Ini cerita biasa. Terlalu biasa malah. Tapi saya tidak bisa membatasi imajinasi saya untuk mempublishnya.
Cerita ini bisa singkat. Tapi bisa juga tidak! Tergantung mood menulis nanti. Alurnya berantakan. Antara masa lalu dan masa kini.
🌷☘🌷☘🌷☘
Angin
Terduduk disini, dibawah rinai hujan. Menatap pohon cemara yang baru selesai ditanam. Sebuah tanda peringatan bahwa sesuatu pernah hadir dalam hidupnya. Ada janin putranya dibawah sana, yang ia renggut paksa dari rahim Kinanthi. Perempuan yang tak ingin dinikahinya. Tapi sangat dicintainya. Perempuan yang mampu membuat dadanya berdebar dan tempat rindunya berlabuh. Perempuan yang membuat tidurnya tak lelap kala dibakar api cemburu!
Angin hanya terpaku. Minggu lalu. Ia membawa janin itu kemari. Dimakamkannya dibelakang rumah. Tak ada nisan dan upacara. Karena tidak tahu nama apa yang harus diberikan.
Maafkan ayah, maafkan ayah! Engkau adalah bagian dari diri ayah dan ibumu. Sebuah penyatuan yang sudah lama ayah inginkan. Sebuah mimpi yang telah lama ayah pendam. Punya keluarga kecil! Punya kamu dan adik adikmu! Tapi kita tidak berjodoh.
Adakah lagu yang lebih pedih dari ini? Adakah luka yang lebih dalam dari ini? Ayah sudah mencoba lari. Tapi ayah tidak sanggup. Bayangan ibumu selalu datang. Ayah akan mengenangmu, merindukanmu dan tetap mendoakanmu. Tapi jangan pernah menyebut nama ayah dihadapanNya. Karena ayah, bukanlah tempatmu bermanja. DIA akan menambah setiap jengkal hukuman ayah.
Ada rindu akan engkau dalam diri ayah, membayangkan kelak kita bisa berenang bersama, bermain bola. Menggoda ibumu di dapur. Banyak yang bisa kita lakukan. Tapi ego ayah menghentikan semuanya. Apakah engkau terluka karena keputusan ayah?
Tadi pagi Kinanthi tahu kebenaraan yang dipendamnya. Perempuan itu mengamuk. Melempar semua benda yang ada di dekatnya. Tapi tak lagi berkata kata. Kalimatnya sudah habis. Angin tertunduk, hanya diam. Ia tidak punya jawaban apapun atas tindakan Kinan. Karena tidak tahan, akhirnya ia melangkah kemari.
Tadi, diambilnya bibit pohon cemara yang sudah lama dibeli. Ditanamnya pohon itu tepat diatas pusara anaknya. Inilah namamu. Cemara! Entah engkau laki laki atau perempuan. Ayah minta maaf. Ayah minta maaf, ayah minta maaf!
Angin terpaku, menatap tembok yang begitu tinggi di depannya. Sama dengan hidupnya yang sudah berhenti pada satu titik. Kinanthi adalah mimpinya sedari kecil. Alasannya untuk tetap tersenyum. Dan nafasnya kala beban hidup terasa sedemikian berat.
Dan sekali lagi, hidup merenggut semua sumber kebahagiaannya.. Teringat kemarahan sang belahan jiwa. Tapi kali ini tidak ada teriakan. Hanya ada tatapan kosong dengan derai air mata yang tak pernah habis. Bukan ini yang ia inginkan. Lebih baik Kinan memarahinya, memakinya. Tapi tolong, jangan mendiamkannya.
Ia tidak bisa hidup tanpa mendengar suara Kinanthi. Ia akan hancur kalau Kinanthi memilih pergi. Tapi apa yang terjadi sekarang? Separuh nafasnya ingin pergi. Bagaimana ia akan menjalani hari hari kedepan? . Angin tahu ia takkan sanggup! Sekali lagi, ia akan mencoba memberi penawaran pada Kinan. Ia akan berusaha sekuat yang ia bisa. Kinannya harus tetap disini. Menemaninya sampai akhir hidupnya.
Dan semoga kelak saat kematian menjemputnya lebih dulu. Ia masih bisa merasa bahagia. Saat Kinan mengantarkan kepergiannya. Meski mungkin dengan senyum penuh bahagia. Karena terlepas dari seorang iblis bernama Mata Angin.
***
Kinanthi
Angin adalah jelmaan iblis. Laki laki itu tidak hanya merenggut mimpinya. Tapi juga bayinya. Kinan memang terkejut saat mengetahui bahwa dirinya hamil. Ia tidak siap, tapi bukan berarti pria laknat itu bisa seenaknya merenggut bayi yang tengah tumbuh dirahimnya.
Minggu lalu, ia menangis. Antara bingung, sedih dan bahagia. Mereka tidak terikat pada perkawinan. Karena Angin tidak menginginkan pernikahan. Pria itu hanya membutuhkan teman diatas tempat tidur. Dan janjinya adalah. Kinan akan bebas setelah memberinya keturunan.
Tapi apa yang terjadi? Pria itu malah merenggut janin yang tak berdosa dalam rahimnya. Agar bisa terus memenjarakannya! Ia sendiri ada di dirumah ini sebagai tawanan. Agar panti asuhan tempatnya dibesarkan tetap.bisa berdiri kokoh. Agar adik adiknya yang tinggal disana tetap punya tempat berteduh. Dan semua tergantung pada Kinanthi. Kalau ia memilih pergi, maka mereka semua akan jadi gelandangan dan kelaparan. Kinanthi kembali menangis. Tak ada lagi kata kata yang keluar dari bibirnya.
Mbok Jum, dan beberapa orang asisten membersihkan kamar yang tampak hancur. Dua orang satpam mengangkat cermin dan lemari yang kacanya telah menjadi serpihan kecil. Suara penghisap debu tidak lagi mengganggunya. Ia merasa kosong. Hampa! Dan entah kalimat apa yang bisa menggambarkan perasaannya.
Tak lama semua sudah bersih kembali. Entah darimana, sebuah lemari dan cernin yang baru telah ada di dalam kamar. Pakaian yang tadi berada diatas tempat tidur, kembali dimasukkan. Dan akhirnya dalam sekejab, semua bersih.
Perlahan Kinan merebahkan tubuhnya. Penyakit vertigo kembali menghampiri. Semua terasa berputar. Ia mual. Terasa mbok Jum memijat kakinya yang dingin. Dibiarkannya saja. Toh tidak ada kalimat yang ingin diucapkan.
"Kinan makan sedikit ayo nak. Supaya kamu minum obat."
Dirumah ini tidak boleh ada penolakan. Maka ia hanya mengangguk pelan. Dengan sigap perempuan tua yang dulu menjadi pengasuh Angin itu menyuapinya dengan teliti. Pelan dan penuh rasa keibuan. Memberikan obatnya dan kembali memijit kakinya.
Tak lama, ada suara langkah memasuki kamar. Tanpa membuka mata Kinan tahu. Itu adalah Angin.
"Dia sudah makan dan minum obat?" Terdengar suara pria itu pelan.
"Sudah, tapi vertigonya kambuh."
"Nanti aku tanya dokter mbok. Apa obat vertigonya bisa diminum bersama antibiotiknya."
Akhirnya pijatan dikaki Kinan terhenti. Tubuhnya kemudian diangkat oleh sepasang tangan kokoh milik Angin. Ia enggan membuka mata. Namun akhirnya kecupan dikening serta bisikan ditelinganya kembali menguarkan rasa marah yang belum sepenuhnya tuntas.
"Selamat tidur Kin, mimpi yang indah. Dan jangan pernah berpikir untuk pergi dari sini. Karena itu takkan pernah terjadi."
Kinan tidak ingin tidur, ia juga tak ingin bermimpi. Ia hanya ingin pergi dari sini. Ia benci Angin sekaligus terlalu mencintai panti.
***
Medan, 16 sept 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTIMU DIUJUNG RINDU / TERBIT DI NOVELTOON
Ficção GeralAngin Maafkan Ayah! Kinanthi Kamu yang salah, kamu merenggutnya dariku.