Chapter Two🎃

0 0 0
                                    

Setelah melewati masa sulit mengerjakan ulangan fisika, Bilqis dan Cara pun bergegas ke kantin untuk menenangkan cacing-cacing yang sudah mendemo mereka sedari tadi. Dua manusia itu berkeliling untuk mencari bangku kantin yang masih kosong, hingga akhirnya mereka berhasil menemukan walaupun berada di paling pojok dekat dengan kelas sepuluh IPS 5.

"Gak papa deh di pojok, asal perut gue keisi sama makanan yang enak buatan Bunbun, nyam...nyam..." ucap Bilqis sambil mengelus-elus perutnya.

Cara menatap sahabatnya sambil geleng-geleng, "Udah cepet lo pesen deh Bil, gue gak kuat jalan, lapeeeer."

"Eh si anjir yang bener aja, kek gak makan 5 hari aja lo, ogah ah lo yang pesen." balas Bilqis.

"Udah lo aja atuh Bil, gue mau memandang anjaaay," ucap Cara sambil menatap ke arah belakang Bilqis tepatnya sekumpulan anak kelas sepuluh IPS 5.

Bilqis mengikuti arah pandang Cara dan menatap gerombolan lelaki itu, "Lo suka adek kelas? Ealaaah gak menarik." ucapnya sambil mencubit hidung Cara dan beranjak memesan makanan.

Cara mengelus-elus hidungnya yang sepertinya memerah, "Ihh kata siapa gak menarik, orang cakep-cakep kelas sepuluh sekarang mah, nggak kayak angkatan kita."

Setelah menunggu selama 5 menit, Bilqis kembali dengan dua mangkok bakso yang ada di tangannya.

"Setidaknya kan itu adek kelas, nanti tuaan lo kemana-mana," ucap Bilqis sambil menyerahkan bakso yang satu pada Cara.

Cara menerimanya dengan senang hati, "Cinta tak memandang umur,"

"Ih beneran lo suka? Yang mana sih," Bilqis langsung memutar kepalanya untuk melihat gerombolan laki-laki itu.

"Enggak-enggak, udah gak jadi." balas Cara sambil memutar kepala bilqis dengan tangannya.

"Gak jadi apa? Gak jadi suka apa gak jadi makan basonya? Yaudah buat gue," ucap Bilqis sambil memindahkan bakso milik Cara ke hadapannya.

Cara merebut baksonya kembali, "Eh eh enak aja, gak jadi ngasih tau lo nya!"

Bilqis cemberut untuk ke empat kalinya dalam hari ini.

•••

Bilqis berjalan sambil menenteng tas kecilnya, biasanya jam pulang sekolah seperti ini ia akan menelpon Adam untuk minta di jemput, tetapi hari ini sepertinya dia akan menelpon Alfi--sahabatnya.

Bilqis tersenyum mengingat Alfi, sudah lama dia tidak bertemu dengan sahabat gesreknya itu, emm sekitar seminggu mungkin.

Bilqis menekan beberapa digit nomer telepon Alfi yang sengaja tidak dia simpan, tapi di ingat jika sewaktu-waktu ada masalah.

"Hallo..." ucap Bilqis setelah teleponnya tersambung.

"Apa? Dimana?"

"Anjir tau aja lo, hehe." kekeh Bilqis.

"Kebisaan lo juga yang kalo nelpon minta jemput kalo nggak ngajak maen mau curhat."

Mendengar jawaban Alfi, Bilqis pun tertawa, entahlah sahabatnya ini tidak pernah kesal walaupun dia hanya menghubunginya disaat ada butuhnya saja.

"Disekolah Al, cepet ya, rumah lo kan deket sini."

"Ya udah, gue tutup ya."

Bilqis mengangguk samar walaupun Alfi tidak melihatnya, setelah teleponnya ditutup oleh Alfi, Bilqis berjalan menuju pos satpam.

Bilqis membalas sapaan teman-temannya yang pulang terlebih dulu dengan senyuman, menghampiri Pak Satpam lalu meminta ijin untuk duduk di pos satpam.

"Duduk ya Pak?"

Pak Satpam menoleh, "Eh neng Bil-Bil, biasanya juga langsung duduk pake acara ijin segala." canda Pak Satpam.

"Hehhe, biar keliatan sopan gitu Pak." kekeh Bilqis.

"Iya iya, emang Mas Adamnya belum ngejemput neng? biasanya dia udah stand by aja." tanya Pak Satpam.

"Kak Adamnya lagi refreshing otak Pak, biasa anak gunung kan kayak begitu." jelas Bilqis.

"Lah terus di jemput siapa? Ayah?"

Bilqis terkekeh sambil menggeleng pelan, "Bukan juga, Ayah jam segini belom pulang, Bilqis di jemput temen."

"Ooh temen toh, ya sudah, Bapak tinggal ya, masih banyak kerjaan di dalam." pamit Pak Satpam.

"Siap pak, semangat kerjanya!"

Setelah menunggu selama 15 menit, suara deruman motor Alfi pun terdengar di telinga Bilqis, dia langsung beranjak lari ke luar gerbang.

"Woooy Al!" teriak Bilqis saat melihat Alfi hendak berbalik.

Alfi menengok, lalu melepas helm yang ada di kepalanya. Bilqis menghampiri Alfi sambil mengatur napasnya akibat berlari tadi.

"Lo ngapain lari-lari?" tanya Alfi.

"Heh, salah lo, kenapa tadi mau balik lagi?!"

"Siapa yang mau balik lagi, orang gue mau parkirin motor." jelas Alfi sambil memakai kembali helmnya.

Bilqis pun langsung menaiki motor Alfi, meskipun motor Alfi ini terbilang tinggi dan besar, tapi sepertinya Bilqis sudah biasa menghadapi motor seperti ini, dia sangat cekatan walau pun kakinya itu pendek.

Alfi menyerahkan helm yang lain pada Bilqis.

"Ogah pake helm ah Al,"

"Pake." suruh Alfi.

"Nggak mau, ntar rambutnya berantakan."

"Pake Abil."

"Nggak mau Alfi astagaaa,"

"Ya udah turun!"

Bilqis dengan segera mengambil helm yang Alfi serahkan tadi sebelum sahabatnya ini mengamuk.

"Lagian rambut lo bakal lebih berantakan kalo lo gak pake helm."

Iya juga sih. Pikir Bilqis.

Tanpa basa-basi lagi, Alfi melajukan motornya menuju rumah Bilqis.

KompliziertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang