SANIA

70 8 3
                                    

Alif berpakaian rapi, ia memandang Bian yang sedang sarapan. Sebelum berangkat tadi ia hanya mengatakan kalau ia ingin ke suatu tempat untuk urusan penting. Ia tidak mengatakan ingin mencari gadis itu.

"Kau baik-baiklah bekerja, aku cuma sebentar," katanya sembari menepuk bahu sahabat barunya itu.

"Aku boleh ikut... sambil cari Sania," mohon Bian.

"Aku ada urusan, kamu bisa sesat kalau sampai mencarinya sendiri," nasehatnya.

Bian hanya diam dan terpaksa tersenyum maklum. Alif tahu itu, hanya saja Bian baru saja bekerja, jadi tidak mungkin ia libur. Biarlah ia sendiri yang mencari Sania.

Alif sekarang berada di depan kantor kejaksaan. Pemuda itu kini sedang berbincang dengan satpam kantor. "Saya bisa ketemu Sania Pak, cewek yang ada di foto ini?" tanyanya.

Satpam bertubuh bongsor dengan kumis melintang itu, sempat memilin kumisnya terlebih dulu sebelum menerima foto yang diberikan Alif. "Nona Sania-nya tidak ada Om, dia sedang cuti," jawab Satpam itu seraya mengembalikan foto itu pada Alif.

"Kalau boleh saya minta alamatnya atau nomor HP-nya?"

"Jangan!" jawab satpam itu dengan cepat.

"Emangnya kenapa Pak?" tanya Alif penasaran.

"Isteri saya bisa marah," jawab satpam itu.

"Hubungannya sama isteri Bapak apa, Apa Sania ini isteri situ?"

"Bu-bukan. Soalnya kalau ada nomor baru yang masuk ke HP saya ... isteri saya bisa ngamuk," jawabnya.

"Maksud Bapak apa?" tanya Alif bingung. "Saya minta nomor Sania Pak?!" tambahnya.

"Oh. Bilang dong, dari tadi kek." Satpam itu marah.

"Dasar geer," hina Alif.

"Sebentar, saya telepon asistennya saja. Dia yang tahu nomornya."

Alif menunggu satpam itu yang masuk ke dalam pos untuk menelepon Sean alias Hasen Lee. Pemuda itu celingak-celinguk mengawasi tempat itu. Tidak lama Sean datang dan sudah berada di belakangnya.

"Mau ketemu Sania ya?" tanya Sean sembari membetulkan letak kacamatanya yang miring.

Alif berbalik dan memandang pemuda keturunan Cina yang berwajah manis itu. "Iya, saya Alif," Pemuda itu memperkenalkan diri.

"Saya Sean, asisten Sania. Kalau boleh tahu ada keperluan apa?" tanya Sean.

"Saya punya teman namaya Bian. Dia-" perkataan Alif terpotong karena Sean berteriak.

"Bian! Kanibal itu! Eh!" Sean langsung membekap mulutnya sendiri karena kelepasan bicara di depan umum.

"Kanibal, maksudmu?!" tanya Alif yang tidak senang karena ucapannya.

"Hahaha... maaf saya bergurau," ralatnya.

"Oke, gak apa. Boleh saya minta alamat atau nomor telepon cewek itu?" tanya Alif yang berusaha menyimpan kedongkolannya. "Dasar orang sinting. Bian yang super bodoh itu, mana mungkin kanibal. Becanda gak pakai porsi nih orang." makinya dalam hati.

"Sania-nya gak ada, lagi ke Itali. Kalau mau datang ke rumahnya kamu bisa telepon dia dulu di kartu ini," kata Sean sembari menyodorkan kartu pengenal Sania.

Alif menerima tanda pengenal itu dan berniat pergi setelah mengucapkan terima kasih ,tapi Sean menghentikan langkahnya.

"Di mana Bian sekarang?" tanya Sean.

"Di rumah saya?" jawab Alif.

"Katakan padanya, Sania selalu menunggunya." Sean berpesan.

Alif hanya mengangguk dan pergi dengan mengendarai motor. Sementara Sean sedang melamun. Setelah sedetik kemudian dia malah meremas rambutnya sendiri.

serial Sania dalam episode BIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang