Chapter 12

1.8K 96 0
                                    

#Happy Readings

***

Beberapa menit lagi, hukuman Salsa dan Raka akan selesai. Keringat sudah mulai bercucuran di dahi mereka.

Tidak ada percakapan di antara mereka sejak tadi. Hanya angin yang saling berbicara tanpa menimbulkan suara.

Kring, kring

Dua remaja itu menurunkan tangannya yang berada di ujung alis dan menghela nafas lega.

"Kapan gue bebas dari hukuman kek gini. Harusnya tuh cewek culun ini pingsan aja tadi, biar gue bisa bopong terus bawa ke uks. Hilang sudah hukuman gue kalo gitu. Huh!" gumam Raka melirik sekilas ke arah Salsa yang sedang mengelap keringatnya.

Salsa meninggalkan lapangan dan pergi ke ruang BK, sesuai perintah Bu Wiwin tadi. Raka yang melihatnya, langsung mengikuti Salsa, tapi dengan jarak lumayan jauh. Jujur saja, ia belum mengetahui letak ruang BK.

Karena barusan adalah bel istirahat, koridor mulai penuh dengan siswa siswi yang berlalu lalang. Tapi untungnya, ruangan BK tak perlu melewati koridor yang sudah full dengan ribuan manusia yang saling tabrak-menabrak.

"Ayo, kalian duduk!" Suara Bu Wiwin langsung terdengar ketika Salsa baru saja membuka pintu ruang BK. Seolah Bu Wiwin sudah tau bahwa yang datang adalah Salsa dan Raka.

Salsa duduk di kursi yang ada di depan meja Bu Wiwin. Diikuti Raka yang duduk di sebelahnya.

"Kalian tau, 'kan apa resiko terlambat?" tanya Bu Wiwin menatap tajam pada kedua remaja yang menggunakan kaos sama di depannya.

Salsa mengangguk, dan Raka menggeleng.

Bu Wiwin menatap ke arah Raka tajam. "Kamu nggak tau?" Raka menggeleng, lagi.

Bu Wiwin menggebrak meja dengan keras. "Bagaimana bisa!"

Raka tetap menatap datar Bu Wiwin yang sekarang menatapnya datar. Memang benar bukan, Raka tak tau resiko terlambat?

Salsa mulai berbicara dengan nada gemetar. "Emm, Bu. Itu ... dia murid baru." Bu Wiwin ganti menatap Salsa. Sementara Salsa menundukkan kepalanya karena takut. Se umur-umur Salsa belum pernah di hadapkan dengan Bu Wiwin, yang dikenal sebagai guru paling killer di sekolah ini.

"Oh, begitu. Murid baru kok udah terlambat. Mau jadi apa nanti ke depannya."

Raka menggeram marah. Hampir saja ia berdiri dan menggertak Bu Wiwin kalau tidak ada suara Salsa yang tiba-tiba menyela.

"Bu, permisi. Kita mau di catat bukan? Saya Anindia Malia Salsabila dan dia," ucapan Salsa terhenti lalu sesegera mungkin melirik name tag di dada sebelah kiri Raka. "Raka Arya Vernando. Kita dari kelas 12 IPA A."

"Assalamu'alaikum."

Salsa segera menarik tangan Raka dan menjauh keluar dari ruangan BK sebelum Bu Wiwin selalu memojokkan mereka. Ketika kelas 10 dulu, pernah Salsa diajari oleh Bu Wiwin. Salah satu temannya ada yang datang terlambat, dan Bu Wiwin langsung memberikan hukuman. Setelah hukuman itu dijalankan, teman Salsa itu di pojokkan dan terus di sindir sampai tidak bisa menyangkal.

Bu Wiwin itu ... lebih menyeramkan daripada Bu Rahma.

Raka menghempaskan tangan Salsa yang memegang lengannya, membuat Salsa kaget.

Raka menatap tajam Salsa. "Jangan pegang-pegang! Tangan lo kotor!" bentaknya tak suka.

Salsa membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Dia tidak takut, hanya sedikit kaget saja.

"Terimakasih," sindir Salsa lalu pergi begitu saja meninggalkan Raka yang bingung. Memang seharusnya Raka ber terima kasih kepada Salsa, bukan? Salsa telah menyelamatkannya dari Bu Wiwin yang sangat tidak ber-peri kemanusiaan itu.

Raka tersadar setelah Salsa sudah hilang dari pandangannya. Sekarang ia harus apa? Bahkan, ia tak tahu di bagian mana ia sekarang berdiri.

"Aduh! Kenapa cewek tadi nggak ngajak gue kalo mau pergi. Gue kan nggak tau jalan," gerutu Raka menepuk-nepuk kepalanya geram.

***

Salsa sempat menaruh tasnya ke kelas terlebih dahulu sebelum berdiri di tempat sunyi dan tenang ini. Perpustakaan.

Di waktu istirahat ini, Salsa memilih pergi ke perpustakaan daripada menyusul Risma yang sudah dipastikan ada di kantin.

Banyak novel yang tertata rapi di rak perpustakaan, tapi Salsa sudah pernah membaca semuanya. Ia jadi bingung. Seharusnya ia dulu menyalonkan diri menjadi pustakawan agar bisa mencari-cari novel menarik dari gramedia.

Mencoba untuk menjadi pembaca buku, Salsa berpindah ke rak buku sejarah. Buku di rak ini hanya ada beberapa. Mungkin, penjaga perpustakaan tau bahwa tidak banyak yang minat dengan semua yang berhubungan dengan sejarah. Karna itu masa lalu.

Mata Salsa meneliti satu persatu judul buku yang ada di rak situ. Judul adalah salah satu yang Salsa lihat. Judul bagus, prolog menarik, buku itu Salsa pinjam.

Pandangan Salsa berhenti di salah satu buku yang tebal dengan judul, Pedoman Setiap Langkahku.

Buku itu menarik di mata Salsa, dan Salsa ingin meminjamnya. Tapi, karena bel masuk belum berbunyi, Salsa memutuskan untuk membacanya di bangku perpustakaan terlebih dahulu, daripada ia harus membaca di kelas. Konsentrasinya bisa pecah karena ocehan Risma yang seperti rel kereta.

Salsa membaca halaman pertama sambil bedjalan mendekati bangku kosong dekat rak sejarah. Baru di halaman pertama, Salsa sudah dibuat kagum dengan cara penulisannya.

"Maaf." Salsa menoleh kaget dan secara refleks langsung menghadap ke belakang karna tepukan di bahunya.

"Eh?" Salsa mengelus dadanya lega. Dia kira siapa yang memanggilnya. Ternyata hanya seorang lelaki yang berpenampilan sama sepertinya. Kecuali rambut kepang dua tentunya. Lelaki ini memiliki poni lurus yang menutupi hampir seluruh dahinya.

"Ini bolpoin mu? Aku menemukannya di sana." Lelaki itu menunjukkan sebuah bolpoin berwarna biru lalu menunjuk lantai dekat rak novel.

Salsa langsung mengangguk dan mengambil bolpoinnya. "Terima kasih," ucap Salsa ramah.

Lelaki tadi mengangguk lalu mengulurkan tangannya. "Rayhan."

Salsa menatap tangan Rayhan dengan sebelah alis yang terangkat. Dia ... mengajaknya berkenalan?

Salsa segera menjabat tangan Rayhan setelah melakukan hal bodoh dengan terus menerus memandang heran tangan Rayhan. "Salsa."

Kring, kring

"Ah, bel berbunyi. Senang bertemu denganmu, Rayhan. Semoga kita bisa bertemu lagi. Aku pergi dulu." Salsa pamit dan pergi lalu menuju meja di samping pintu untuk mencatat data pinjaman buku sejarahnya.

"Jaga bukunya baik-baik. Jangan sampai ada sesuatu yang membuatmu menerima denda. Jangan sampai sobek, jangan sampai kotor."

Setidaknya, itu yang selalu ku dengar dari Kak Pustakawan yang sedang berjaga ketika meminjam buku.

***

Chapter 12 here!

Ya Ampun, aku update nya mulai molor lagi😭 Maapkeun temen-temen. Sebenarnya, mood ku selalu buruk bulan ini. Entahlah karna apa, tapi aku masih sempetin nulis cerita ini loh. Dan itu butuh perjuangan banget!

Jangan lupa vote dan komen, see you❤

^•^

Culun Is My GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang