2

48 5 0
                                    

Selamat datang di hari kedua dalam hidupku. Hari ini rencananya aku dan ibu akan pergi ke Busan. Tapi, ibu masih sibuk dengan ponselnya.

"Eomma, kapan kita bisa berangkat?" tanyaku memelas.

Pasalnya ibu janji pukul sebelas akan berangkat. Tapi ibu masih sibuk dengan dunianya.

"Eomma, ayo berangkat."
"Ini sudah hampir siang."

"Iya iya baiklah."

Aku sebenarnya juga tidak tahu apa tujuan eomma membawaku ke Busan. Jarang-jarang ibu mengajaku ke sana. Biasanya hanya seorang diri. Tapi aku juga ada keinginan untuk bertemu nenek.

Dan sudah sedari tadi ibu dan aku menunggu di halte.
Bus biasanya sudah menghampiri halte. Tapi kali ini sepertinya agak telat.

"Bu . . kita mau kemana?" rasanya aku ingin uring-uringan saja. Matahari sedang terik-teriknya tapi ibu terus berdiri di halte.

"Bersabarlah, bus nya akan segera datang, dan," ibu memotong kalimatnya karena busnya tiba-tiba datang.

Astaga

Aku segera naik ke bus, lalu menanyakan perihal perkataan ibu tadi.

"Bu . . tadi terpotong,"

"Apanya yang terpotong?" ibu malah balik bertanya. Maklum, sudah tua.

"Perihal mengapa aku dibawa ke Busan, bu."

"Kedua masa depanmu ada disana, jangan sia-siakan."

Maaf, apa aku tidak salah dengar? Masa depan? Ini tentang siapa atau dimana?

"Keduanya? apa maksud ibu?"

"Bersiaplah, ayah menunggumu disana, "

Aku benar benar benci sinopsis, jika aku tanyakan pasti tidak berujung. Tapi sepertinya, ibu mulai menyukai sinopsis.

Firasatku, lagi lagi salah.

Setelah sekian lama perjalanan Daegu menuju Busan, akhirnya aku tiba juga di kota ini. Lama tidak berjumpa dengan rumah nenek semakin membuat aku linglung, yang mana rumah nenek?

Ibu ternyata tidak mengantarku tepat sampai tujuan. Ia bilang ada urusan lain, jadi akan datang esok hari setelah urusannya selesai.

Masalahnya, aku sudah lupa seperti apa bentuk rumahnya. Seingatku rumah tua itu punya halaman besar di depannya, serta ditanami pohon besar.

"Permisi, apa kau tahu dimana rumah nenek Park?" tanyaku pada seseorang.

"Ah- kau siapanya?"

"Aku cucunya."

"Oh baiklah, biar ku antar,"

Sebentar, aku seperti pernah mengenal wajah orang yang mengantarku, tapi kapan? Dan dimana? Tampak seperti familiar, tapi aku tetap tidak bisa mengingat siapa dia? Apa pernah hadir dalam kehidupanku?

Dia berjalan tepat di depanku, posturnya tidak terlalu tinggi dengan model rambut curly nya. Siapa dia? Daripada aku terus-terusan bertanya tentang siapa dia, aku melangkahkan kaki lebih cepat agar berjejer dengan tubuhnya.

"Siapa namamu?"

"Kau bertanya padaku?"

"Ya kita hanya berdua, siapa lagi yang mau kutanyakan selain dirimu?"

"Siapa tau kau hanya sedang latihan berdialog, atau barangkali sedang bermonolog?"

"Ahaha tidak, aku serius. jawab saja pertanyaanku, kalau tidak ingin ya aku juga tidak memaksa."

coordi noonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang