part3

110 8 0
                                    

Kemudian sampailah di titik paling menakutkan.

"Tipak talas"kalau kata pak Azis, sebuah batas dimana rombongan anak-anak di larang keras melintas sebuah setapak jalan yg dibuat serampangan, dikiri kanan, ada "kenapa tidak boleh pak?"tanya chocho penasaran.

Pak Azis diam lama, seperti sudah menyiapkan jawaban namun ia enggan mengatakanya.

"Itu adalah hutan belantara, gak ada apa-apanya, hanya mempertimbangkan, takutnya kalau kalian kesana,hilang, tersesat, lalu bagaimana?"

Sekali lagi, jawaban itu cukup membuat Sarada yakin itu bukan yg sebenarnya, namun, perasaan merinding melihat jalanan setapak itu, nyata.
Observasi ketika pak Azis mengantar rombongan kembali kerumah beliau.

Ketika kembali, boruto dan shikadai bertanya, dimana kamar mandi , ia tidak menemukan tempat itu ditempat mereka menginap, rupanya, setiap rumah desa ini tidak ada satupun yg punya kamar mandi.
Alasan kenapa tidak ada satupun rumah yg memiliki kamar mandi adalah karena sulitnya akses air.

Tapi pak Azis menjelaskan, di bagian selatan shinden, samping sungai, ada sebuah bilik dengan kendi besar di dalamnya, Disana, bisa digunakan mandi.
Tidak berhenti di situ, pak Azis mengatakan bahwa, mulai hari ini, kendi di dalam bilik akan di usahakan selalu terisi penuh, terutama untuk mandi anak perempuan.

Untuk laki-laki, bisa mengisi air kendi dengan cara menimba air di sungai.
Semua anak tampak paham, meski muka boruto dan shikadai tampak keberatan, namun mereka tidak dapat melakukan apa-apa.

Sekembalinya ke penginapan, Sarada melihat sumire tengah tidur, hari itu di akhiri dengan rapat dengan semua anak, lalu kembali ke kamar untuk mengerjakan laporan.
Sore menjelang malam.

Sumire sudah bangun, saat itu juga, Sarada memintanya untuk mengantarkan dirinya pergi ke kamar mandi di bilik samping shinden, awalnya sumire tampak tidak mau, tapi karena di paksa, akhirnya ia ikut dengan catatan, sumire adalah yg pertama masuk bilik.
Sarada setuju ia gak berpikir aneh-aneh.

Selama perjalanan, ia melihat setiap rumah yg di lewatinya, rata-rata sama, semua rumah tepan (tembok di depan) kiri-kanan dari gedek(bambu dinyam), langit Sudah merah, dan setelah menempuh jarak lumayan, akhirnya mereka sampai di shinden.
Bangunan shinden itu menyerupai candi kecil, bedanya, kolamya persegi 4 dengan air yg jernih tapi berlumut, setelah cari-cari di shinden, ketemulah bilik itu tepat di samping pohon asem, yg benar sekali, rinding, tapi mengerikan.

Sempat ragu, tapi Sarada bilang lanjut.
Rupanya benar, ada kendi besar di dalam bilik itu.

Air juga sudah penuh di dalam kendi, sumire pun masuk,sementara sarada menuggu di depan bilik, matanya tidak bisa melepaskan diri dari bangunan shinden yg entah kenapa seolah menarik perhatiannya, di sampingnya, ada sesajen itu.
Dari dalam bilik, terdengar suara air bilasan dari sumire, setelah mencoba mengalihkan perhatian dari shinden, Sarada baru sadar, ada aroma kemenyan di dekat tempatnya berdiri, di telesurilah wewangian itu, benar saja, di samping pohon asem itupun ada sesajenya.
Yg lebih parah, bara dari kemenyan baru saja di bakar.

Antara takut dan kaget, Sarada kembali ke pintu bilik, dan dari dalam, sudah tidak terdengar suara air bilasan.

"Sum" "sum" teriak Sarada sembari menggedor pintu kayu, anehnya, hening, tidak ada jawaban dari dalam.
Masih berusaha memanggil, terdengar sayup suara lirih, lirih sekali sampai Sarada harus menempelkan telinganya di pintu bilik.

Suara orang sedang berkidung.

Kirinya sendiri menyerupai kidung Jawa , suara nya sangat lembut, lembut sekali, seperti seorang biduan.
"Sum. Bulak sum!! Bulak" spontan Sarada menggedor pintu dengan keras, dan ketika pintu terbuka, sumire melihat Sarada dengan expresi wajah panik.

KKN Di Desa Penari Versi SaradaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang