Part 1

20 1 0
                                    

Tak diragukan meskipun terhalang tembok, namun jalan udara dan pintu balkon yang tidak tertutup membawa asap nikotin itu ke dalam kamar.

Seorang wanita yang sedang tidur terusik akan hal itu.

Asap yang sensitif langsung menelusup menuju celah indra penciumannya.

Perlahan matanya mengerjap dan menemukan dirinya yang tergolek sendirian . Ia mengedarkan pandangan pada benda bulat di atas nakas, keadaan temaram namun ia masih bisa melihat angka yang di tunjukkan jarum yang memutari benda bulat tersebut.

Pukul 02.00 dini hari. Kemana Alvaro pergi. Mungkinkah sedang mandi. Tapi tak ada tanda-tanda dan suara air yang terdengar dari arah kamar mandi.

Ia tersadar saat asap itu kembali menyerang pernapasannya. Perlahan ia bangkit menuju balkon. Hawa dingin langsung menyambut tuhuhnya yang hanya dibalut piama tipis.

"Apa yang kau lakukan."

wanita itu tercengang melihat keadaan pria dihadapannya. Entah berapa puluh puntung rokok berceceran di sana.

Sebotol minuman sialan terlihat telah tandas di teguknya. Suaranya di abaikan bahkan pria itu tak berbalik. Hanya berdiri dan menghembuskan asap rokok pandangannya kosong.

"Alvaro." sekali lagi ia memanggil sambil melangkah mendekat.

"Apa yang kau lakukan dengan semua ini."

"Tidurlah ini sudah malam."

alih-alih menjawab pria yang disebut Alvaro itu malah memerintah.

"Dan ini, Alvaro ... hentikan
" ia meraih botol yang hendak ditenggak oleh pria itu.

"Jasmine." suara beratnya menggetarkan seolah menguliti.

"Tidurlah." akhirnya ia kembali menatap lampu jalanan yang sama sekali tak menarik bahkan terasa hambar.

"Tidak." Jasmine menunduk sembari memilin piamanya.

"Jangan membantah."

"Lalu aku harus membiarkan kau yang kembali gila dengan benda-benda gila ini."

"Bukan urusanmu," jawabnya dengan sarkatis. Sementara Jasmine masih memperhatikan keadaan Alvaro matanya menangkap sesuatu yang membuat hatinya perih dan berujung matanya berembun. Foto itu lagi. Cih.

"Baiklah itu memang urusanmu, dan sepertinya ini bukan bulan madu tapi bulan yang pahit untukku." Alvaro masih bergeming.

"Dan sepertinya kau harus mengantarku pulang." tekannya dengan menyebutkan kata 'Pulang'.

Setetes air mengalir di pipi indahnya. Alvaro yang mendengar dan melihat itu kesadarannya perlahan kembali.
Jasmine yang hendak berbalik pun tertahan oleh lengan kokoh milik Alvaro.
Entah mengapa, hati pria itu tiba-tiba saja menjadi hello kitty.

"Hey ... hey maaf aku tak bermaksud ... Ah lihatlah bahkan aku membuatmu menangis." tangannya terlepas dan luruh kelantai.

"Bodoh ... bodoh bo ...doh, maafkan aku Jasmine."

Jasmine yang melihat itu langsung meraih pergelangan tangan Alvaro.

"Tidak, aku yang minta maaf."
ia tahu bahwa yang sedang dihadapinya adalah sosok rapuh yang labil.

"Harusnya aku membiarkanmu tak perlu mengcaukanmu bukan." Sekuat tenaga ia menahan tangis dan mengusap air mata Alvaro dengan punggung tanggannya. Ia tahu, harus ekstra sabar untuk saat ini.

Lihatlah sekarang tubuh menyedihkan itu bergetar hebat. Akibat emosi yang tertahan.

"Jasmine, tetaplah di sini dan jangan mengajakku pulang" rintihnya memilukan

"Dan bisakah kau bakar saja foto ini, dengan begitu aku tidak akan pulang."

"Jasmine, biarkan aku memilikinya, hanya ini jasmine." tatapannya sayu

"Baiklah maka urus saja urusanmu dan biarkan aku pulang lalu berkencan dengan kekasihku, dan kau pasti senangkan?" Timpal Jasmine seraya berdiri dan meninggalkan balkon. Lalu detik berikutnya ia mendengar benda pecah dan erangan Alvaro.

