RANJANG BERGILIR

75 3 0
                                    

Di pertambangan ini, mayoritas pekerja memang laki-laki. Tidak heran kalau perempuan dianggap kemewahan di lahan tandus ini.

Setiap pekerja di sini punya rahasia masing-masing bagaimana menyalurkan hasrat mereka. Tambang dan penjara tidak jauh berbeda. Sama-sama terkurung, jauh dari keluarga, miskin hiburan.

Ada petugas administrasi yang berkunjung sekali seminggu ke sana. Perempuan. Masih muda. Belum 30 tahun. Tidak cantik. Tapi bertubuh aduhai. Dan di tempat yang jauh dari peradaban seperti ini, tampang menjadi urutan terbawah. Yang terpenting bisa menjadi sarana pelampiasan fantasi para buruh tambang.

Sudah menjadi rahasia umum kalau Rona adalah ranjang bergilir. Hampir semua buruh di sana sudah merasakan empuk dan hangat tubuhnya. Ranjang yang bisa naik turun tanpa perlu sistim pengaturan elektronik. Bisa memanaskan sendiri. Dan hanya meminta imbalan senilai gincu atas jasa pelayanannya.

Hanya Magma yang tidak pernah menyentuhnya. Meskipun Rona sudah terang-terangan menggodanya.

"Saya kasih gratis," bisik Rona di suatu siang yang terik, hingga keringat meleleh dari leher ke belahan dadanya yang membuncah. Lelaki normal mana pun pasti tidak tahan untuk tidak segera meremas kedua bukit yang menantang ditaklukkan.

Tapi tidak Magma. Ia bergegas meninggalkannya tanpa berminat sedikit pun.

"Dasar laki-laki aneh!" cela Rona menahan kecewa. "Kalau bukan homo, pasti impoten!"

MAGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang