Bab 27

1.3K 192 11
                                    

Bab 27

Apa Aku Kembali?

"Dista, Dista. Kamu baik-baik saja?" suara itu terdengar jelas ditelingaku. "Dista! Astaga, apa yang kamu lakukan? Apa kamu menggambar ini semua? Berapa banyak waktu yang kamu habiskan?" 

Astaga, aku kenal dengan suara ini. Perlahan aku membuka mata. "Mama!!" pekikku saat melihat sosok yang kini berada di hadapanku yang tengah merapikan kertas yang berceceran di lantai. "Apa aku bermimpi?" gumamku pelan. Aku takut, aku takut ini hanya mimpi. Bukankah aku baru saja di tabrak dan terpental? Aku merasakan tubuhku sakit saat itu.

"Kamu pikir ini siapa? Bagaimana kamu bisa tidur dalam keadaan seperti ini? Rumah seperti kandang sapi!" gerutunya kesal.

Aku mencubit pipiku kemudian meringis, "Ah ini bukan mimpi" ucapku segera memeluk tubuh mama dengan erat. "Mama, Dista kangen ..." ucapku.

Mama terdiam, mungkin baginya ini aneh. Karena tak biasanya aku bersikap manja pada mama, yang dia tau, aku adalah Dista seorang peberontak dan sulit diatur. 

"Apa kamu salah minum obat?" tanyanya membuatku gemas.

"Ma, untung Mama kesini. Dista gak jadi mati" ucapku penuh syukur, aku berusaha menahan air mata yang ingin menetes. Mama menaruh tumpukan kertas yang sudah dipungutinya dari lantai, ia membalas pelukanku. "Kamu ini bicara apa?" kekehnya.

Namun mataku terhenti pada gambar yang berada di atas meja, itu terlihat jelas jika aku menggambar Alvaro. Tapi kenapa posisinya seperti itu? "Sebentar Ma" ucapku melepaskan pelukan mama dan beralih mengambil gambar itu. "Apa ini aku yang menggambar?" tanyaku.

Mama mengangguk, "Lalu siapa lagi? Di rumah ini hanya ada kamu seorang diri. Mama saja masuk ke dalam pakai kunci duplikat" jawab mama pasti.

Hatiku rasanya hancur saat ini, apa mungkin aku membuat Alvaro tertabrak? Jelas-jelas aku yang tertabrak malam itu, kenapa dalam gambaranku Alvaro. "Mama, Alvaro ketabrak Ma!!" teriakku sambil menangis memeluk mama.

"Kamu ini kenapa? Ini gambaran kamu yang buat, cerita juga kamu yang buat. Kenapa frustasi begini?" tanya mama heran. "Kamu ini terlalu lelah, ayo segera makan. Mama sudah membawa semur daging kesukaanmu" ucap Mama melepaskan pelukanku. Ia mendorong tubuhku menuju dapur. "Setelah makan, kamu bisa kembali tidur, nikmati hari libur mu. Jaga kesehatanmu, jika nanti Mama sudah tidak ada, siapa yang akan menghawatirkanmu seperti ini?" ucapnya dan itu benar-benar membuatku menangis.

"Mama, maaf belum membuat Mama bahagia. Pradista janji, kali ini akan membuat Mama bahagia. Terimakasih sudah menghawatirkan Dista" ucapku kembali memeluknya dan mengecup pipi mama cepat.

"Anak ini kenapa sih? Kamu laper kali ya? Otak sama sikap kamu gak sinkron, Mama jadi takut kalo kamu bukan anak Mama" ucapnya sambil tertawa.

"Mama, semenyebalkan itu memangnya Dista" kekehku.

***

Aku melemparkan tubuh keatas ranjang, pikiranku kacau saat ini. Bisa-bisanya kini aku kembali ke dunia nyata tanpa aku minta? Apa karena tabrakan itu? Sebentar, aku harus mengecek tanggal dan jam hari ini. Bukankah tidak mungkin jika aku tak sadarkan diri selama satu Minggu, satu bulan, bahkan satu tahun?

"Ahh tidak mungkin!!" Pekik ku berteriak, mataku melirik meja kerja dan melihat kalender. "Ini hari Sabtu, tanggal 14 September. Tidak mungkin, aku hanya tidur satu malam. Tapi rasanya berbulan-bulan berada di ceritaku. Gila! Aku mungkin sudah gila!" Keluhku mengacak-acak rambut frustasi.

Aku mengambil tumpukan kertas yang sudah selesai digambar. Sungguh, aku pun sama sekali tidak percaya, bagaimana caranya aku menggambar sebanyak ini dalam waktu satu semalam? Apa aku ini titisan Roro Jonggrang? Ah, tebakan macam apa ini?

Aku menyusun satu demi satu gambaran ku, sial! Ini semua nyata, aku menggambar semuanya. Semua kejadian yang aku alami bersama Alvaro dan Kevin ada disini bahkan nenek lampir bernama Tiara juga ada, Tuhan ... Ada apa denganku? Jika memang itu terjadi, bagaimana nasib Alvaro? Diakhir cerita dia tertabrak, apa mungkin dia mati?

"Enggak, enggak, Alvaro gak boleh mati. Ceritaku belum tamat! Aku masih bisa memperbaikinya" gumamku mengumpulkan semangat. Aku mengambil salah satu gambar Alvaro. "Lalu bagaimana jika aku merindukanmu?" Ucapku sendu sambil menatap gambar Alvaro, aku masih ingat jelas bagaimana wajah menyebalkannya saat menggodaku.

"DISTA!! Hape kamu bunyi terus tuh" teriak mama dari ruang tengah. Inilah kebiasaan mama jika datang mengunjungi ku, ia akan membersihkan seluruh sudut rumah hingga tidak ada debu yang tersisa. Ia sudah tau betapa joroknya aku ini. Hahaha Alvaro juga pernah bilang jika rumah Mikaela seperti tempat sampah akibat ulahku. "Ah, apa yang aku pikirkan sih! Itu hanya ilusi, aku hanya bermimpi!"

Aku keluar dari dalam kamar dan mengangkat telpon dari temanku Onil. "Ya Onil, kenapa?" Tanyaku.

"Ketemu yuk, ada yang mau diomongin nih" ucapnya manja seperti biasa.

Onil adalah teman laki-lakiku. Aku dan dia berbeda perusahaan namun masih dalam gedung yang sama, dia pembaca setiaku juga teman terbaik. Usianya jauh dibawah ku, tapi kami berdua cocok untuk mengobrol, apalagi jika topik yang dibicarakan adalah bos ku si hidung belang-belang. Kami sudah saling mengenal sejak awal aku bekerja.

"Ada apa sih?" tanyaku.

"Ada deh, besok ya. Pulang kerja kita nongkrong dulu, ngopi sambil menikmati senja" 

Aku terkekeh, "Penikmat senja, pecandu kopi. Asam lambung tau rasa lo!"

"Hahha, biar kaya anak indie gitu lah. Pokoknya besok kita harus ngobrol ya" pesannya lagi.

"Iya oke" jawabku setuju.

Mama yang tengah menyapu kini mendekati ku, matanya menyipit seolah menaruh curiga. "Apa Onil dan Alvaro adalah orang yang sama?" Tanya mama tiba-tiba.

Aku terhenyak, bagaimana bisa mama  bertanya hal ini padaku? Dari mana ia tau soal Alvaro?

"Hemm, sudah Mama duga kamu sudah punya pacar. Makannya sulit sekali untuk pulang"

"Ya ampun Ma, bukan gitu alasannya. Lagipula Onil sama Alvaro orang yang berbeda. Dari mana Mama tau nama Alvaro?" Aku balik bertanya.

"Kamu ngigo Alvaro ... Alvaro ..." Jawab mama bergidik ngeri. "Kaya anak ABG jatuh cinta" cibirnya.

Aku tersenyum, mendengar ucapan mama. "Sayangnya dia gak nyata Ma, seandainya nyata mungkin sudah Dista ajak ketemu Mama" jawabku lesu dan kembali berjalan menuju dalam kamar.

"Ma!! Siap-siap ya, kita jalan-jalan keluar. Kali ini Dista akan berikan apa yang Mama mau" ucapku mengedipka sebelah mata.

"Apa benar dia anakku?" Gumam mama tak percaya.

Aku hanya terkekeh, masuk kedalam kamar. "Aku akan hidup lebih baik lagi, banyak sikap buruk yang harus aku hilangkan" ucapku seraya melirik gambar Alvaro.

***









To be continued

TRAPPEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang