Biasanya di Indonesia, ibu-ibu hamil suka berjalan pagi-pagi keliling komplek menjelang hari persalinan. Namun tidak demikian dengan Fara yang sudah malas keluar rumah berhubung suhu sudah mulai turun menyambut musim dingin. Dua minggu menjelang hari perkiraan kelahiran, Fara sibuk mondar-mandir di apartemen menggerakkan tubuhnya. Ia tiba-tiba rajin mengepel, menyapu dan berberes perabotan untuk membuat tubuhnya tetap aktif.
"Sarapan dulu, yuk!" Sam menyodorkan sepiring nasi goreng yang ia buat sendiri tadi subuh. Fara tengah duduk berselonjor kaki yang ia tumpangkan ke atas meja.
"Pinggangku pegal." Jawabnya lalu mengambil piring tersebut sambil meringis.
"HPL nya besok kan?"
"Iya." Jawabnya singkat.
Sudah dua hari ini Fara mendapati flek di celana dalamnya. Dan sudah seminggu juga ia merasa ari-arinya ngilu. Pinggang serta pinggulnya pegal luar biasa hingga ia kesulitan untuk tidur. Sebentar-sebentar ia terbangun lalu merubah posisi yang tidak berpengaruh banyak pada kenyamanannya.
Sam banyak membantu. Disela-sela pekerjaannya yang sibuk dengan laptop dan video call dengan atasannya di Singapura, dia setia memijit kaki Fara dan memukul-mukul lembut pinggang Fara dengan kepalan tangannya. Dia tidak pernah membersamai ibu hamil sebelumnya, dan melihat adiknya tidur gelisah dengan perasaan tidak nyaman sering membuatnya iba.
"Kita kerumah sakit?" Tanya Sam sambil terus memukul-mukul lembut pinggang Fara.
Fara menggeleng. "Belum waktunya."
Siang menjelang, perutnya mulai mulas dengan jarak satu jam sekali, dan berangsur menjadi lima belas menit sekali menjelang sore yang masih diabaikan oleh Fara. Ia membaca berbagai artikel di laptopnya juga email berisi tugas-tugas yang menumpuk, yang harus ia kumpulkan satu bulan lagi.
Ketika ritme mulasnya semakin sering di malam hari, Fara sudah tahan lagi. Ia memanggil Sam di kamarnya.
"Kenapa?"
"Kita ke rumah sakit."
"Hah? Udah mau brojol?" Sam bertanya panik, lalu mengambil jaket tebal Fara dan memasangkannya.
"Santai saja, Sam. Heran, aku yang mau lahiran kok kamu yang panik?"
"Santai apanya? Nanti kalau kececer gimana?"
"Apanya yang kececer?"
"Ya bayinya, lah."
"Kamu kira melahirkan secepat itu?" Dengus Fara dengan mata melotot.
"Mana aku tahu? Baru juga kali ini aku menemani ibu-ibu mau melahirkan." Jawabnya sebal sambil mencubit kedua pipi Fara yang makin chubby seiring tubuhnya yang kian membengkak. Sikap santai Fara menghadapi kelahiran si bayi membuatnya gemas sekaligus cemas.
Sam mengambil kunci mobilnya dan menenteng tas jinjing berisi keperluan bayi yang sudah mereka siapkan sejak jauh-jauh hari.
Mereka tiba dirumah sakit yang telah di booking sebelumnya tepat pukul sepuluh malam. Fara disambut ramah oleh para bidan dan perawat yang bertugas malam itu. Ia dibawa ke brangkar dan menjalani pemeriksaan.
Hampir pukul dua belas malam ia dipindahkan ke Private Maternity Suite yang dipesan khusus oleh Sam sebelumnya. Fara meringis menahan kontraksi yang menyiksa tubuh bagian bawahnya. Malam itu, ia hanya tidur sebentar-sebentar sedangkan Sam tidak tidur sama sekali. Fara terus merengek kesakitan membuatnya tidak tega.
"Dioperasi saja kenapa sih, Ra? Aku nggak tega lihat kamu kesakitan begini." Ujarnya iba.
"Aku mau normal, Sam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggenggam Janji (END)
RomanceSeri ke DUA dari Tetralogi Keluarga Nashid. A Sequel to Patah. Setelah pengkhianatan suaminya yang menikah lagi dengan perempuan lain, Fara 'melarikan diri' keluar negeri melanjutkan pendidikan dan menjadi single parent bagi anaknya, Rafael. Ketika...