Bab 1. Sepasang Mata Bertemu

39 5 7
                                    

Ketika Kamu jatuh cinta, kebahagiaan akan membuat Kamu sulit tertidur karena kenyataan lebih baik dibandingkan mimpi Kamu.

***

Kalian percaya cinta pandangan pertama? Mungkin beberapa dari kalian percaya. Namun, Hani berbeda, menurutnya ngga mungkin ada yang namanya cinta pandangan pertama, semuanya cuma omong kosong.

"Hah, First love?" Hani mendengus, "cih, bullshit!" lanjutnya sambil mengikat kencang tali sepatu conversenya.

"Awas, ntar jilat ludah sendiri mampus." peringatan keras dari Naya, teman sekaligus tetangga Hani.

"Berisik ah, lu!"

"Hani, baru hari pertama masuk sekolah harus semangat, jangan banyak ngedumel gitu." Nasihat Anita, satu-satunya keluarga yang Hani punya, yaitu ibunya.

Hani mengubah raut wajahnya yang kesal menjadi ceria penuh semangat. Sangat berubah 360°. "Gimana Bun, udah kan?" Anita tertawa kecil dengan kemampuan Hani yang bisa mengubah raut wajahnya sendiri.

Mereka berpamitan pada Anita untuk segera berangkat ke sekolah, karena hari ini hari pertama masuk, akan ada banyak acara penyambutan. Mulai dari pengenalan sistem mengajar, pengenalan ekstrakulikuler, dan pengenalan-pengenalan lainnya.

Hani paling benci yang namanya pengenalan, rasanya seperti kuno dan games yang dimainkan juga terlalu kekanakan. Please deh, kita anak remaja yakali mau jadi bocah terus. Deg! Ngga ada angin ngga ada hujan tiba-tiba Ketua OSIS dan Wakil OSIS muncul untuk mempromosikan OSIS. Elah ngapa ngga daritadi, sih? Kan biar semangat gitu. Batin Hani sambil berdecak kesal.

"Eh sumpah, Nay. Itu kenapa pada ganteng-ganteng gitu sih? Apalagi si Wakil OSIS, kaya oppa-oppa jepang." decak kagum Hani dengan mata berbinar-binar.

Dengan mengerutkan dahinya, Naya sedikit mengomeli Hani. "Oppa dari korea begoo!" Hani hanya nyengir kuda dan kembali menatap sang Wakil OSIS lebih tepatnya, Yafie Aksareta. "Nay, kayaknya gua jatuh cinta deh sama Mas Waketos," ucapnya tanpa menoleh sedikitpun pada Naya.

Naya memutar kedua bola matanya malas. "Hah? First love? Dih bullshit, tadi sape yang ngomong, ha?" Naya mulai geram dengan tingkah sahabatnya. "Ngga, gue tarik kata-kata gue yang tadi pagi!" tegas Hani penuh semangat.

Naya ngga menyangka Hani bakal dengan mudahnya tertarik dengan cowo itu, karena secara keseluruhan Mas Ketos lebih ganteng, ehe.

Sepanjang hari Hani cuma senyum-senyum ngga jelas, membuat Naya tambah kesal dengan perilaku anehnya itu. "Woy, Han! Lo tuh bentar lagi ada turnamen karate kan?" tanya Naya dengan nada yang sedikit ngegas. "Lo mending fokus buat turnamen, habis itu mau mikirin si Waketos itu terserah." Tegasnya.

"Astaga, gue lupa! Untung lo ingetin, Nay."

Naya mengacungkan jempolnya kepada Hani.

Waktu telah berlalu, kini sudah pukul 15.05 sore waktunya para siswa dan siswi pulang. "Akhirnya pulang juga," Naya yang daritadi bosan karena isinya cuma ceramah saja buru-buru merapikan tas nya dan bersiap pulang.

"Berdoa dulu ya, Dek, sebelum pulang." Ucap Kak Bagus, selaku Ketua OSIS ditemani Kak Yafie di sampingnya. Kalau menurut Hani, Kak Bagus tuh ganteng engga, manis iya. Kalau Kak Yafie sih dua-duanya, ahayy.

Dipimpin oleh Ketua OSIS dengan suara lembut, "Berdoa sesuai kepercayaan masing-masing, berdoa mulai." aula terasa sunyi, semua berdoa dengan tenang. Hani pun yang biasanya malas untuk berdoa langsung berdoa dengan khusyuk, Naya dibuat terheran-heran dengan perubahan sikap Hani. Buset, ni bocah ngapa jadi alim gini? Emang dah, kekuatan orang ganteng mah beda. Batin Naya dan tanpa sadar mengukir senyuman kecil.

"Berdoa selesai! Hati-hati ya, Dek."

Ucapan perpisahan yang dilontarkan Kak Bagus dibalas dengan anggukan yang serempak dari seluruh siswa siswi kelas satu. "Hani?" suara lembut wakil OSIS memanggil nama Hani, dan membuat gadis itu menoleh. Hani mengangkat tangannya dengan mantap kepada Yafie, "Dek, dasimu tadi ketinggalan, terus ada yang nemuin." Ucapnya sambil menggulung senyuman manis.

Hani maju, melangkahkan kakinya dengan mantap menghampiri Yafie. Bruk! Sampai di depan, Hani tersandung tali sepatunya yang belum terikat, Timingnya jelek banget sih, mana pakai jatuh segala!  Rasanya malu sekali, mau lenyap aja dari dunia. Sebuah tangan terulur untuk membantu Hani, tak lain ialah Yafie. "Dek, kamu ngga papa?"

"Eh, i-iya Kak!" Jawab Hani sedikit gugup sambil meraih uluran tangan Yafie. Hani mencoba menatap cowok dengan badan yang tinggi, ia menatap Hani sangat dalam. Waktu terasa berhenti, sepasang mata bertemu. "Cieeee!" terdengar sorakan yang kompak dari belakang sana. Hani membelalak dan wajahnya memerah, dirinya berpikir sekarang wajahnya seperti kepiting rebus. 

"Ini Dek, dasinya."

"M-makasih, Kak." Hani segera kembali dan menemui Naya yang daritadi sudah menunggu. "Gila lo, lukcy banget sih. Kapan ya gua sama Mas Ketos?"

"Idih, mimpi lo! yang ada Kak Bagus jijik sama lo," canda Hani yang dilanjutkan dengan tertawa keras. Naya kesal lalu memasang wajah datarnya, "Ngga lucu," dan dibalas dengan tawa dari mereka berdua. Mereka walau sering berantem, ujung-ujungnya bakal baikan kok, entah salaman, pelukan, ataupun tertawa, sampai dikatakan sinting pun mereka tidak peduli.

"Hani!" panggil seseorang dengan suara yang lembut. Hah? lagi?

Mr. TimikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang