Memaafkan orang yang berbuat buruk, memaafkan orang yang menyakiti kita, orang yang tidak berbuat baik kepada kita, maka kita berusaha untuk memaafkan mereka. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu ia berkata:يَا رَسُول اللَّه، إِنَّ لِي قَرابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُوني، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِم وَيُسِيئُونَ إِليَّ، وأَحْلُمُ عنهُمْ وَيَجْهَلُونَ علَيَّ، فَقَالَ: لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ المَلَّ، وَلا يَزَالُ معكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلكَ
“Wahai Rasulullah, sama memiliki kerabat, saya sambung tapi mereka malah meutuskan, mereka berbuat buruk kepada saya tapi saya berusaha untuk berbuat baik kepada mereka. Mereka berbuat jahil kepada saya tapi saya sabar tidak ingin membalas dengan yang sama. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘jika yang kamu katakan itu benar, maka seakan-akan kamu menaburkan debu panas ke wajahnya dan senantiasa Allah akan menolong kamu selama kamu terus berbuat seperti itu'” (HR. Muslim)
Kewajiban orang yang berakal adalah hendaknya ia menguatkan jiwanya untuk senantiasa memaafkan manusia. Dan tidak membalas keburukan dengan keburukan lagi.
Ini adalah merupakan sifat orang-orang yang berjiwa besar. Dan memang sangat sulit sekali karena ketika hati kita sakit, butuh waktu untuk memaafkan. Namun orang-orang yang berjiwa besar dan mengharapkan keridhaan Allah semata, dia melihat bahwa kalau dia maafkan, Allah maafkan dia. Dan maaf Allah itu lebih baik daripada kekecewaan hati, lebih baik daripada ingin memuaskan hati ketika hati kita kesal kepada dia.
Ini adalah orang-orang yang jauh yang berfikir kedepan dan betul-betul berharap keridhaan Allah dan ampunanNya. Maka orang seperti ini menunjukkan akan kebesaran jiwa dan kekuatan iman.Karena tidak ada cara untuk memadamkan perbuatan buruk orang lain kepada kita kecuali dengan cara kita berbuat ihsan kepadanya. Sebab kalau ada orang misalnya berbuat buruk kepada kita kemudian kita membalas keburukan. Barangkali orang tersebut akan kembali membalasnya. Akhirnya kita sibuk untuk terus membalas keburukan dengan keburukan. Tapi ketika orang itu berbuat buruk kepada kita, lalu kita malah membalas dengan berbuat baik kepada dia, maka selesai semuanya.
Ketika ada orang misalnya mengejek kita dengan kata-kata yang tidak baik, lalu kemudian kita berbuat baik kepada dia dengan mendo’akan dia dengan kebaikan, maka itu Subhanallah menunjukkan akan kebesaran jiwa, kekuatan hati.
Dan tidak ada sesuatu yang bisa semakin membesarkan perbuatan buruk dari kita membalas dengan yang sama. Kalau ada orang mencaci kita lalu kita caci dia lagi dan sama-sama tersinggung, apa yang terjadi? Bertengkar. Walaupun memang dalam Islam mencaci seseorang dengan cacian yang sama dengan dia boleh-boleh saja. Allah mengatakan:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا
“Balasan keburukan adalah keburukan yang sama.” (QS. Asy-Syura[42]: 40)
Cuma masalahnya untuk “sama” ini sulit sekali. Karena ketika kita menjawab dengan emosi dan kemarahan, seringnya kita lebih. Sehingga akhirnya kita yang dzalim.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA ISLAM
SpiritualTentang Allah Swt, Al Qur'an, and Hadist . . . Saya sebagai admin hanya memberikan wadah bagi para pembaca agar lebih mudah untuk mendapatkan atau mengetahui lebih banyak lagi tentang Islam dan berbagi pengetahuan tentang Islam yang saya ketahui se...