"Kriiiiiing"
Bunyi bel yang sangat kencang."Baik anak-anak, upacara akan segera dimulai. Harap berbaris di lapangan dengan rapih."
Upacara berlangsung selama 45 menit. Sebelum memasuki kelas, aku kadang pergi ke kantin dengan temanku Arya. Aku terkadang di belikan makanan ataupun minuman olehnya. Mungkin dia adalah satu-satunya orang yang peduli padaku.
"Angga, mau beli apa? Silahkan pilih aku yang belikan." Tanya Arya padaku.
"Aku hanya ingin air minum saja, aku sudah membawa bekal makanan dari ibuku."
"Oh, baiklah kalau begitu, nih aku berikan uangnya padamu."
Kantin tersebut sepi. Mungkin karena masih pagi, anak-anak murid masih belum lapar atau haus.
"Bu, beli air minumnya satu." Kataku pada ibu kantin
"Lo, memangnya kamu punya uang? Kalau mau ngutang, lunasi dulu hutang yang lama!" Ibu kantin menjawab seperti merendahkan.
"Nih bu, saya bayar airnya. Kalau hutangnya mungkin belum bisa saya bayar. Karena ibu saya..."
"Ah sudah, sudah, sudah! Setiap ditagih selalu bilang ibu saya harus bayar sekolah lah, nabung lah, belum dapat uang lah, sudah sana pergi! Nih airnya! Dasar anak haram."
Aku langsung pergi dengan rasa sedih. Tapi memang itu kenyataan. Sahabatku pun Arya hanya bisa memberiku semangat.
"Sudahlah Angga, jangan di pikirkan perkataan ibu kantin tadi, kamu pasti bisa merubah keadaan hidup kamu ke yang lebih baik. Pasti bisa."
"Terima kasih Arya. Kamu memang sahabat yang selalu ada untukku." Aku membalas perkataan Arya dengan perasaan sedih.
"Oiya, ngomong-ngomong pelajaran sudah mau di mulai lo. Ayo kita bergegas masuk kelas." Arya mengajakku ke kelas untuk menghilangkan rasa sedihku.
"Baiklah. Ayo pergi."
Guru sudah sampai di kelas dan memulai pelajaran yang diawali dengan absen siswa.
"Akbar!"
"Hadir!"
"Alisya!"
"Hadiroh!
"Arya Pratama!"
"Hadir, bu!"
"Kayla!"
"Hadiroh!"
Setelah beberapa orang disebut, namaku akhirnya dipanggil oleh guruku.
"Luis Dewangga!"
"Ya bu, Hadir!"
Entah siapa yang bilang, tetapi ada salah satu murid yang berkata
"Idih... Orang gak mampu aja pakai nama Luis segala. Gak pantes."
Memang hatiku ini rasanya sedih. Tapi, akupun tidak tau asal-usul nama Luis ini datang dari mana. Akupun tidak tau ceritaku dilahirkan bagaimana. Mungkin aku nanti akan bertanya pada ibu.
Absen siswa sudah dilakukan. Biasanya guruku memulai pelajaran diawali dengan sedikit ceramah.
"Assalamualaikum anak-anak. Ibu mau tanya. Apa sih tujuan kalian pada sekolah?"
Ada beberapa jawaban yang mungkin kedengarannya aneh.
"Saya ingin kaya bu."
"Bu, bu, saya ingin punya rumah."
Dari dua jawaban aneh itu memiliki tujuan yang sama. Yaitu, untuk mendapatkan uang. Tapi kedua jawaban itu memiliki makna yang berbeda.
"Anak-anak, sekolah bukan hanya semata-mata untuk mencari ilmu dan untuk mendapatkan uang. Tetapi harus menjadi orang yang beradab. Ibu dulu mempunyai seorang guru. Dia adalah seorang dosen di belanda. Dia pernah berkata padaku pendidikan harus mengedepankan adab. Jadi kalian tidak boleh membeda-bedakan teman dan harus saling menghargai." Guruku terus berceramah sampai habis 1 jam pelajaran. Kami pun melaksanakan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya.
Waktunya pulang sekolah telah tiba. Aku berjalan dari sekolah ke rumah yang jaraknya lumayan jauh dengan sorotan panas matahari. Setelah berjalan kurang lebih 15 menit, akhirnya aku sudah dekat ke rumah. Terlihat rumah kecil yang kumuh itu dari kejauhan.
Pada saat itu, aku melihat ibuku sedang berlari ke rumahnya tetapi tidak menggendong karung dan tidak membawa pengungkitnya. Aku segera mengumpat di balik pohon yang besar. Selagi mengintip, tiba-tiba aku melihat orang yang berbadan besar menggunakan jas hitam dengan dasi berwarna biru mengikuti ibuku sampai ke rumahnya.
Orang itu mengetuk pintu rumahku. Aku tidak bisa mendengar percakapannya karena terlalu jauh dari rumah. Setelah beberapa saat, orang itu pergi dengan sangat cepat. Aku langsung menuju rumah dengan berlari. Kubuka pintu rumah dengan keras.
"Ibu, tadi ada apa?" Tanyaku bingung.
"Angga, kamu ada disini?" Tiba-tiba ibu meneteskan air matanya.
"Iya bu, Angga disini. Ada apa?"
"Kamu tidak apa-apa kan? Tidak ada yang menyakitimu kan?" Tangisan ibu mulai terdengar
"Iya bu, Angga baik-baik saja. Apa yang terjadi?" Tanyaku tambah bingung
"Sudahlah tidur dulu sana. Kamu kan lelah abis sekolah." Kata Ibu sambil berusaha mengelap air matanya.
"Baiklah bu. Aku lebih baik tidur dulu."
Di kamar yang sempit ini, aku terus memikirkan Ibu. Mengapa dia menagis dan tiba-tiba menanyaiku seperti itu. Dan siapakah orang yang datang menemui ibuku tadi. Lama kelamaan mataku mulai mengantuk. Akhirnya aku tertidur sangat lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci di Balik Dunia
Dla nastolatkówAnak remaja yang mencari keadilan di dunia, hidup di kalangan orang susah. Dia tidak pernah putus asa dalam belajar, orang yang tidak memiliki keadilan akan selalu dia lawan. Walaupun, setiap gerak geriknya selalu diawasi pemerintah. Dia terus menca...