🍁Y🍁

8 2 0
                                    

Sekarang kita duduk bersebelahan, hal itu membuat jantungku memompa dua kali lebih cepat. Terus terang saja, akhir-akhir ini setiap berdekatan dengan Regal, hatiku dibuat tak karuan. Rasanya seperti banyak kupu-kupu berterbangan di dada, entah apa alasannya.

Mungkin benar kata orang, tidak ada hubungan persahabatan yang akan bertahan lama diantara pria dan wanita, seperti hubungan kami ini misalnya.

Sudah pasti diantara kita ada yang terlampau membawa perasaan, dan sayangnya akulah orangnya yang duluan jatuh ke dalam pesona Regal Yudistira, berharap pria itu juga punya perasaan yang sama dengan apa yang aku rasa.

"Renjana."

Panggilnya lagi dengan suara yang sangat berat, lebih rendah dari yang biasa dia lafalkan. kali ini tangannya menggenggam tanganku erat dan juga menatap mataku dalam. Entah mengapa sekarang aku merasa nervous sekaligus penasaran.

"I-iya, kamu kenapa sih, kok jadi aneh kaya gitu?" ujarku gugup. Apa mungkin dia akan menyatakan perasaannya padaku. Ya Tuhan, berpikir apa sih aku ini.

"Ada yang mau aku bilang ke kamu."

Bilang apa ya, kenapa jadi serius seperti ini. Jujur saja, sekarang aku ngerasa degdegan.

"Aku ...,"

"Aku ...,"

"Aku suka-" ucapannya menggantung, membuat aku semakin penasaran. Jika memang suka, kenapa tidak langsung katakan saja. Sudah pasti aku tidak akan menolaknya.

"Suka apa?" tanyaku ragu. Entah kenapa feelingku bilang apa yang ingin Regal katakan bukanlah sesuatu yang bagus.

"Aku suka ...,"

"Suka ...,"

Setelah di gantung sekian lama, Regal berhasil membuatku kecewa dengan kalimat yang terlontar dari bibir manisnya.

"Suka ice cream," ujarnya tersenyum, sangat lebar. Seketika aku menghempas tangan Regal sangat kasar, saking kesalnya. Selalu saja dia berhasil mempermainkanku dan membuatku terlihat seperti orang bodoh.

"Ih, Regal ... apaan sih! Bercandaannya mulai gak asik!"

Dia masih tertawa dengan keras seraya memegangi perutnya.

"Lagian kamu sih, gitu banget ngeliatinnya. Kaya orang lagi berharap, tau gak." Dia senyum lagi, entah kenapa senyuman itu malah membuatku semakin kecewa.

Ketahuan sudah, pipiku seketika memerah, tentu saja aku malu. Kurang ajar memang si Regal, berani-beraninya mempermainkanku seperti ini.

"Tau ah, aku bete sama kamu," akupun beranjak, hendak pergi meninggalkan Regal seraya membawa buku sketsaku.

Hanya saja ada yang aneh. Jika biasanya Regal akan menahanku pergi, dan memintaku kembali untuk duduk seraya meminta maaf, hari ini dia tidak melakukan hal itu.

"Kenapa? gak jadi pergi?" dia malah menanyakan pertanyaan yang bukan dirinya sekali. Regal terlihat tenang menatapku yang terdiam ditempat dengan segudang tanda tanya.

"Tumben, kamu gak nahan aku?" jawabku tanpa berbalik kearahnya.

"Kamu mau aku menahanmu seperti biasa? Tumben sekali, Piara Renjana bertanya seperti ini, biasanya aku harus bersusah payah membujukmu agar tidak pergi."

Sahut pria itu dengan nada berbeda. Entah mengapa aku merasa ada yang di sembunyikan olehnya.

"Aku sengaja lagi bikin kamu bete, biar kamu cepet pergi ..." ujarnya tiba-tiba. Pertama kalinya bagi Regal bersikap dingin padaku seperti ini.

"Kok gitu?" tanyaju kemudian berbalik, menatap kearah Regal yang sedang memandang angsa.

"Sebenarnya, aku tadi lagi ngetes pemikiran kamu dengan pertanyaan tentang Love at the first sight. Tadinya aku mau bilang ke kamu kalau hari ini aku akan nyatain perasaan ke seorang wanita-" dia mengalihkan tatapannya, dan kembali menatap kearahku.

" -Tapi rasanya jadi canggung, pas mendengar jawabanmu tentang cinta, aku jadi ragu memintamu untuk menyaksikan aksi kerenku menembak wanita."

Rasanya seperti tersambar petir setelah mendengar ucapan Regal. Hal ini seperti membuat jantungku ingin berhenti berdetak sekarang juga. Bagaimana mungkin Regal bisa mengatakan hal itu dengan santainya, kepadaku?

"Siapa?" tanyaku gamang, mataku memandang kosong kearah Regal.

"Anak kelas duabelas, SMA X. namanya Rizkita." Ungkap Regal sejujur-jujurnya.

"Dia anak yang manis, cantik dan juga penyayang. Caranya menolong kucing jalanan membuatku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama," tambah pria itu lagi.

Satu detik, dua detik, tiga detik, aku masih berusaha memproses kalimat yang baru saja aku dengar, sebelum kemudian tertawa hambar,

"Aha ... ahahaha ... kenapa gak ngomong dari tadi sih," Aku pura-pura senyum lalu mendekat dan menepuk bahunya.

"Kalau kamu bilang kan, aku gak bakal pergi."

Regal terkejut melihat reaksiku yang seperti ini, mau tak mau dia ikut mengembangkan senyumnya.

Bagaimanapun juga aku harus bisa menutupi rasa keterkejutanku ini, dan bersikap seolah hal itu adalah sesuatu yang biasa saja. Bahkan sesakit apapun rasanya, aku harus tahan. Di depanku Regal tersenyum bahagia, sebagai sahabat yang baik, harusnya aku ikut bersuka cita.

"Renjana? Kamu serius merestui niatanku ini?" tanyanya memastikan.

"Tentunya," ujarku berdusta. "Aku kan sahabatmu. Sebagai teman yang baik, tentunya aku ingin agar kamu bahagia dengan pilihanmu." Aku tertawa palsu.

Dia mendesah lega, "Hah ... tau gak sih, Na. Aku kira kamu bakal marah setelah tau aku mau menebak wanita. Aku kira kamu punya perasaan ke aku, ternyata nggak ya?" tanyanya memastikan lagi.

"Ya nggak lah, santai aja lagi. Aku gak pernah baper kok ke kamu." Entah kenapa rasanya Kebohonganku ini terdengar seperti seorang ahli.

"Syukurlah ... terimakasih banyak udah jadi sahabat yang baik, dan bisa mengerti ku. Aku janji, bahkan setelah aku punya pacar nanti, aku tetap akan berada di sisi kamu sebagai sahabatku." ujar Regal tersenyum tulus, membuat aku ikut tersenyum sembari menahan sakit.

Aku ragu pada diriku sendiri, apakah mungkin aku bisa bertahan, setelah kamu bersama seseorang nanti. Rasanya seperti tidak mungkin. Aku menatap nanar kearah Regal yang sedang tersenyum bahagia,

'Kamu tahu, Regal. Aku terluka melihatmu senyummu saat ini. Kenapa aku gak bisa mengatakan yang sejujurnya kalau aku suka sama kamu. Apakah boleh aku egois dan menyimpan rasa ini untuk diriku sendiri, tanpa perlu memberi tahu kamu bahwa sebenarnya aku terluka karena jatuh cinta sendirian, sakit ya ...'

🍁🍁🍁

May I? | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang