Santet Sewu Dino

22.4K 822 40
                                    

Keesokan harinya, mobil Sugik datang, Sri dan Dini sudah menunggu mereka, mbah Tamin yg pertama keluar, di ikuti Sugik si sopir, ia menggendong Dela di punggungnya, dan tampaknya, mbah Tamin dan Sugik sudah tahu semuanya.

yg tidak di ketahui mereka adalah, Erna meninggal.

melihat hal itu, wajah mbah Tamin merah padam, ia tidak berbicara banyak, hanya mengatakan, mereka harus membawa Erna pulang, kematian Erna di luar perkiraan mbah Tamin.

namun, ketika Sri ingin bertanya lebih jauh tentang ini,

mbah Tamin menatapnya dingin. "tutupen ae lambemu, bayi ra eroh opo-opo ae, gegabah temen" (tutup saja mulutmu, dasar bayi, tidak tahu apa-apa, seenaknya sendiri ambil resiko)

itu adalah kali terakhir Sri keluar dari hutan itu.

tidak ada percakapan apapun selama di mobil, mereka menuju kediamanya mbah Krasa.

Sri dan Dini duduk di luar rumah, di dalam, ia bisa melihat mbah Krasa tampak berbicara serius dengan mbah Tamin, entah apa yg mereka bicarakan, namun Sri tidak tahu lagi harus apa, ia hanya ingin pamit saja, namun, siapkah dia dengan konsekuensi bila ia memilih pamit.

seperti halnya dirinya, Dini pun sama, bila pekerjaan dengan gaji besar itu memiliki resiko di luar nalar seperti ini, tidak akan ada orang waras yg mau menerimanya.

setelah menunggu lama, Sri dan Dini di panggil untuk menghadap mbah Krasa.

Sri dan Dini melangkag masuk, ia di persilahkan duduk, memandang wanita yg selalu saja membuat Sri merasa segan setiap melihat matanya.

"aku melok sedih ambek nasih kancamu ndok" (saya ikut sedih mendengar nasib temanmu) "tapi, aku wes jamin keluargane, bakal oleh kewajibane-

sing pantes diterimo" (tapi, saya sudah menjamin keluarganya akan dapat semua kewajiban yg memang pantasi dia dapatkan)

"sak iki, opo sing kepingin mok omongno nang ngarepku" (sekarang, katakan, apa yg ingin kamu bicarakan sama saya)

"kulo bade mundur mbah" (saya mau mundur)

mbah Krasa memandang Sri, cukup lama, ada jeda keheningan diantara mereka.

suasana itu sama sekali tidak mengenakan bagi Sri dan Dini, sebelum, mbah Krasa tersenyum.

"boleh" (bisa) "tapi, aku ra jamin nyowomu yo ndok" (tapi aku tidak mau menjamin nyawamu ya)

Sri dan Dini melihat satu sama lain, mereka tidak mengatakan apapun lagi.

"sak iki yo opo, mundur?" tanya mbah Krasa, matanya mengintimidasi.

"mboten mbah" kata Dini dan Sri bersamaan.

mbah Krasa mengangguk puas.

"asline, raperlu onok korban, nak podo nurut ambek si mbah, mek butuh norot tok ndok, opo angel, ngerungokne wong tuwo" (aslinya tidak perlu ada korban, kalau kalian mengikuti apa yg si mbah katakan, cuma butuh nurut saja. apa susahnya dengerin orang tua)

mbah Tamin, menatap Sri

Sri menyimpan sesuatu yg selama ini ia tahu, bahwa dalang di balik semua ini adalah si mbah Tamin sendiri, namun, Sri masih merasa ia tidak memiliki bukti apapun, mata mbah Tamin seperti mengawasinya, tidak memberinya ruang leluasa untuk bicara dengan mbah Krasa secara pribadi.

SEWU DINO (1000 HARI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang