Sinar matahari mulai menghangatkan atap-atap rumah, gedung, serta muka jalan yang ramai dengan para pejalan kaki ketika Arruna telah sampai di area car free day di salah satu ruas jalan kota itu. Rasa kantuk yang semula masih menyelimutinya, ia coba hilangkan ketika netranya menangkap bayangan seorang laki-laki yang sedang duduk di tepi trotoar, tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Mas Jeno?" Panggilnya pelan sambil duduk di samping laki-laki itu, Jeno.
Jeno yang sedang memainkan ponselnya kemudian menoleh. Bibirnya membentuk senyuman lebar hingga matanya menyipit.
"Hai, Run."
Melupakan sudah seberapa lama mereka tidak pernah bertemu kembali setelah bertahun-tahun, mereka mengobrol tanpa canggung. Sesekali gelak tawa tercipta di tengah obrolan mereka.
Satu dua jam berbincang, Runa sadar, tidak banyak yang berbeda dari laki-laki itu. Jeno masih terlihat seperti Jeno yang sama seperti beberapa tahun lalu. Jeno yang murah senyum. Jeno yang tampan. Jeno yang senang bercerita banyak hal. Jeno yang masih suka memelihara kucing. Jeno yang masih tak suka makanan pedas. Jeno yang selalu punya banyak pengagum.
Jeno yang berjalan di samping Runa sedikit menundukkan kepalanya, menatap ke arah gadis itu. Tingkah Jeno ini terlihat dari ekor mata Runa yang sedang memainkan botol air mineral di tangannya. "Run," panggil laki-laki itu.
Runa menoleh, "apa?"
"Aku kira, lama nggak ketemu, kamu bakal banyak berubah, Run."
"Emangnya enggak?"
Jeno menggeleng, "masih secantik dan semenggemaskan dulu."
Baiklah, Jeno juga tidak banyak berubah dalam hal yang satu itu.
Jeno yang kerap menjadi faktor munculnya debaran aneh di jantung Arruna.
Tidak boleh.
Tidak boleh suka sama Mas Jeno lagi.
Batin Runa berujar, untuk dirinya sendiri.
Runa menggembungkan pipinya, berharap rona merah yang muncul tiap gadis itu tersipu tidak akan muncul di sana.
"Run."
Runa menatap kembali laki-laki yang berjalan di sampingnya itu. Ah, ya, ada satu-dua hal yang kiranya terlihat berubah cukup banyak dari Jeno. Suaranya yang menjadi lebih berat daripada ketika beberapa tahun lalu, serta massa otot di lengannya yang semakin terbentuk.
"Iya?"
Jeno tersenyum lantas meneguk habis air di botol dalam genggamannya hingga tandas, "kamu lucu kalau salah tingkah begitu."
Jeno benar-benar tidak banyak berubah, ia masih Jeno yang senang sekali menepuk kepala Runa dengan lembut, seperti detik ini.
-
Haechan berjalan pelan menyusuri koridor rumah sakit yang sedikit ramai. Ia beberapa kali tersenyum, membalas sapaan dari perawat dan pasien yang berpapasan.
Ia menghentikan langkahnya di kantin rumah sakit, berniat memesan menu sarapan. Di akhir pekan begini, rumah sakit terasa lebih ramai. Mungkin karena hanya di hari ini saja orang-orang yang biasa beraktivitas padat pada hari kerja dapat menyisihkan waktunya sebentar untuk sekadar memeriksa kesehatan diri, menjenguk sanak keluarga atau kawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur - [Haechan]
FanfictionBukan kehidupan jika itu hanya manis, jika itu hanya pahit. Setelah sejauh itu berjalan, akhirnya ia paham, sebanyak apapun ia berencana, pada akhirnya alur kehidupan dari Tuhan-lah yang akan membawanya, pada sesuatu yang lebih manis dari perkiraann...