MBSZ 1

6 1 0
                                    

Jakarta, 2 Oktober 2010

Kevin dan Arya buru-buru masuk ke dalam rumah, mereka segera mengunci pintu dan menghalanginya dengan kursi dan meja. Untuk ukuran orang yang habis dikejar zombi, mereka sama sekali tidak terlihat ngos-ngosan, namun tetap saja jantung mereka berdebar kencang.

"Gue bilang juga apa, Ar, teori paradoks zombi gue bener kan?" ucap Kevin sambil tersenyum bangga.

"Iya deh, gue akui kalau lo emang temen gue yang paling cerdas, bahkan di saat kota ini lagi diserbu pasukan zombi, pemerintahan kolaps, militer chaos, dan temen-temen kita jadi makhluk dekil pemangsa otak," ujar Arya.

Teori paradoks zombi yang dicetuskan oleh Kevin berkat hobinya menonton film horor sebenarnya terdiri dari beberapa poin, namun hanya salah satu dari poin-poin tersebut yang telah menyelamatkan mereka hari ini. Kevin menegaskan bahwa meski zombi-zombi bergerak dengan sangat lambat, namun apabila kita berusaha berlari dengan sekencang-kencangnya, kita justru akan tertangkap oleh mereka. Itu terdengar sangat paradoks. Bagaimana mungkin zombi yang gerakannya lebih lambat bisa menangkap manusia yang gerakannya lebih cepat? Mudah saja, menurut Kevin, ketika manusia berlari dengan percepatan yang tinggi, energinya akan cepat terkuras, dan ketika energinya mendekati nol, maka manusia itu akan kelelahan dan kecepatan larinya berkurang drastis. Di sisi lain, para zombi, meskipun gerakannya sangat lambat, tapi mereka bergerak dengan kecepatan yang konstan, sehingga energi mereka tidak cepat terkuras. Dengan perhitungan sederhana dapat dibuktikan bahwa pada akhirnya manusia yang berlari paling cepat akan ditangkap oleh zombi yang berjalan paling lambat.

Kevin dan Arya dapat selamat dari kejaran zombi di luar sana karena mereka berlari kecil seperti jogging di depan para zombi yang merangkak pelan. Mungkin agak sulit mempercayai keabsahan teori ini, tapi Arya tak mau tahu, yang penting ia bisa pulang ke rumahnya dengan selamat.

"Kenapa ya, orang-orang bisa berubah jadi zombi?" tanya Arya sambil duduk di sofa ruang tamunya sambil berusaha menenangkan diri.

"Hmm..., kalau berdasarkan pengalaman gue sih...."

"Pengalaman? Lo udah pernah diserang zombi sebelumnya?" potong Arya.

"Ya, sering. Resident Evil satu sampai lima gue udah tamat. Left 4 Dead, House of The Dead, trus juga...."

"Maksud gue, di dunia nyata."

"Oh."

"Aaaaaa...!"

Tiba-tiba suara jeritan perempuan memotong ucapan Kevin. Suara jeritan yang melengking tinggi itu berasal dari lantai dua. Mereka terdiam, lalu saling pandang satu sama lain. Ada yang tidak beres dengan suara jeritan itu, ada sesuatu yang memilukan dan membuat mereka merinding.

"Siapa Ar?" tanya Kevin pelan.

"Nggak tau. Setahu gue di sini nggak ada orang lain selain kita," jawab Arya.

"Aaaaaa...!"

Suara jeritan itu terdengar lagi, kali ini terdengar lebih dekat, lebih nyaring. Lalu suara langkah kaki yang tak beraturan terdengar dari arah tangga di seberang ruang tamu. Arya dan Kevin mundur selangkah, lalu mencari-cari sesuatu yang dapat digunakan sebagai senjata. Gagang sapu dan asbak, cuma itu yang bisa mereka temukan. Suara langkah itu semakin dekat, menuruni tangga dengan perlahan. Kevin melangkah maju dengan hati-hati ke dekat dinding di sebelah tangga, sambil mengangkat gagang sapu dan bersiap mengayunkannya. Kalau itu zombi, maka ia harus memukul kepalanya, atau setidaknya mencolok matanya.

Kevin melihat bayangan sosok itu lewat di dekatnya, namun sebelum ia sempat mengayunkan sapu yang ada di tangannya, Arya berteriak mencegah.

"Itu bini gue!" teriak Arya.

Mereka Bilang Saya ZombieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang