Suara notifikasi ponsel berhasil masuk, buru-buru kuraih benda itu. Cukup kaget dengan apa yang dilihat.
Dia... ngomentarin status gue? Gak salah nih. Lalu kubaca komentar itu.
"Makanya, jangan jadiin orang tukang ojek terus dong."
Komentar itu masuk di room chat. Tanpa pikir panjang aku langsung bales komentarnya.
"Ih apaan deh, siapa lagi yang nganggep dia tukang ojek. Dia tuh temen aku." kubales dengan ketus.
"Ya, Kaif mana ada cewek cowok sahabatan lama, pasti ada ajalah rasa. Gak bakalan bisa biasa-biasa aja."
Ya, semacam lo gitu? gini-gini juga aslinya gue peka sama sekitar. Cuma pura-pura gak tahu aja takut dibilang ke geeran.
"Ya gaklah, ngaco kamu kalo ngomong. Aku tuh cuma temenan sama dia."
"Kaifa, percaya deh pasti ada aja rasa mulai suka sama temen atau sahabat sendiri meskipun udah dianggap saudara."
"Hmm .... Emang gitu ya, terus selama ini kamu baper?"
"Sejujurnya sih iya aku baper fa sama kamu, aku pengennya kita lebih dari temen. Tapi aku tahu pasti kamu gak baper, kan ya?"
Deg. Ngapain sih dia pake ngomong begini segala, jujur amat dah. Pengen nangis tapi malu.
"Gak. Aku gak baper"
Duh ngerasa sedikit dosa pas aku ngomong gitu, sebenernya aku baper sih, cuma ya gak mau pacaran.
"Iya. aku udah prediksi itu kok kamu bakalan bilang gini."
Pesan terakhir dia kuabaikan. Entah apa yang harus aku lakukan.
Selang beberapa minggu dari pengakuannya, aku sudah mulai gak berhubungan lagi. Ya, aku sadar bahwa selama ini yang kulakukan sudah melewati batas, aku selalu larut dalam obrolan yang bikin baper, tiap malem ngabisin waktu buat chatting semaleman sama dia bahkan, seperti sudah punya jadwal tersendiri.
Aku mengingat kejadian bodoh itu yang terkena bujuk rayuan setan untuk lebih dekat sama orang yang jelas bukan mahramku. Jujur aku sedikit trauma awalnya. Sejak saat itu aku hanya bisa chatting sama temen yang bener-bener udah aku percaya dan pastinya tidak akan pernah menyatakan perasaannya pada sahabat sendiri.
---
Seperti biasa setiap malam adalah waktuku berselancar di dunia maya yaitu Facebook, walau yang lain sudah berpindah dari medsos ini tapi aku masih setia sama media ini. Tanpa sadar, aku masih terhubung dengan beberapa grup chat. Dia membagikan beberapa soal Try Out (TO) dan biasanya akan dibahas bersama-sama.
Namun sikapku yang acuh dan hanya membaca saja rupanya menjadi perhatiannya. Dia mulai bertanya perihal sikapku yang cuek.
"Kaifa, kalo diperhatiin kok sekarang sikapnya sedikit berbeda, kenapa?"
"Hmm... tidak biasa saja, memang sudah seperti ini dari dulu." aku balas dengan sopan dan tenang meski rasanya ingin mencaci-maki dia.
Aku begini itu karena kamu. Andai saja kamu gak menyatakan perasaan itu, mungkin sikapku akan sama seperti dulu dan gak ada perasaan bersalah di hati ini karena sudah bohongi perasa sendiri.
"Tapi, aku ngerasanya beda, Kaif." jawabnya lagi.
Terkadang aku lelah dengan semua ini. Benar yang dikatakan orang-orang, dunia adalah panggung sandiwara dan kini aku sebagai pemerannya. Apa hidup harus serumit ini?
---
Hari-hari yang dijalani terasa sepi seperti ada yang hilang. Biasanya ada orang yang selalu gangguin dengan kerecehannya, kini semua canda tawa itu hilang dan yang tersisa hanya diam saling bungkam.
Sudah hampir setengah tahun tak pernah berkomunikasi dengannya, lalu tiba-tiba saja seorang teman menyeret namanya ke laman komentar.
Bukan tanpa sebab dia menyeret namanya, tentu saja mereka tahu bahwa kami digosipkan memiliki hubungan. Sedikit lega karena tidak ada komentar darinya, dan selanjutnya aku caci-maki tuh temen yang sudah bawa-bawa dia, ya aku gak maulah nanti disangkanya berharap ke dia padahal kenyataan kebalik atau bahkan aku dituduh jadi orang ketiga dihubungan dia.Sejak saat aku mulai jauhin dia, salah satu teman curhatanku memberikan kabar bahwa dia sedang menjalin asmara dengan adik tingkatnya yang berbeda provinsi. Begitulah berkenalan di dunia maya yang disatukan dalam satu grup dan lambat laun benih-benih asmara selalu datang menghampiri siapa saja.
Aku baru tahu perihal hubungan mereka ketika sudah 3 bulan mereka menjalin, ada rasa tidak terima, karena aku takut dia berhubungan sama orang lain itu hanya sebagai pelampiasan sebuah rasa.
Aku tahu gimana rasanya menjadi seseorang yang hanya dijadikan sebagai pelampiasan. Walaupun hal itu bukan aku yang ngalamin tapi tetap saja sesama cewek aku gak terima.
Setelah lama postingan dia tidak pernah ada di beranda facebook, kini kulihat kembali dan kubaca setiap kata begitu puitis nan romatis. Namun ada rasa sesak di dada, ketika kata-kata itu ditunjukan oleh cewek yang dia panggil 'Nath'.
Berdua Saja
Berawal dari obrolan maya
Ada cinta, yang terasa nyataBerdua saja
Jangan kau panggil orang ketiga keempat atau kelima?
Jangan sampai kau suruh menggodaBerdua saja
Jangan kau sebut nama ketiga keempat atau kelima?
Jangan sampai kau bawa-bawaBerdua saja
Ketiga, keempat ataupun Lima
Biar jadi penonton yang berduka cita.#Save03
#nath03
-Julian Darma M.Dari prosa itu aku bisa menyimpulkan bahwa dia tidak ingin dalam setiap obrolannya atau hal apa pun yang mereka lakukan ada terselip nama orang lain.
Tak lebih, itu salah satu sindiran buatku karena dalam setiap obrolan aku selalu membicarakan orang lain, entah itu sahabat, teman dunia maya ataupun yang lainnya.
----
Aku gak tahu kapan aku bisa lanjutin lagi, part ini aja berkali-kali aku revisi. Aku nulis suka-suka aku aja, bebas aja gitu
terimakasih atas izin publikasi puisimu, jadi ini puisi seorang teman namanya J. Darma bukan dari aku ya
Ris
1 Muharam 1442 Hijriyah
KAMU SEDANG MEMBACA
Manipulasi Rasa
Teen FictionBanyak nama yang tiba-tiba saja mengukir dalam hati, ada yang bersambut dan ada pula yang hanya menggelayut. Dalam perjalanan asmara terkadang banyak sekali kisah yang kita jumpai, mulai dari kisah manis yang romantis hingga kisah pahit yang membuat...