"Arrrrrrggh." setengah berlari Jasmine. Dan betapa terkejutnya ia melihat Alvaro yang memukulkan botol minuman pada kepalanya.

"Alvaro hentikan." ia meraih botol pecah yang kembali akan menghantam kepala Alvaro tepat saat itu tangannya bersinggungan dengan botol yang meruncing itu. Tak bisa di hindari tangan Jasmine mengeluarkan darah segar. Alvaro merasa bahkan sekarang hatinya seakan berhenti berfungsi.

"Aku melukaimu lagi Jasmine, ak ..aku ... bodoh." Kembali botol itu tepat mengenai kepalanya.

"Cuuukuup!" Jasmine berhambur kepelukan Alvaro.
"Cukup Alvaro, ya ... ya aku tidak akan pulang. Tapi tolong hentikan menyiksa tubuhmu.

"Kau terluka olehku Jasmine" Jasmine menggeleng
"Aku tidak apa-apa, sekarang lepaskan botolmu
" tanpa menunggu lama Alvaro membuang botol ditanggannya dan membalas pelukan Jasmine.

"Maafkan aku" Jasmine hanya mampu mengangguk dalam dekapan Alvaro. Setelah mengurai pelukannya, ia membimbing Alvaro menuju kamar mereka. Tangannya sibuk membersihkan darah yang mengalir.

"Untung aku adalah dokter jadi kau tak perlu khawatir tentang lukamu. Aku dokter pribadimu Alvaro, aku juga rangkap jabatan menjadi koki sekaligus psokolog jadi aku aku akan menunggumu bercerita besok." ia sudah selesai dengan luka Alvaro dan beranjak dari samping tempat tidur.

"Kau sempurna Jasmine." tangannya terulur untuk menyelipkan anak rambut wanita dihadapannya.

"Tapi ... maafkan aku."

"Tidak masalah." Jasmine mengembangkan senyum manisnya.

"Maukah kau jadi sahabatku, maksudku sebelum aku memastikan rasaku, maukah membantuku dokter pribadiku?" Jasmine terkekeh.

"Ide bagus, jadi aku sebagai sahabat dan dokter pribadimu saat ini menyarankan untuk pada pasiennya untuk istirahat, karena besok akan menjadi hari yang melelahkan." Jasmine mengedipkan sebelah matanya.

"Kenapa besok?" tanya Alvaro bingung

"Tidak apa-apa, sekarang tidurlah Mr. Jariz."

"Dan kau mau kemana."

"Aku?" ia menunjuk dirinya sendiri
"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku."

"Aku tahu kau dokter tapi kau juga perlu istirahat Jasmine" ucapannya membuat hati Jasmine menghangat.

"Akan kupertimbangkan."

"Tak ada pertimbangan, karena ini perintah dari suamimu bukan selaku pasien." kembali Jasmine tergelak.

"Baiklah Mr aku akan tidur setelah mengirimkan E-mail untuk dokter atasanku, dan kau tidurlah selamat istirahat Mr. Jariz." ia usapkan tangannya pada rahang kokoh pria tampan itu.

Hampir dua puluh menit berlalu, Jasmine masih saja berkutat dengan laptopnya.

Sebenarnya tak ada yang ia kirim pada dokter atasannya. Ia hanya beralasan pada Alvaro.

Sport wisata yang banyak membuatnya bingung harus memilih kemana terlebih dahulu untuk di kunjungi.

Wisata yang bagus dan semua ingin ia kunjungi bersama sang suami yang sebenarnya tak pernah menganggapnya istri setelah acara sakral dua hari yang lalu. Ya, itulah yang ia lakukan setelah menenangkan Alvaro. Menelusuri google.

"Eeehh ...." Jasmine merentangkan tangan lalu menutup benda persegi tersebut.

Hampir subuh tapi matanya terasa lengket. Berjalan pelan menuju ranjang yang di atasnya Alvaro tertidur dengan nyaman.

"Pria menyedihkan, lihatlah kau masih saja tampan Mr. Jariz, sayang sekali menyia-nyiakan dirimu sendiri."

Jasmine memperhatikan setiap jengkal wajah Alvaro.

"Semoga waktu memperbaiki semuanya, aku mencintaimu Alvaro." tangannya bergerak mengambil bantal di samping Alvaro dan berlalu menuju sofa.

"Aku harap tak selamanya seperti ini, aku akan berusaha."

MELUPAKAN yang MELUPAKAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang