Awal

16 4 8
                                    


Goresan-goresan orange di langit menegaskan bahwa, saatnya senja yang akan menemani mereka yang sibuk lalu-lalang kesana kemari. Gadis dengan rambut sebahu itu menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya sehingga rambutnya sudah berantakan oleh angin, Ia duduk di kursi taman yang menghadap jalan raya seorang diri dan masih mengenakan seragam sekolahnya, Ia melihat kearah jalan yang begitu ramai dengan kesibukan diri masing-masing. Gadis itu menghela nafasnya, seakan sudah frustasi dengan kehidupannya saat ini.

Lalu, Ia pun bangkit dari kursi itu dan berjalan menuju rumahnya yang tidak jauh dari taman tersebut. Ia membuka pagar berwarna putih itu lalu memasuki halaman rumah yang bercat kuning, dari luar rumah itu sangat nyaman untuk ditempati apalagi ditambah adanya halaman yang begitu luas, di depannya terdapat taman kecil dan di samping kirinya terdapat kolam ikan yang tidak terlalu besar. Tapi, orang luar tidak mengetahui bagaimana keadaan di dalam rumah tersebut.  Ia pun mengetuk pintu tersebut dan keluarlah seorang wanita cantik.

“ Assalamu’alaikum, Syila pulang.” ucap gadis itu sambil menyalami ibunya.

“ Wa’alaikumussalam,eh kok kamu pulangnya soreh banget La?”

Ya, gadis itu bernama Arsyila Al-Fatunnisa, biasa dipanggil Lala kalau di rumah, tapi jika di sekolah teman-temannya sering memanggil Ia Syila. Gadis itu anak kedua dari dua bersaudara, Ia memiliki Kakak laki-laki dan mereka berdua satu sekolah. Umur mereka hanya beda setahun, abangnya sekarang duduk dikelas 12, sedangkan Syila duduk di bangku kelas 11. Wanita cantik itu adalah mamanya dan menatap putri satu-satunya itu.

“ Iya, tadi ada kerja kelompok dulu Ma.” jawab Syila seadanya lalu ia masuk kedalam kamarnya dan langsung merebahkan diri di atas kasur yang berseprai Hello Kitty itu dan bersiap untuk menutup mata, tapi Ia urungkan karena mendengar suara teguran dari luar.

“ Jangan langsung tidur La, mandi dulu habis tuh makan dan langsung sholat.” tegur sang mama dari luar kamar. Syila hanya bergumam malas, tapi tetap melaksanakan apa yang disuruh ibunya tadi. Ia pun bangkit dari kasur dan bersiap untuk mandi.



****




“ Gimana sekolahnya tadi La, lancar?” tanya Ani disela makannya.

Sekarang mereka berdua sedang makan bersama di meja makan  setelah selesai sholat maghrib bersama tadi.

“ Iya Ma, kayak biasa aja.” jawab Syila sambil makan ayam gorengnya.

“ Ma, bang Abi belum pulang?”

“ Iya, tadi dia bilang bakal pulang telat. Soalnya ada kerja kelompok dulu.” jawab Ani dengan tenang.

“ Kalau Papa?” tanya Syila tepat menatap mata mamanya itu, Ani sedikit gelagapan karena di tatap putrinya itu.

“ Ah... eum. Tadi kata Papa, dia ada urusan di kantor bentar lagi pulang kok dia.” jawab Ani dengan senyum, tapi Syila tahu itu bukan seyum yang tulus terlihat jelas itu adalah senyuman pahit ditambah lagi mata mamanya sedikit menyendu. Namun, Syila tak menanggapi banyak dan hanya mengangguk paham.

Syila heran, kenapa mamanya harus berbohong dan menutupi semuanya seorang diri. Ia dan abangnya bukan lagi anak kecil yang gampang untuk dibohongi. Kenapa mamanya harus menutupi kebejatan papanya dari Syila dan abangnya. Mereka tahu, kalau papa mereka sudah berkhianat dari mamanya, mama pun tahu akan hal itu. Lantas, kenapa Ia masih bertahan dengan lelaki bejat itu? Pertanyaan itu selalu terlintas dibenaknya, Ia ingin bertanya tapi Ia ingin mamanya sendiri yang menjelaskan kepada mereka tanpa harus mereka bertanya.

Setiap malam, papa dan mamanya selalu bertengkar. Syila mendengarnya begitu pula dengan abangnya, tapi keesokan hari mereka berdua berinteraksi seakan tidak terjadi apa-apa. Seakan mereka adalah pasangan suami istri yang bahagia, cih. Bahkan Ia muak dengan semua kebohongan ini, Ia sakit saat mendengar mamanya malam-malam menangis seorang diri. Syila ingin sekali menampar pria yang sudah menyakiti hati mamanya itu, tapi abangnya sealu menahan dia dan selalu berkata itu adalah urusan orang dewasa. Syila ingin menangis, tapi tak tahu pada siapa Ia akan bersandar untuk menumpahkan tangisannya.





****



“ Eh Syil, lo udah pr MTK?” tanya Gebi, teman sebangku Syila sekaligus teman dekatnya.

“ Et dah, baru juga sampe. Dah ditagih aja.” ucap Syila dan mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Gebi.

Gebi dan Syila berteman akrab sejak kecil, mereka berdua selalu bersama-sama bahkan saking seringnya mereka bersama. Mereka sering di panggil upin-ipin, padahal wajah mereka tidak ada mirip-miripnya. Tapi ada aja yang salah mengenali mereka, jika Syila sedang  jalan sendiri pasti ada yang bertanya “ Syila mana, Kok Gebi jalan sendiri?”. Lah? Segitu miripkah mereka, sampai-sampai tak ada yang mengenali wajah Syila dan Gebi. Untungnya pertanyaan itu sering terjadi di area komplek perumahan mereka bukan sekolahan. Kalau sekolahan mereka juga ditanya seperti itu, berarti benar mereka berdua kembar yang terpisahkan.

“ Hm, tuh di dalam tas.”

Gebi langsung mengambil buku didalam tas Syila yang berwarna peach itu.

“ Lo tu ya, masih pagi dah nyontek aja.” gerutu Syila, tapi yang dibalas Gebi dengan cengegesan dan mulai sibuk menyalin tugas. Syila mulai sibuk dengan dunianya sendiri sambil menatap lapangan basket dari jendela, kebetulan Ia duduk di pojok kanan yang dekat dengan jendela. Lapangan basket hari ini sangat ramai dengan orang yang sedang main bola basket, padahal sebentar lagi bel burbunyi.

Saat Syila sedang asik dengan dunianya sendiri, tiba-tiba Gebi berkata sesuatu yang membuat hati Syila sangat sesak dan tercekat. Bahkan untuk bernafas pun Ia sangat sulit, seakan oksigen di sekitarnya berkurang.



















“ Eh Syil, lo udah dengar belum. Katanya si Arga jadian sama Sana anak kelas sepuluh.”






















Hoho, ini kayaknya kependekan ya gengss....
Selamat membaca ya....

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang