CHAPTER 1

43K 1.7K 11
                                    

***

Hari itu sudah genap seminggu Alicia mulai bekerja di sebuah daerah dengan populasi kecil di pinggiran kota yang lumayan jauh dari tempat asalnya di daerah perkotaan yang dengan populasi besar dan penuh dengan penduduk.

Pagi selalu membuat Alicia semangat karena ia merupakan tipe orang yang selalu bangun pagi dan dilanjutkan dengan meminum kopi andalannya.

Orangtuanya yang lumayan protektif kepadanya membuat kepindahannya kali ini menjadi pengalaman baru yang belum pernah dirasakannya.

"Pagi yang indah belum lengkap tanpa minum kopi, Jane." Ungkapnya kepada teman seapartemennya. Apartemen minimalis itu didapatkannya dengan susah payah karena masyarakat disana dominan dengan keluarga yang sudah ada secara turun-temurun dengan perumahan-perumahan tuanya.

Jane, perempuan dengan rambut pendeknya yang berwarna hitam legam mendongakkan kepalanya yang disandarkan pada meja dapur ke arah Alicia setelah memaksa diri bangun dari tempat tidurnya yang hangat dan nyaman.

"Hmm", gumamnya lalu menjatuhkan kepalanya lagi.

Alicia menyeringai memandang teman dekatnya itu. Mereka berteman sejak anak-anak karena rumah mereka berdekatan. Jane yang berprofesi sebagai pelukis itu punya kepribadian yang sangat unik menurut Alicia. Mereka berdua bagai langit dan bumi, namun mereka tidak bisa saling berjauhan sejak dulu. Jane lebih sering terbangun pada malam hari untuk menyelesaikan lukisan-lukisannya. Alasannya sendiri untuk ikut pindah tempat tinggal yaitu mencari inspirasi di tempat yang jauh lebih tenang dari pada tempat tinggalnya di perkotaan yang bising.

Keputusan sahabatnya untuk ikut dengannya sangat disyukurinya karena dia yakin orang tuanya yang super protektif itu tidak akan pernah mengizinkan ia mengambil pekerjaan di tempat yang jauh tanpa bantuan Jane.

Alicia meletakkan kopi yang dibuatnya di meja dapur kemudian ia duduk di kursi seberang tempat duduk Jane.

"Ayolah Jane, kau itu harus semangat. Kebetulan kan hari ini lumayan cerah" katanya dengan sumpringah. "Aku sudah membuatkan pancake dengan sirup coklat untukmu. Kurang baik apa aku ini, hmm?"

Jane melambaikan tangannya dengan gerakan  mengusir, "Lebih baik kau berangkat saja lah Al. Aku sangat menghargai usaha baikmu oke, tapi biarkan aku mengistirahatkan mataku sejenak saja. Rasanya kepalaku mau pecah karena kurang istirahat. Pesanan lukisanku harus selesai malam ini juga, huh." Keluhnya masih dengan mata terpejam dan suaranya terdengar seperti gumaman.

Seringaian Alicia bertambah lebar, "Hehe, kau berani mengusirku?" Matanya bersinar geli. Jane mendongakkan matanya dengan pelototan tajam ke arah Alicia, membuat perempuan itu menahan kikikan gelinya. "Baiklah, baiklah. Aku pergi sekarang, bye bye."

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Alicia yang melihat jam tangannya segera menjalankan mobilnya dengan agak terburu-buru. Untung saja jalannya sepi, jadi dia tidak perlu was-was dengan keramaian jalan yang sering menyebabkan kemacetan.

Ia cukup menikmati hidupnya di tempat yang baru ditinggalinya selama setengah bulan itu. Sebulan yang lalu, ia menerima email yang menyatakan dia diterima menjadi salah satu dokter di rumah sakit swasta yang tidak terlalu besar. Walaupun demikian, Alicia tidak keberatan. Karena menurutnya ia belum cukup berpengalaman untuk bekerja di tempat yang lebih besar.

Hari-harinya cukup menyenangkan, rekan-rekannya ramah, dan tidak banyak tindak kejahatan di kota kecil ini. Hanya ada beberapa kisah-kisah tragis kematian beberapa orang karena serangan binatang liar yang sampai sekarang ini belum pernah tertangkap meskipun banyak usaha yang dikerahkan oleh pihak yang berwenang di kota itu. Ia bergidik membayangkannya.

'Ah, pasti itu hanya sekawanan binatang liar yang hidup di hutan. Aku yakin mereka hanya menyerang ketika diganggu kan?' Ucapnya ragu berusah meyakinkan diri sendiri.

Setelah sampai di rumah sakit tempatnya bekerja, Alicia berjalan masuk ke dalam ruangan yang dipersiapkan untuknya.

"Selamat pagi, Ms Alicia." Sapa seorang petugas resepsionis yang baru beberapa hari yang lalu dikenalnya. Alicia tersenyum menjawab resepsionis bernama Amber itu.

**

Seharian itu tidak banyak yang dikerjakan oleh Alicia, karena pasien rumah sakit tempatnya bekerja tidak terlalu banyak, hanya diisi dengan orang-orang lokal yang bertempat tinggal di kota itu.

Cuaca yang diawali dengan matahari yang cerah, berubah mendung ketika mendekati sore hari. Alicia hanya bertugas sampai jam 9 malam, setelahnya ia bisa pulang. Tidak banyak yang bisa dilakukan di kota kecil itu, hanya ada beberapa restauran yang jumlahnya tidak banyak dan gedung bioskop yang tidak selalu ramai.

Namun masyarakat disana hidup dengan tenang dan damai, tidak banyak hal yang terjadi. Mungkin karena masyarakatnya tidak harus berkebutan di jalan, kriminalitas juga semakin minim karena jumlah penduduk yang kecil dan masyarakat saling mengenal dengan baik.

Pada saat jam menunjukkan pukul 9 malam, Alicia sudah berkemas dan siap untuk pulang. Beberapa rekannya masih ada yang berjaga disana. Langit sangat mendung menandakan bahwa hujan akan segera turun. Alicia terburu-buru meninggalkan ruangannya dan berjalan menuju ke parkiran mobil.

Alicia berusaha mempercepat kecepatan mobil yang dikendarainya agar segera sampai ke apartemen kecilnya yang aman.

Rintik-rintik hujan mulai turun mengaburkan pandangan matanya, ketika tiba-tiba secara samar ia melihat seseorang tergeletak di pinggir jalan yang dilewatinya. Rasa takut mencekat dirinya dan ia memelankan mobilnya ragu untuk berhenti namun hati nurani dan profesinya sebagai seorang dokter membulatkan tekadnya untuk menolong siapapun yang memerlukan dirinya.

Ia menghentikan mobilnya dan perlahan menurunkan kaca jendelanya. Sesaat dia memandangi seseorang yang setelah terlihat dari dekat ternyata merupakan seorang pria muda yang terluka pada hampir di semua bagian tubuhnya yang terbuka.

Alicia ragu apakah pria itu masih hidup atau tidak, namun setelah mendengar erangan lemah dari mulut pria itu, Alicia segera membuka pintu mobilnya dan berjalan mendekati pria misterius yang ditemukannya.

"Hei, apakah kau baik-baik saja?" Tanyanya pada pria itu sambil mengulurkan tangannya untuk mengecek denyut nadinya.

Tubuh pria itu menegang, dan perlahan matanya membuka ketika tangan Alicia menyentuh tangan pria itu, kemudian mengucapkan dengan lirih, "Mate". Pria itu memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa dimengerti oleh Alicia.

"Kau bilang apa?" Tanyanya sambil memandang wajah pria itu, "Apakah kau masih kuat?" Lanjutnya ketika mata pria itu perlahan tertutup menbuatnya lebih panik lagi.

'Pria ini sudah kehilangan kesadarannya' pikirnya panik. 'Apa yang harus kulakukan?'.



*****

Thanks for reading this story guys, hope you like it.

The Beast's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang