-

145 7 0
                                    

TANDA TANYA BESAR

.

.

.

Kota Neo hari ini begitu ricuh. Demo ada di mana-mana, polisi dan anggota bersenjata pun ikut diterjunkan untuk saat ini. Sebenarnya ini bukan sebuah masalah yang begitu rumit hanya saja...

"Woi anjing keluar lo bajingan!" teriak para mahasiswa di luar gedung agung hari ini. "Keluar lo koruptor! Dasar tukang makan duit rakyat!" Begitu dan seterusnya. Teriakan, lemparan, dan bombardi terjadi di mana-mana. Bukan hanya satu titik melainkan semua titik yang ada di Distrik J000. Semuanya hancur bahkan beberapa gedung sudah menyatu dengan tanah. Sungguh ini bukan awal kisah yang baik. Namun, tidakkah kalian penasaran dengan orang-orang di baliknya?



Hari ini, 12 Januari 2025 seluruh kota berduka atas kematian seorang profesor berjaya di kota itu, sang revolusioner dan peneliti paling hebat yang pernah mereka kenal.

Kematiannya memang tak jauh dari kata misteri sebab tak ada hal yang benar-benar masuk akal untuk menjadi dasar dari kepergiannya itu. Bahkan bagi seorang ahli forensik sekalipun, ia sungguh dibuat kelimpungan dengan kasus ini. Baginya ada sesuatu yang menjanggal namun ia tak punya kendali atas penyelidikan lebih lanjut itu.

Kenapa? Karena, otoritas menekannya. Ia ditekan untuk tidak memberikan hasil yang "aneh-aneh" dan membuat semua ini seolah-olah hanya kecelakaan kerja saja. Tentu saja, dia tak punya pilihan lain selain menuruti mereka. Toh, kalau memang dia mau melawan, kejadian 5 tahun silam juga masih melekat indah di kepalanya dan dia benar-benar merasa ketakutan dengan itu.

Tepat pukul 11.00 siang mayat yang berada di pusat forensik di ambil oleh para otoritas. Lalu disemayamkan di Pemakaman Matahari, Distrik S101. Tempatnya lumayan jauh dari kota dan dia tahu apa maksudnya itu.



"Pak, nggak bisa gitu dong!" seru salah seorang murid di ruangan kecil itu. "Jaga nada bicara kamu, Varen! Saya sudah peringatkan pada kalian untuk tetap berhati-hati, tapi apa? Kalian tidak mendengarkan saya."

"Tapi pak—" "Sudah cukup, Taka. Sudah cukup untuk kalian main-main dengan dunia politik di luar sana. Saya tahu kalian marah. Saya tahu itu, tapi tolong pikirkan yang lainnya juga." Suara itu berhenti, mereka berganti menjadi amarah yang begitu ditekankan. Tak ada yang tahu apa akibatnya di masa depan, tapi yang jelas semuanya akan aman untuk saat ini.

"Izin menyela, Pak. Tapi bukankah lebih baik kita tetap sejalur dengan rencana awal? Lagipula persiapan markas juga sudah hampir selesai," ujar pemuda lainnya yang sedari tadi hanya bisa menyimak. "Maaf sekali Nak Saturnus, tapi bapak tidak bisa membiarkan kalian melakukan itu sembarangan."

"Pak, kami ini sudah kelas 12 dan ini adalah langkah awal untuk kami bisa mengenal demokrasi, tapi kenapa bapak malah menghalangi kami seperti ini?"

"Saya tidak menghalangi kalian. Hanya saja kelas 12 itu yang menjadi masalahnya. Saya bisa saja membantu kalian untuk saat ini, tapi untuk risikonya, saya tidak mau kalian menanggung itu. Kalian tahu kan siapa yang kalian lawan saat ini?"

Mereka terdiam. Sial, mereka lupa siapa orang yang mereka lawan. Dia sama sekali tidak bisa diremehkan. Kuasanya di kota ini juga di negeri ini, siapapun tak bisa melawannya dan mereka tak tahu juga harus apa. "Lalu kami harus bagaimana, Pak? Markas sudah jadi dan kami juga sudah lapor pada Pak Laksana."

T R A G E D ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang