“Cinta itu bagaikan 'Angan'. Dekat, namun sulit untuk didapat.”
*****
Azura Naresha. Gadis mungil yang saat ini sedang duduk di kelas sembari membaca buku pelajaran. Gadis yang setiap harinya hanya menghabiskan waktu untuk belajar dan belajar, tanpa harus bersosialisasi ataupun bergaul dengan siswa lainnya.
Kutu buku. Ya, itulah sebutan yang cocok untuk diberikan kepada Zura. Karena memang itu yang hanya bisa Zura lakukan. Mendapat beasiswa untuk bersekolah di SMA Merah Putih saja sudah membuatnya sangat bahagia. Apalagi jika dia bisa lulus dengan nilai terbaik, sudah pasti kebahagiaan Zura akan bertambah berkali lipat. Dan karena itulah, Zura bertekad untuk tidak akan menyia-nyiakan kesempatan besar itu.
Namun, semuanya runtuh begitu saja ketika Zura bertemu lagi dengan dia. Kenapa Tuhan mempertemukan dirinya dengan orang itu lagi? Sudah cukup sekuat mungkin Zura pergi jauh dari dia. Sudah cukup sebisa mungkin Zura berjuang mati-matian untuk melupakan dia. Zura tidak ingin lagi jatuh pada lubang yang sama. Zura tidak ingin lagi dikecewakan oleh orang yang sama. Zura hanya ingin bahagia tanpa harus melibatkan orang lain dalam kehidupannya.
"Kamu kenapa sih, Ra? Dari tadi ngelamun mulu," tanya Lisa--sahabat Zura saat melihat Zura hanya terdiam sejak masuk ke kelas tadi.
"Eh.. Hah? A-aku gak papa. Cuma lagi mikir aja, ini soalnya kok susah banget, ya?" ucap Zura berusaha menutupi kekagetannya.
Lisa mengernyit curiga, "Mana, sih? Kamu kok tumben kesusahan ngerjain soal? Biasanya juga satu menit udah dapet lima soal, apalagi kalo soalnya Matematika."
Zura menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Ah ... e-enggak, kok. Biasa aja. Kamu gak usah melebih-lebihkan, deh, Lis." Ujar Zura sembari tertawa sumbang. Berusaha sebisa mungkin agar tidak terlihat panik di depan sahabatnya.
Tet tet tet
'Akhirnya ...,' batin Zura lega.
"Udah masuk tuh, Lis. Udah deh gak usah dipikirin lagi. Aku gak papa, kok. Beneran, deh," ucap Zura berusaha mengalihkan pembicaraan.
Lisa menghela napasnya pasrah. "Iya, iya ...."
*****
Waktu istirahat baru saja tiba. Semua siswa berhamburan keluar kelas demi mengisi waktu istirahat mereka. Ada yang langsung ke kantin, dan ada juga yang berkumpul bersama teman untuk mengobrol.
Lain halnya dengan Zura. Dia selalu menggunakan waktu istirahatnya untuk memakan bekalnya. Zura tidak pernah absen membawa bekal ke sekolah. Alasannya adalah untuk berhemat, agar dia tidak mengeluarkan banyak uang saat waktu istirahat tiba. Zura harus menabung untuk membiayai ayahnya yang sakit-sakitan dan ibunya yang selalu kerja banting tulang. Sebisa mungkin Zura berusaha untuk meringankan beban kedua orang tuanya.
"Lisa ... aku ke toilet dulu, ya? Sebentar doang, kok."
Lisa menoleh saat suara Zura terdengar di telinganya, "Iya iya, Zura ... ke toilet aja segala pamitan. Lucu kamu, Ra."
Zura terkekeh pelan, "Harus dong, Lis. Kamu kan satu-satunya sahabat aku. Jadi, aku harus selalu ngasih tau kamu kalo mau kemana-mana. Yaudah aku ke toilet dulu, ya?" ucap Zura sembari berjalan keluar kelas menuju toilet.
Selama perjalanan ke toilet, banyak siswa yang menatap rendah Zura seakan dia adalah kuman yang tidak pantas disentuh. Zura sudah terbiasa dengan perlakuan teman-temannya itu. Dia cukup tau diri untuk sadar bahwa levelnya dengan siswa lainnya sangat jauh berbeda. Dan selama ini yang hanya bisa dia lakukan adalah diam, dia yakin bahwa dia kuat. Ini semua demi masa depannya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin & Angan
Teen FictionTerima kasih telah ada disaat aku sedang berada di titik terendah kehidupan, lika-liku perjalanan, dan kenyataan yang menyesakkan. Hingga akhirnya aku menyerah dan bertemu dengan kata lelah. Aku harap tidak ada penyesalan yang hadir, antara aku, kam...