EMPAT

2.8K 164 2
                                    

4.1. BOYFRIEND TRAINING: SURUH DIA BACA BUKU

Untuk memastikan Sonny on board dalam rencanaku, beberapa kali aku mengirimkan pesan via WhatsApp supaya ketemuan di kantin. Dan aku sengaja datang terlambat lima menit untuk mengetes dedikasi cintanya padaku. Bagus! Pacarku itu ternyata masih setia menungguku di salah satu meja di kantin, ditemani sebungkus kerupuk ikan yang hampir habis dan sebotol soft drink rasa kola. Dia bahkan bela-belain meletakkan jaketnya untuk memastikan nggak ada yang duduk di tempat kosong di sebelah bangku panjangnya. Asal tahu saja, anak-anak di fakultasku sama egoisnya dengan Dinda di gerbong kereta api. Beugh, kadang bisa barbar banget rebut-rebutan tempat duduknya.

Oh, Sonny. Sepertinya dia tahu aku terkesan dengan inisiatifnya itu. Dia tersenyum saat melihatku di kejauhan dan aku balas dengan tersenyum nggak kalah manisnya.

“Kamu mau ngasih aku apa sih?” kata Sonny, mengelus-elus lenganku dengan penuh perhatian. “Kalau nggak penting-penting amat, nanti kan masih bisa? Nggak perlulah sampe bolak-balik kelas segala.”

“Nggak pa-pa kok. Buat kamu apa sih yang nggak penting?” kataku yang jelas bokis abis. Tapi berdasarkan penelitian (iya, iya, aku baca dari majalah—cih! Nggak bisa ya aku sesekali terdengar kayak cerdas gitu?), cowok itu sesekali perlu digosok egonya.

Dipuji-puji dulu, diperdaya kemudian. Atau, dalam kasusku, menyuruhnya melakukan sesuatu yang sebenarnya bukan hal disukainya. Aku mengangsurkan buku tebal bersampul biru indigo padanya dan cowok itu menanggapinya dengan wajah sedikit ilfil. Iya, iya, Sayang... aku tahu kok kamu nggak suka baca. Nggak sekali-dua kali aku mendengarmu bilang, lebih suka buku yang banyak gambarnya... seperti komik atau buku cerita berilustrasi kesukaan keponakanku yang masih TK. Ugh!

“Buku ini kereeeen banget!” Nada antusiasku sama palsunya dengan bintang iklan TV Media, but whatev lah ya. All’s fair in love and deception. “Baca deh, Sayang!”

Sonny kelihatannya nggak terlalu antusias-antusias amat dengan buku yang kuberikan. “The Notebook.” Dia membuka cepat isinya. Wajahnya kecewa ketika tak menemukan gambar sama sekali di dalamnya. “Novel ya?”

“Iyalah. Nicholas Sparks itu penulis paling romantis sepanjang masa,” Aku nggak tahan melihat kerupuk ikan milik Sonny. Kupatahkan sedikit dengan tangan, lalu kumakan. “Ugh, nggak heran beberapa novelnya udah difilmin—termasuk The Notebook juga.”

“Aku nggak pernah denger ada film judulnya The Notebook.”

Aku geleng-geleng kepala seraya tertawa kecil. “Sonny Sayang, aku bukannya mo ngerendahin kamu ya. Tapi setiap kali kamu nge-download film dari internet, yang kamu cari nggak jauh-jauh dari film laga sama apa tuh yang terakhir kamu tonton? Ah ya, Stripper Zombie World War II. Sekali-sekali ada baiknya lho kamu nonton film yang, yah, beda. Yang lebih damai dan nggak ada orang gila yang membunuh dengan AK setiap lima menit sekali ato mobil-mobil yang meledak. Semakin sedikit adegan berdarah-darahnya, semakin baik.”

BEGO IS STUPIDTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon