Matahari sedang terik-teriknya ketika sepeda motor Haechan baru saja tiba di halaman parkir café yang cukup terkenal di kota. Ia bergegas masuk dan mengedarkan pandangan, mencari seseorang yang mengajaknya bertemu siang ini, Johnny.Oh, sepertinya ia bukan akan menemui seseorang, tapi dua, ketika netranya melihat ada perempuan yang duduk di kursi sisi kanan Johnny. Haechan mengembuskan nafas kasar sambil berjalan menghampiri mereka.
"Assalaamu'alaikum."
Haechan mendudukkan diri di bangku di hadapan Johnny. Ia melirik gadis di sebelah Johnny yang sedang tersenyum ke arahnya. Sebuah senyuman yang begitu terlihat canggung di netra Haechan.
"Wa'alaikumussalaam."
"Pak, maaf telat, ya. Tadi Haechan jemput Bunda dulu di pasar, hehe."
"Santai, Chan, kita juga belum lama kok sampenya. Iya 'kan, Run?" Johnny melirik gadis itu.
"Eh, iya. Belum lama kok."
"Bunda kok nggak ikut, Chan?"
"Oh, iya, Pak. Bunda minta maaf nggak bisa ikut, soalnya mau bikin pesenan kue dari tetangga. Buat nanti sore sih, katanya."
Johnny mengangguk-angguk kemudian menyodorkan buku menu, "pesen dulu, nih, Chan."
Haechan mengangguk sambil menerima buku menu itu.
Setelah memesan, Haechan kembali memusatkan pandangannya pada dua orang di hadapannya.
"Chan, kenalin, ini keponakan saya, Arruna Laurasena."
Masih dengan senyuman canggung yang sama, gadis itu mengulurkan tangan kanannya ke arah Haechan yang segera disambut oleh laki-laki itu.
"Runa."
"Lee Dong Hyuck, tapi panggil aja Haechan."
Setelah perkenalan Haechan, ponsel milik Johnny berdering, "bentar, ya. Saya mau angkat telepon dulu. Kalian ngobrol dulu aja." Ia buru-buru beranjak dari duduknya dan pergi ke depan café.
Setelah itu, Haechan dan Runa sama-sama diam untuk beberapa saat.
"Masih kuliah?" Tanya Haechan, membuat gadis yang sedang menunduk itu menatapnya.
Gadis itu mengangguk.
"Jurusan?"
"Akuntansi."
"Semester?"
"Lima."
Haechan tersenyum. Gadis itu selalu menjawab pertanyaan Haechan sekenanya. Padat, singkat, jelas.
Ia tetap berusaha membangun obrolan dengan gadis itu, sebuah kebiasaan Haechan apabila bertemu dengan orang baru. Meskipun, ia juga ingat, bahwa ia masih belum sepenuhnya menerima perjodohan dengan gadis ini.
"Maaf, ya, lama," Johnny datang dan kembali duduk.
Sekembalinya Johnny, mereka bertiga terlibat dalam obrolan yang cukup serius. Tentang apa lagi kalau bukan perjodohan?
"Chan, tolong jangan mikir saya menjodohkan kamu sama Arruna karena meminta balas budi dari kamu, ya?"
Seperti yang Haechan duga, kalimat semacam itu akan kembali disampaikan Johnny. Haechan menatap Runa yang sedari tadi lebih banyak diam.
Haechan menggeleng, "nggak kok, Pak."
"Runa," panggil Johnny yang membuat gadis itu kembali mengangkat wajahnya.
"Runa nggak apa-apa, Om. Runa paham. Ibu 'kan?" Lirihnya.
Raut sendu tergambarkan di wajah gadis itu meskipun bibirnya lagi-lagi tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur - [Haechan]
FanfictionBukan kehidupan jika itu hanya manis, jika itu hanya pahit. Setelah sejauh itu berjalan, akhirnya ia paham, sebanyak apapun ia berencana, pada akhirnya alur kehidupan dari Tuhan-lah yang akan membawanya, pada sesuatu yang lebih manis dari perkiraann...