Beri taburan bintang dulu, Guys 😍😘
Mataku menyipit melihat lelaki yang tak asing berdiri di luar pagar.
"Mas Indra?"
"Kenapa? Iya, Sayang. Ini aku,"
"Tapi kan, Mas ...."
"Ssstt, buka pagarnya," perintahnya.
Kuturuti kemauan lelaki itu, saat pagar terbuka, cepat ia mendekapku ke dalam peluknya. Air mata tumpah begitu saja tanpa permisi, kurasakan napas suamiku, ia pun menahan tangis.
"Malam ini aku disini, Sita."
Pelan kuurai pelukannya.
"Tidak, Mas. Jangan, lakukan kewajibanmu sebagai suami. Dia telah resmi menjadi istrimu," ucapku getir.
Mas Indra tak bereaksi, ia masih diam. Terdengar helaan napas berat darinya.
"Sita aku ...."
"Sudah malam, Mas. Aku tidak ingin Mami, Papi kebingungan mencarimu. Mereka pasti akan menyalahkanku." Kupotong kalimatnya.
Lelaki jangkung di depanku itu mengacak rambutnya. Ia terlihat sangat kacau. Jauh di sudut hati aku tak rela melihat suamiku dalam keadaan seperti ini. Ingin kubawa dia masuk dan memberi pelayanan terbaik untuknya. Namun, itu tak mungkin. Sebab malam ini dia milik perempuan lain yang juga punya hak sama denganku.
"Pulanglah, Mas," ucapku dengan suara bergetar. Perlahan aku membuat jarak dengannya dan melangkah mundur. Mas Indra hanya menatapku sendu.
"Sita, aku manusia biasa, punya keterbatasan. Maafkan aku yang tak kuasa menolak permintaan Mami," ujarnya melangkah mendekat.
Aku mengangguk mencoba membuat senyuman meski hati teriris. Kembali kuucapkan agar dia pergi, karena malam ini adalah milik Sonya bukan milikku. Meski aku tahu ia tak ingin membuatku sedih, dengan berat hati Mas Indra pergi.
Tak mau sedih berlarut, kurebahkan tubuh ke pembaringan. Kilas pernikahan lima tahun lalu tergambar jelas diingatan. Saat itu aku menjadi perempuan paling bahagia.
Bagaimana tidak, menjadi istri seorang pria tampan, mapan dan mandiri yang kuyakin siapa pun akan memimpikannya. Kebahagiaan pun tampak pada ke dua orang tuaku. Kami semua larut dalam pesta hari itu. Doa serta harapan mereka selipkan. Mami, papi juga punya harapan besar pada pernikahan kami saat itu.
Tapi rupanya Allah masih mempunyai rencana lain. Dia masih ingin mendengar tangis kami, Dia masih ingin melihat kesabaran kami. Terlebih aku, Allah ingin mendengar suara tangisku di sepertiga malam-Nya.
Kucoba memejamkan mata, menenangkan diri tanpa harus membayangkan kebahagiaan Sonya.
***
Setelah malam itu kurasa hidup telah berubah. Meski Mas Indra dua hari sekali mendatangiku tanpa ada hal yang berkurang, tapi tetap saja aku merasa ada yang hilang.
"Sita, sebaiknya kamu jangan pergi, tetap di sini," ucap Mas Indra sesaat setelah aku melepaskan pelukannya.
"Aku mau mandi, Mas. Sebentar lagi subuh."
"Masih ada waktu untuk mengulang kan?" ajaknya menggoda.
Ia menahanku, menarik pelan ke dalam dekapnya.
"Aku merindukanmu, Sita," bisiknya.
Lelaki itu selalu bisa membuatku nyaman. Mencintainya adalah mencintai semua kelebihan dan kekurangan yang dia miliki. Aku kembali melebur dalam buaian cintanya hingga terdengar adzan subuh di mesjid tak jauh dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana Cinta (end) Lengkapnya bisa baca di Ebook.
General FictionLima tahun menikah, dengan sabar menanti hadirnya buah hati, tapi yang diharapkan belum kunjung tiba. Setelah melalui pemikiran panjang, akhirnya ia menyerah pada kenyataan, bahwa sang suami segera menikah lagi dengan perempuan pilihan orang tuanya...