12. Rina, kamu dimana?

133 9 0
                                    

Seminggu sudah acara Deklarasi ANN dari kampus berlalu. Hari ini matahari tampak murung. Sepagian tadi hujan turun rintik-rintik. Bahkan sampai sore ini, gerimis masih setia memandikan bumi dengan rintiknya.

Masuk hari ke tujuh pasca kehilangannya jejak Rina. Temannya, Devi, terlihat muram wajahnya. Air matanya setiap hari turun membasahi pipinya. Tiap ba'da shalat fardhu dan sunnah ia selalu mendoakan kebaikan untuk temannya itu.

Informasi dari kampus nihil. Tidak ada satupun info memuaskan, yang ada teguran dari pembina UKM Nasyid di Kampus karena kecerobohan anggota UKM. Informasi terkahir, UKM Nasyid di keep untuk tidak melakukan kegiatan dahulu sebelum Rina ditemukan. Semua anggota nasyid bingung, apalagi setelah deklarasi ANN kemarin di Bandung team nasyid Kahdijah mendapatkan kesempatan untuk recording baru mereka. Judul lagu Menuju Cinta Tuhanku menjadi lagu andalan yang membawa nama tim nasyid UKM Universitas Indonesia itu harum namanya. Lagu itu diciptakan ileh Rina. Salah satu personil akhwat yang saat ini entah dimana keberadaannya. Pembina UKM bilang, bahwa kalau pahit-pahitnya Rina tidak berhasil ditemukan, maka kegiatan UKM nasyid akan di stop selama dua semester.

Keluarga besar Rina tidak bisa lagi menyembunyikan wajah layunya. Anak semata wayang itu hilang penuh misteri. Surat keterangan orang hilang sudah di ajukan ayah Rina ke pihak kepolisian. Dari beberapa informasi terkait, hanya handphone dan al-Qur'an mini hafalan milik Rina yang sempat Rina bawa. Selebihnya, barang-barang yang Rina bawa saat kegiatan ANN kemarin di amankan. Untuk keperluan identifikasi kasus tentunya. Ibunya mulai mogok makan, ia tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau ia kehangan anak semata wayangnya.

Informasi dari personil nasyid sendiri juga demikian, semuanya tidak tau harus dari mana mereka mencari jejak Rina. Pihak hotel juga kebingungan, bagaimana mungkin ada peristiwa kehilangan orang, padahal sebelumnya hotel itu aman-aman saja.

Dari sekian banyak peluang mendapatkan jejak Rina hanya ada satu sumber yang belum ia telusuri lebih dalam lagi sejauh ini. Ia masih ingat betul, tempo hari saat Rina bercerita tentang kejadian yang menimpanya di metromini lalu. Ia menelusur jauh kontak whatsapp-nya. Mencari satu nama, Ocha. Barangkali Ocha akan mampu membantunya menuntaskan masalah ini.

Tanpa fikir panjang, berharap kali ini ia berhasil. Ia membuka percakapan whatsapp, lalu mengetik papan tombol di layar pesan,

"Assalamualaikum, Ochaaa. Gue butuh masukan lo, nih!" Ia menekan tombol send di layar jendela whatsapp ponselnya.

"Wa'alaikumussalam. Ape?"

"Ish datar banget lo jawabnya!"

"Gue tau Dev, pasti lo masih kefikiran Rina, kan?!"

"Gue harus gimana? Gue harus cari kemana lagi coba?" Devi membalas pesan Ocha. Ia menyeka air matanya yang mulai berlomba turun.

"Gue bingung Dev, sumpah ya!"

"Apalagi gue, Chaaa"

"Ada lagi nggak sumber pencari jejak Rina?"

Devi menahan tuts tombolnya di layar ponsel.

"Apa harus aku ceritakan ini, yaa Rabb?" Kata Devi dalam hati.

"Cha, gue telpon lo ya!" Balas Devi.

Devi mulai bercertia tentang kejadian yang di alami Rina beberapa pekan lalu. Tiga puluh menit sudah mereka berdua ngobrol di panggilan whatsapp. Ocha terdiam mematung. Suaranya tidak terdengar sama sekali saat Devi bercerita.

"Cha, lo nggak tidur kan?"

"Mana bisa gue tidur. Ini sih bener-bener gila. Kaya sinetron tau!"

"Nah itu kan. Gimana menurut lo?"

"Keliatannya nggak sinkron deh, Dev. Soalnya ini kejadiannya di Bandung."

"Sebenernya Cha..." Devi menghentikan ketikannya. Ada satu rahasia besar lagi yang sebenarnya mengusik hati Devi beberapa hari ini. Soal penolakan khitbah oleh Rina.

"Dev? Kok lo berhenti ngetik? Kalau mau nyari jejak bener-bener harus punya data yang signifikan."

",.. ada rahasia besar di balik team nasyid UKM Nasyid kita, Cha." Lanjut Devi di papan layar chattingnya.

"Gue nggak paham, deh. Maksudnya?"

"Tolong jangan disini, Cha. Bisa? Kita bisa ngobrol di Kedai."

"Oke. Berkabar. Mau besok?"

"Boleh. Sore ya!"

"Oke, Dev. Mark it!"

"Oke! See you!"

***

"Enak kan sarapan paginya?" Suara lelaki itu seperti petir menyambar di telinganya. Ia muak melihatnya.

"Kak, sebenarnya apa mau Kakak? Aku salah apa?" Wanita itu kali ini berbicara setengah menangis.

"Cuma mau ngajak kamu main, Rina sayang"

"Tolong lepaskan Rina dari tempat ini!"

"Pasti akan kakak lepaskan, Rin."

"Ternyata Kakak dalang dari kasus pemerkosaan dan pembunuhan ini semua, hah?! Tega sekali kakak! Ingat Kak, Allah akan membalas semua kekejian ini!" Rina berteriak. Suaranya meninggi.

Lelaki di depannya menampakkan wajah tak sedap. Matanya melotot tajam.

"Kamu lupa, hah?! Saat kamu permalukan aku malam itu. Seketika keluargaku kecewa! Dan aku, adalah orang yang paling kecewa!"

"Hah? Kecewa?! Harusnya kakak berfikir, kenapa aku menolak kakak! Aku melihat sendiri kakak dengan bebas menikmati pipi perempuan dengan bibir kakak di depan kampus saat hujan lebat sepulang dari kampus! Mana mungkin Rina menerima kakak!"

"Heh, brengsek! Diam kamu!" Lelaki itu menunjuk wajah Rina.

"Rina bersyukur di jauhkan dari laki-laki seperti kakak!"

"Diam! Sekali lagi ngomong, hari ini akan ku percepat kematianmu!"

"Coba saja, aku punya Allah! Akan ada yang datang kesini membongkar semua kebejatan kakak"

Lelaki di depannya tertawa terbahak-bahak. Rina jijik melihatnya.

"Heh, hafidzah bodoh! Sebelum kamu nanti mati, aku akan menikmati tubuhmu, lalu membuangmu jauh agar saat busuk tidak ada yang tahu." Kata lelaki di depannya. Ia terbahak-bahak lagi. Wajahnya tiba-tiba memerah seperti tidak sabar melahap kenyang apa yang barusan sudah ia lontarkan dengan mulut buasnya.

Rina meneteskan air matanya lagi. Rina hampir putus asa. Perasaannya sudah campur aduk. Ia benar-benar lemah dan sangat butuh sekali Allah dalam keadaannya saat ini.

"Tunggu ya, besok aku akan melaksanakan semua kata-kata ku. Sampai jumpa, besok kita akan meninggalkan rumah kosong ini. Dan bersiap membuangmu jauh selama-lamanya!" Katanya berbisik di telinga Rina. Rina ber-istighfar dalam tangisnya.

Rina tidak berkata-kata lagi. Ia berdoa penuh harap dalam diamnya. Lisannya sudah lelah berteriak. Badannya sudah letih. Ia kehabisan energi.

Dalam tangisnya ia berdoa,

"Yaa Allah, mau Kau apakan aku? Tunjukkan kebesaran-Mu, duhai Rabb"

SETANGKAI CINTA BERBUAH SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang