Wait! Ada yg belum follow aku? Hehe, jangan bacaa😃, juga yg nggak kasi bintang, gaboleh baca😎. Gue jahad🤣
Baca sambil dengerin lagu Nindy, Gaes😁, melewlewh 😄😅
Aku membeku menatap layar, dada berdegup kencang bercampur rasa haru dan bahagia yang muncul menyeruak ke permukaan. Mataku menghangat, Maya menggenggam tanganku, wajahnya tak kalah antusias.
"Sita, kamu hamil! Selamat, Sita!" pekiknya tertahan. Sementara aku masih terpaku dengan mata mengembun.
"Maya, gue ...," ucapku tertahan setelah bangkit dari brankar.
Maya memelukku erat, ia tampak antusias dengan mata tak kalah berkaca-kaca denganmu.
"Sudah kuduga, Sita! Aku bahagia mendengar kabar ini, selamat ya!" Kembali ia memelukku. Sehingga dokter berkacamata itu ikut merasakan keharuan kami.
"Selamat ya, Bu! Ini saya beri resep untuk ibu, supaya janinnya sehat dan berkembang dengan baik," ucap dokter seraya memberikan secarik kertas padaku. Setelah menanyakan sedikit tentang kehamilan, aku dan Maya beranjak pergi.
"Loe mau kasi kabar ini ke Indra?" tanya Maya melirik sekilas lalu kembali fokus mengemudi. Aku tersenyum mengangguk yakin, dengan harapan keluarga Mas Indra menyambut bahagia kabar ini. Aku ingin Mami kembali menyayangiku seperti di awal pernikahan kami dulu.
Lalu Mas Indra, dia pasti akan sangat bahagia. Namun, bayangan kebahagiaan itu surut saat teringat Sonya, bukankah wanita itu juga sedang hamil anak Mas Indra? Perlahan kumerasa mata mulai menghangat, ada yang ingin melesak keluar. Tak ingin Maya tahu cepat kuusap agar tidak jatuh.
"Sita, loe berhak untuk bahagia. Ambil mana keputusan yang loe rasa baik. Gue dukung apa pun keputusan loe. Percayalah, gue selalu ada buat loe," ujar Maya seolah tahu kegalauanini, aku menangguk pelan. Meski begitu, tak urung ada rasa pilu menyadari bahwa mau tidak mau Mas Indra akan membagi semuanya.
"Udaah! Bumil mana boleh bengong begitu, kita langsung pulang atau ...,"
"Kita ke rumah mertuaku, Maya." Aku memotong kalimatnya. Mami harus tahu hal ini. Aku ingin memberi kejutan buat mereka. Dan Sonya? Ah biarlah bukankah aku juga berhak bahagia?
"Loe yakin?" tanya Maya ragu.
"Yakin, Maya!"
"Oke, kita putar balik sekarang," balasnya. Mobil meluncur menuju rumah Mami. Aku sudah mempersiapkan kalimat yang akan membuat mereka terkejut.
"Sita, bagaimana jika mereka tidak suka dengan kabar ini?" Maya bertanya tanpa menoleh.
"Biarkan saja, toh aku tidak lagi seperti anggapan mereka. Aku normal, dan bisa hamil!" sergahku yakin. Mau tak lagi bertanya, ia hanya mengangguk menanggapi.
Akhirnya kami berdua sampai di depan kediaman Mami. Suasana sepi saat kami sampai, meski sebelumnya juga rumah itu selalu sepi. Aku turun dari mobil diikuti Maya. Pintu pagar sama seperti saat aku ke rumah ini beberapa hari yang lalu. Terkunci!
"Kok sepi, Sita? Pagar juga di gembok tuh," Maya berdiri di sebelahku bertanya. Aku menggeleng, berharap Mbok Minah keluar. Aku mengetuk pagar. Tak berapa lama asisten rumah tangga Mami itu muncul. Darinya kudapat keterangan bahwa mertuaku mengantar Sonya ke dokter untuk kontrol kehamilannya.
"Kalau Mas Indra, Mbok?" Maya ikut bertanya.
"Mas Indra juga ikut mengantar, katanya sambil jalan-jalan juga," jelas Mbok Minah.
Kembali merasa pilu. Dengan perasaan hancur aku mengajak Maya pulang. Ia bersikukuh supaya aku menitip pesan pada Mas Indra tentang keadaan ini, tapi kutolak usulannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saujana Cinta (end) Lengkapnya bisa baca di Ebook.
General FictionLima tahun menikah, dengan sabar menanti hadirnya buah hati, tapi yang diharapkan belum kunjung tiba. Setelah melalui pemikiran panjang, akhirnya ia menyerah pada kenyataan, bahwa sang suami segera menikah lagi dengan perempuan pilihan orang tuanya...