Jalanan sepi. Jalanan ramai. Tidak penting lagi bagi Mocha. Yang dia inginkan hanyalah segera merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, berharap saat bangun nanti dia dapat lupa dengan kekesalan di hari ini."Aku pulang" sapa Mocha setelah kembali ke kamar asramanya. Disana sudah ada Livia dan Cassia yang melakukan aktivitas masing-masing.
Suara Mocha menyeruak memecahkan keheningan. Dia sangat benci kesunyian, jadi setiap kondisi apapun dia berusaha untuk menghidupkan suasana dengan caranya sendiri. Paling-paling yang sering terdengar dari kamar mereka hanya suara Mocha yang berdiskusi dengan rekan teamnya lewat online, dan terkadang hanya bercerita kesana-kemari soal kegiatannya diluar, tak jarang suara Mocha itu didukung dengan keributan suara Cassie yang bermain games. Sedangkan Livia, dia selalu disibukkan dengan angka-angka di bukunya. Iya, mungkin itu karna dia adalah gadis Matematika disekolah, begitulah gelar yang Livia dapat dari kebanyakan murid disekolah.
Semenjak kepulangan Mocha yang terlihat sedikit murung, ditambah dengan helaan nafas kesalnya yang terdengar jelas di telinga Livia dan Cassia. Maka dengan tanggap mereka mengalihkan aktivitas mereka dengan memandang ke arah Mocha yang sedang terduduk tidak jauh di depannya.
"Damara lagi?" Tebak Livia yang sudah hafal dengan gelagat sahabat perempuannya itu
Tidak banyak hal yang keluar dari mulut Mocha, dia hanya menganggukkan kepala sebagai signal jawaban.
"Sekarang apa lagi?" Tanya Cassia ikut angkat suara setelah menyelesaikan game onlinenya.
Lagi-lagi tidak ada jawaban pasti yang mereka dapat. Hanya terdengar helaan nafas panjang dari Mocha, diikuti gerakan menyandarkan kepala diatas meja belajar miliknya. Cassie dan Livia saling bertatap, memastikan kalau pemikiran mereka saat itu sama. Tak lama kemudian, terlihat senyum pengertian dari bibir Livia, sambil memukulkan gulungan kertas yang sedari tadi dia pegang ke punggung Mocha, Livia berkata
"Udah ah gausa murung, (menarik kursi ke dekat Mocha dan mendudukinya) btw, sampai mana persiapan buat pagelaran seni nanti?"
Mocha menoleh, raut mukanya sedikit berubah lalu menjawab
"Seperti tahun lalu, kayanya gue harus nyari sponsor lagi untuk acara ini"
"Keduluan sama proposal yang lain lagi ya?"
"Iya"
"Kali ini untuk apa? Sarana dan prasarana ekskul? Bukannya udah di lengkapi semua sama dana tahun kemarin, eh iya bahkan sejak saat itu ruang radio gue dapet speaker baru loh" Tanya Cassia, Livia kembali menatap Mocha menunggu jawaban karena pertanyaan yang Cassia ajukan sudah mewakili apa yang dia pikirkan.
"Bukan untuk perlengkapan ekskul, tapi buat alat-alat baru di Lab, katanyaaa" jawab Mocha sambil kembali menegakkan duduknya
"Oh" sahut Cassia dan Livia serempak
"Oh??" Tanya Mocha spontan tidak terima
"Cuma itu aja yang kalian bilang, besok kalian ga mau nemenin gue ajuin proposal buat kerja sama ke perusahaan, gitu?" Decak Mocha kesal
Tidak ada jawaban dari Livia dan Cassia. Melihat raut wajah Mocha yang kembali kesal, mereka berdua saling menatap satu sama lain, yang kali ini saling memberikan kode "siasat melarikan diri" seperti biasanya yang menjadi ritual tersendiri diantara mereka. Terlebih lagi saat suasana hati Mocha yang sedang labil. Sepertinya itu tanda-tanda dia mau period, sudah 3 hari terakhir ini dia bertingkah menyebalkan.
Dengan kembali ke tempat tidur masing-masing mereka meninggalkan Mocha yang masih merutuki perbuatan mereka dari tempat duduknya.
"Hey!! Heyy!! Waaahh... bisa-bisanya gue sekamar sama kalian, dimana belas kasih dan perhatian kaliaaaannn? Dan besok sepulang sekolah gue kesana sama siapa dong? Kalo ada apa-apa gimana? Kalo gue tersesat gimana? CASSIA ?! LIVIA?! Aish kalian bener-bener ya, awas aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold My Hand and Walk With Me
RomanceHighest Rank : #4 - diaryku (24 Sept 2019) Malam Karel indah bersama Mocha. Sinar yang muncul seperti derauan angin yang menembus dedaunan kering mengusik mimpinya. Berbunyi "kreekk.. krekkk..kreekk" Membangunkan Karel dari tidur panjangnya. Tau ap...