihat seperti gembel dari pada siswi SMA kebanyakan.
Rambut yang dicepol alakadarnya, baju lusuh, sepatu yang tampak jelas tidak dicuci satu bulan. Walaupun Guanlin sudah biasa  dengan pemandangan seperti ini, tapi yang paling menjijikkan adalah benda yang menempel di dahinya selama dua hari yang nampak kotor dan sangat tidak enak dipandang.
Entah apa yang sudah terjadi pada luka di pelipisnya itu.
Tapi Letta, ya Letta cewek keras kepala yang tidak bisa dibantah perkataannya.

Oke, Guanlin angkat tangan sekarang, membiarkan Letta duduk di belakangnya dan bersiap untuk menuju kesekolah setelah hampir setengah jam waktu terbuang hanya karena masalah plester yang nyatanya tetap bertengger manis di pelipis cewek itu.

Diperjalanan Letta terus saja bercerita baik itu tentang kejadian yang dialami dirinya, sampai orang lain.
Tapi yang paling sering Letta ceritakan adalah tentang Dava, kadang Guanlin sudah hapal apa isi dari cerita Letta.
Contoh cerita yang sudah Guanlin hapal adalah saat cewek itu awal-awal masuk SMA saat dirinya tidak sengaja melihat cowok berseragam serupa dengannya yang sedang menyelamatkan kucing diselokan, cowok itu sampai rela sepatu dan sebagian celananya kotor terkena lumpur yang kemudian cowok itu tersenyum dan melambai kecil saat kucing itu hendak meninggalkannya.
Cowok itu, tidak lain tidak bukan adalah Dava Pradana yang sudah hampir tiga tahun menjadi target kebucinannya.
Memang Guanlin lebih senang jika Letta terus saja bersuara karena menurutnya jika cewek itu diam dia akan terlihat aneh dan bukan Letta banget.
Karena bagi Guanlin, Letta dan bacot hanya dipisahkan oleh sama dengan.

Setibanya di sekolah, setelah melambai-lambai riang kepada pak Eko-satpam sekolah- netra coklat Letta menangkap sosok yang sangat familiar hendak turun dari motor ninja miliknya.
Letta hendak menyapa. Namun, urung ia berdiri mematung dengan mulut terbuka saat mata gadis itu menangkap sosok lain di belakang Dava. Catet CEWEK.
Dava sekarang sedang melepaskan helm pink dikepala cewek itu dengan sesekali tersenyum bahkan tertawa gemes bersama.
Hati Letta sesak melihat pemandangan di parkiran sekolah pagi itu, padahal jarang-jarang, bahkan seinget Letta setelah menyandang status bucinnya Dava selama kurang dari tiga tahun itu Dava tidak pernah menampakkan senyum seperti itu, senyum yang begitu manis lebih manis dibandingkan choki-choki kesukaan Letta.
Dalam diam cewek itu menyendu, perlahan tangannya terangkat memegangi plester yang menempel dipelipisnya kemudian melepasnya dengan sempurna. Dipandangnya plester kumel itu dengan perasaan sesak luar biasa dan kemudian dimasukan kedalam saku seragamnya.

Apa ini alasan Dava selalu menolak Letta?
Karena, sudah ada hati lain yang harus di jaga.
Tapi, kenapa Dava gak cerita dari awal jadi Letta tidak terlalu jatuh dalam perasaannya.
Dan Letta tidak dianggap sebagai cewek murahan yang mengejar-ngejar dia.

Letta larut dalam pikirannya sendiri tanpa menyadari bahwa orang yang ia pikirkan tinggal beberapa langkah lagi melewatinya yang masih mematung di parkiran.
Tatapannya bertemu sepersekian detik sebelum pemuda itu mengalihkan pandangannya terlebih dahulu dan kembali menatap gadis cantik di sampingnya.
Dua remaja itu tampak berjalan beriringan dengan sesekali tersenyum dan tertawa bersama seakan parkiran itu hanya milik berdua.

Guanlin yang memandangi itu jadi jengah terlebih lagi melihat gadis yang biasanya ceria tersebut hanya diam, menunduk menatap sepatu kumel miliknya.
Kemudian diraihnya lembut tangan gadis itu, menautkan jemarinya diantara jari Letta seakan memberi kekuatan.
Letta mendongak menatap sahabatnya yang sedang menatapnya sambil tersenyum hangat namun masih tersirat ketengilan diwajahnya.
Ditariknya lembut tangan Letta, mengajaknya meninggalkan parkiran yang terlihat mulai sepi karena bel akan segera berbunyi.

I'am fineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang