| 3 |

6.9K 539 36
                                    

Kamu mulai mengintip sosok yang sejak tadi menarik perhatian. Tubuhnya penuh balutan, kecuali wajahnya. Cantik, oriental. Rambutnya juga lumayan panjang. Sayang, dia terbungkus bak mumi di dalam peti. Kamu memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Ah, sial. Tak ada orang yang membukakan. Baiklah, masuk saja!

🍃🍃🍃

Kitty berjalan cepat setelah mendapat kabar kedatangan Dian. Laki-laki itu sudah menunggunya di depan gerbang rumah sejak sepuluh menit yang lalu. Ia berniat berangkat bersama ke rumah sakit untuk menjenguk Nanda.

"Maaf lama," ucapnya.

"Santai, ayo!" Dian memberikan helm pada Kitty. Gadis itu mengangguk lalu mengambilnya.

"Gimana Nanda, Kak?"

"Lihat saja sendiri nanti."

Kitty pun diam. Ia telah mengenal Nanda sejak kecil karena rumah mereka dulu bersebelahan. Begitu pula dengan Dina dan Dian. Sejak mereka pindah, Kitty tetap menjalin hubungan dengan sering mampir ke rumah sakit atau sekedar ngopi bersama di sebuah kafe.

Kitty dan Nanda juga satu sekolah. Sejak SD sampai SMA. Kedekatan mereka sudah melegenda sampai semua orang tahu akan hal tersebut. Bahkan perawat dan dokter yang telah mengenal Nanda pernah menjodoh-jodohkan Kitty dengannya. Mereka sering mengatakan bahwa sejoli itu tampak serasi.

Namun, tidak ada yang spesial di antara mereka. Setidaknya, itulah alasan yang selalu mereka siapkan.

Terjebak friendzone. Mungkin itu istilah yang tepat. Ketika sudah nyaman dengan suatu status, tentu akan tinggi risikonya jika berganti begitu saja. Hanya ada dua pilihan, menerima dan melanjutkan atau menolak dan canggung kemudian.

"Kak Dian langsung ke kampus setelah ini?" tanya Kitty sambil berteriak. Dian mengendarai motor dengan cukup laju.

"Iya, kamu kuturunkan di parkiran aja, ya."

"Oke, Kak."

Sesampainya di rumah sakit, gadis penyayang kucing itu bergegas ke kamar Nanda. Rupanya pemilik kamar tengah tertidur. Ia pun mendekat dan memperhatikan raut muka Nanda yang merah matang.

"Panas!"

Kitty terkejut saat menyentuh kening Nanda. Lelaki itu masih bergeming, lengkap dengan nasal kanul di hidungnya. Kitty ngeri sendiri setiap mendengar suara tarikan napas Nanda yang menyakitkan.

Gadis itu bangkit dari duduknya dan mengambil kain yang disediakan suster di atas nakas. Ia membasahi kain tersebut dengan air hangat yang ia ambil dari dispenser. Kitty meletakkan kain kompresan itu di kening Nanda dengan hati-hati.

"Cepet sembuh, ya."

"Iya."

Lagi-lagi harus Kitty tersentak karena mendengar jawaban tersebut. Ia kaget dan refleks memukul lengan Nanda. Lelaki itu bahkan belum membuka matanya, tapi suxah bersuara begitu saja.

"Kaget tau, ih!"

Nanda lekas membuka matanya diiringi kekehan tak tertahankan. Ia memandang wajah Kitty yang penuh kekesalan. Nanda berusaha menetralkan tawa yang menyakiti paru-parunya.

"Nggak usah ketawa."

Kitty mengusap-usap dada Nanda setelah melihat lelaki itu kepayahan sendiri. Ia tahu pasti dada Nanda tengah sakit akibat radang. Sekesal apa pun Kitty, ia masih punya hati.

"Makasih, sama siapa ke sini?" tanya Nanda

"Sama masmu, tapi dia langsung balik lagi ke kampus. Ada kelas, katanya."

Housepital ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang