~2~

15 2 6
                                    

" Aku terlahir dari keluarga yang berkecukupan,ayahku sering keluar kota untuk pekerjaannya.Kalau ayah pulang
Kami sekeluarga sering berpiknik disini,dibangku yang sama yang sering kududuki. Bercanda dan tertawa itulah yang kami lakukan untuk mengobati rasa rindu. Pada sore itu aku meminta eskrim yang ada di sebrang jalan.

Awalnya aku yang ingin pergi membeli nya, tapi ayahku yang membelinya untuk ku. Pada saat ingin menyebrang, ayahku tertabrak mobil yang cukup laju dari arah barat.Aku dan ibuku langsung ketempat kejadian. Darah dimana-mana,akibat luka yang besar. Disitu ayahku meninggalkan kami semua. Ibu ku selalu menyalahi ku atas kematian ayah, dan sekarang ibuku gila"ucapnya sambil meneteskan air matanya.

Aku juga berpikir,kalau aku yang mengalaminya maka aku juga akan melakukan hal yang sama seperti dia,menjadi seseorang orang tertutup.
Hari semakin gelap,rintik hujan mulai turun,dia beranjak dari bangku dan berkata
"Kalau aku tidak duduk disini lagi,jangan cari aku!" Aku pun mengerutkan dahi dan meninggalkan bangku sama seperti yang dia lakukan.

Seminggu kemudian, aku melihat dia lagi,duduk seorang diri ditemani secangkir teh dan dibangku yang sama.Aku menghampirinya dan duduk disebelahnya. Selama seminggu ini kami sudah lebih akrab dari sebelumnya,ia sudah banyak cerita tentang kehidupannya dimana ia terus merasa bersalah atas masa lalunya.

"Aku ingin masalah ini selesai,tidak terulang lagi dan aku tidak ingin tersakiti"ucapnya
"Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti"tanyaku
"Yasudahlah, aku pergi dulu" sambil tersenyum tipis.
"Kamu mau kemana?"
"Aku hanya ingin pulang"ucap dia sambil beranjak pergi meninggalkan aku seorang diri.

Keesokan harinya,aku melihat dia sedang menggores goreskan tangannya dengan pisau kecil. Aku pun langsung menghampiri nya dan merebut pisau tersebut darinya dan langsung memeluknya,dia membenamkan kepalanya dipundakku sambil menangis. Ini kali pertama ku melihat ia menangis sesenggukan.

"Aku ingin hilang dari bumi ini!" Itu adalah kalimat yang selalu ia ucapakan.
"Tenang,disini masih ada aku" ucapku meyakinkan Lisna.

Lisna frustasi karena selalu di teror dengan rasa bersalah yang besar,atas meninggal ayahnya dan ibunya yang menjadi gila karna kehilangan ayahnya.

Saat aku sibuk dengan menenangkannya, dia merebut kembali pisau tersebut dan langsung menancapkan keperutnya. Darah mengalir deras dari perutnya dan disitu pun ia mulai kehilangan kesadaran.

Air mata turun membasahi pipiku begitu deras, ku cabut pisau itu dengan hati hati. Berteriak sambil merangkul tangannya berjalan tertatih tatih untuk dibawa kerumah sakit. Tiba aku dirumahnya sakit,aku langsung memanggil dokter untuk memeriksa Lisna. Tak sampai 10 menit dokter itu keluar dan menemui ku dan berkata
"Maaf,temanmu tidak bisa kami selamatkan"dokter itu langsung pergi meninggalkan aku.

Aku langsung masuk untuk menemui Lisna. Seorang gadis manis berbaring kaku dengan wajah pucat. Gadis yang selalu menyimpan masalah nya sendiri tanpa ada seorang yang memberi semangat dan selalu diteror oleh rasa bersalah .

Satu hal yang ku ketahui tentang mengapa ia selalu duduk dibangku itu pada jam yang sama, alasannya sangat simpel yaitu,ia hanya ingin mengingat kenangan manis bersama keluarganya, agar rasa bersalahnya berkurang.
"Selamat jalan Lisna" kalimat terakhir yang ku ucapkan untuknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEBUAH BANGKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang