Sobat Baru

185 10 3
                                    

Mentari tak begitu terik pagi ini
Sedang ratusan anak manusia disibukkan aktivitas sehari-hari
Lalu lalang kendaraan bermotor sudah menjadi kebiasaan di kota ini.

Satu hal dari banyak hal yang tak Nada suka dari Surabaya adalah polusi dan suara berisik yang mengganggu pagi.

Bahkan ini belum lebih dari jam 7, klakson sepeda motor baik mobil maupun angkutan umum meraung-raung keras diujung sana. Ditambah lagi suara gesekan ban kereta api dengan relnya yang menjadi pelengkap alunan semuanya.

Semua seakan lengkap dan menambahi derita Nada, ia kesepian dan sendirian.
Sudah hampir seminggu sejak pertengkaran itu terjadi, bahkan hubungan Nada dan Wilda pun tak kunjung membaik.

Nada bingung harus berbuat apa? Minta maaf sudah, memberi sesuatu yang Wilda sukai sudah, tapi bahkan menerima pun Wilda tak Sudi.

Lebih parahnya lagi Wilda sampai minta tukar kamar dengan teman lainnya agar tak sekamar lagi dengan Nada. Mungkin menurutnya dengan begitu intensitas pertemuannya dengan Nada akan berkurang, atau bahkan lebih baiknya jika mereka tak usah bertemu.

Apa sebegitu cintanya Wilda kepada Kak Syarif sampai-sampai ia rela memutuskan persahabatannya dengan Nada yang hampir sudah mencapai 2 tahun ini.
Terlalu seperti sinetron memang, tapi kenyataannya inilah yang terjadi.

Memang Nada bukan tipe orang yang pilih-pilih dengan teman, dengan siapapun, ia mudah berteman. Intinya Teman mudah dicari, tapi seorang sahabat tidak mudah untuk ditemukan.

Begitupun dengan Wilda, Nada tak tahu alasannya mengapa
setiap Wilda bersamanya ia akan selalu merasa senang, semua bebannya seolah hilang ketika ia sudah bercerita. Berbeda dengan sekarang.

Arghhh, argumentasi itu selalu memenuhi benak Nada akhir-akhir ini. Yang pasti sekarang hidupnya tak akan berhenti hanya karena Wilda menjauhinya.

Nada bangkit dan meyakinkan dirinya sendiri, jika memang Wilda sahabat yang baik untuknya, maka cepat atau lambat Wilda akan kembali, tapi jika bukan maka ia akan pergi. Sesimple itu, Kenapa harus di buat rumit?

Itu prinsipnya mulai dari sekarang.

*****

Menjadi mahasiswa di akhir semester 3 membuat Nada punya banyak waktu untuk sekedar menyempatkan membaca buku di Perpustakaan. Iya, kesibukannya tak sebanyak semester pertama dulu. Apalagi dulu pada pertengahan semester 1 ia sudah mulai bekerja di Rumah Makan yang tentu saja membuat harinya penuh kesibukan. Oh iya jangan lupa tugas kuliah dan organisasinya yang tentu saja menumpuk tapi pada akhirnya dia mampu menyelesaikan semua dan berhasil naik level sampai semester 3 hampir semester 4 ini.

Iya, semua tak ia dapatkan dengan cuma-cuma. Tentunya dukungan orang disekitarnya pun turut andil dalam bertahannya ia disini. Termasuk dia, Wilda Annisa perempuan pemilik senyum khas itu. Ia juga berandil besar dalam hidupnya selama 3 semester terakhir ini. Ahh, kenapa pikiran tentang perempuan itu muncul lagi didalam benaknya. Tapi apa salahnya, toh dia juga masih sahabat Nada. Hanya saja keadaan dan waktu yang membuat mereka menjadi berjauhan seperti ini.

Lalu sekarang bagaimana? Salah satu penyemangat dan motivator yang ada dihidupnya menjauhinya. Sekarang Nada harus apa? Memang sih pertengkaran mereka masih terhitung 1 Minggu, tapi rasanya Nada sudah tak bersemangat dan kehilangan salah satu sandarannya. Ia pun tak bisa menyalahkan keadaan, sekarang disinilah takdir sedang memainkan perannya.

Setelah lama bermonolog dengan dirinya, Nada kembali menyibukkan dirinya membaca sebuah novel bergenre religi, kali ini harinya sedikit santai. Bukan tanpa alasan, tugas-tugas dari dosen sekitar 2 hari yang lalu sudah ia selesaikan malam tadi. Makanya sekarang ia bisa sedikit santai dalam waktu sejenak.

Tak lama setelah Nada menghabiskan halaman ke-99 novel tersebut. Sebuah suara berdebum mendenging tepat di telinganya. Ia melihat seorang gadis berkacamata dengan frame berwarna coklat sedang memunguti bukunya yang terjatuh.

Nada tahu, gadis itu terjatuh bukan tanpa alasan. Sebuah kaki telah sengaja menjegalnya sehingga ia jatuh dan bukunya berserakan.

Tadi sebelum tepat menyelesaikan halaman ke-99, Nada sempat melirik sebuah kaki bergerak menjegal kaki gadis itu. Ia tahu pasti siapa penjegal yang tak punya hati itu. Yah dia Kaila, beserta Gengnya yang katanya ditakuti dan famous se fakultas, tapi Nada tak peduli.

Dengan gerakan cepat Nada membantu gadis itu memunguti buku dan membantunya berdiri. Selanjutnya, Nada membiarkan Geng berjuluk 'ayam kampus' itu cekikikan dan malah mengajak gadis berkacamata itu pergi. Percuma meladeni gerombolan tukang ghibah itu. Yang ada urat Nada putus gara-gara berdebat melawan mereka.
Nada heran saja, zaman millenial begini masih ada makhluk penindas, hmm.

Tepat setelah menjauh dari 4 orang menyebalkan itu, Nada mengajak duduk gadis berkacamata tadi. Ia tak perlu berkenalan lagi karena sudah tau namanya sejak awal. Iya, Hamida. Begitu panggilannya, bukan orang asing menurut Nada karena sejak awal Ospek mereka satu kelompok. Hanya saja mereka tak terlalu dekat, karena jujur menurut Nada, Hamida adalah orang yang tertutup.

-
Omong-omong setelah insiden penjegalan hari itu, Nada mencoba melakukan pendekatan kepada Hamida. Lewat obrolan berlanjut ke bincang-bincang dan bercerita. Dan tanpa mereka sadari keduanya kini menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Lambat namun pasti, Nada mulai bisa menerima keadaannya tanpa Wilda. Walaupun jauh dalam hati kecilnya ia masih ingin bersahabat lagi dengan Wilda.
Ia berharap semoga suatu saat nanti persahabatannya dengan Wilda akan kembali walaupun tak seperti semula. 

#####

Assalamu'alaikum, readers Ikhwan di Ujung Senja. Apa kabar semuanya? Pasti baik kan. Semoga dengan updatenya saya kali ini setelah berbulan-bulan Hiatus dapat menghibur kalian semua yah... Wkwkwk

Pokoknya saya minta maaf sebesar-besarnya. Semoga setelah ini saya bisa ngelanjutin dengan tepat waktu. Aamiin

Salam dari saya
Jangan lupa tetap smile 😊
"Karena hanya agama Islam yang bilang smile itu ibadah" (Cak Fandy SM)*

Ikhwan Di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang