Langkah pria muda diakhir dua puluhan itu menderap diantara lorong putih yang lenggang. Hatinya bergetar, seolah tak percaya pada kenyataan. Beberapa menit yang lalu sekretarisnya menghubungi jika Jeon Jungkook sudah sadar.
Jeon Jungkook baru saja pingsan setelah membuat ulah mencium seorang gadis SMA ditengah umum. Dan meninggalkan masalahnya begitu saja kepada pria muda berstatus sebagai sepupunya.
Biasanya Jungkook akan tertidur paling sedikit dua hari setelah kejadian yang membuatnya terguncang. Dengan sebuah fakta bahwa hanya jiwanya yang akan tertidur. Ada jiwa lain yang akan terbangun. Jiwa berbeda dengan tubuh yang sama.
Seokjin melihat dokter pribadi Jungkook dan sekretarisnya berdiri mengamati layar dimana Jungkook duduk diatas ranjang.
"Katakan apa yang terjadi!." Kedua orang itu memberikan ruang bagi Seokjin untuk melihat.
"Saat pingsan kami membawanya kesini, tidak membutuhkan waktu lama Jeon Jungkook kembali sadar." Dokter Park menjelaskan kejadiannya.
"Anda yakin dia Jeon Jungkook?." Seokjin memastikan.
"Ya. Seluruh ekspresi dan tindakannya milik Jeon Jungkook." Kini mereka melihat Jungkook menghadap kamera. Mengacungkan jari tengahnya sambil mengumpat. Dari gerakan bibirnya, Seokjin tahu jika kini Jungkook berkali menyebut namanya dengan embel-embel brengsek.
Ada rasa tak percaya memenuhi kepala Seokjin, namun dia ingin percaya. Dia ingin keajaiban terjadi disini. Buru-buru memutar tubuh untuk memastikan yang terjadi. langkahnya tak bisa lagi disebut sebagai langkah, dia berlari. Hingga kakinya berdiri didepan pintu yang mengurung sepupunya.
Merapalkan doa disetiap nafas memburunya. Kumohon. Pria muda itu membuka ventilasi kecil itu.
"Kim Seokjin sialan!. Kenapa aku kembali lagi kesini?." Jungkook melemparkan bantalnya hingga mencapai pintu. Pria dengan pakaian rumah sakit itu turun. "Kau harus membayarnya!. Keluarkan aku sekarang!."
Berjalan hingga sampai di hadapan Kim Seokjin. Hanya pintu yang membatasi tubuh mereka. "Kau harus membayar mahal jika aku kehilangan Nara lagi!."
Seperti tersambar petir, mendengar nama itu keluar dari bibir Jungkook. Dia mengingat gadis kecil itu sebagai Nara. "Kau tahu berapa lama kau tidur?." Seokjin mengalihkan pembicaraan. Dia hanya memastikan bahwa keajaiban benar-benar terjadi.
Jungkook mengangkat bahunya bersamaan. Tidak penting juga dia mengetahuinya. Sekarang yang lebih penting adalah bagaimana dia bisa bertemu lagi dengan Nara. "Kau harus menunggu sampai besok Jeon. Aku harus melakukan sesuatu dulu." Tanpa banyak hal yang dilakukan, Seokjin meninggalkan Jungkook yang mengumpat dengan seluruh kata kasar dalam kamusnya.
Pria muda itu harus segera menghubungi seseorang yang akan sama terkejutnya dengannya. Mungkin saja akan setuju dengan ide yang baru saja muncul dalam kepalanya.
***
Lagi-lagi hujan. Lagi-lagi aroma tanah basah menguar memenuhi atmospher Seoul. Belum lagi terkadang suara petir menggelegar diudara.
Beberapa siswa lebih memilih tinggal dikelas, mengobrol santai sambil menunggu reda. Begitu juga dengan Nara yang masih dengan hikmatnya mencoret-coret bukunya.
Mereka benar soal hujan yang akan membawakan serpihan kenangan, karena saat ini gadis dibangku akhir SMA itu menemukan kenangannya. Sejujurnya kenangan indah sebelum akhirnya menjelma menjadi menyedihkan setelah ungkapan perasaannya pada Taehyung beberapa hari lalu.
YOU ARE READING
Another
FanfictionSemua kisah membutuhkan akhir, tak peduli bagaimana wujudnya, tak peduli kapan datangnya. Akhir akan melengkapi kisah itu, menjadi penutup bagaimana kisah itu ternamai. Kisah membahagiakan ataupun kisah sedih. Namun bagaimana jika kisah yang harusn...