Sudah tiga minggu aku tidak bisa melewati tahap pemilihan material. Material yang dipakai di dalam satelit raksasa tidak sama dengan yang dipakai di atas bumi. Kemungkinan besar aku bisa lolos ke jurusan yang kupilih adalah dengan mempelajari dasar pengunaan bahan terbaik dan efisien yang bisa digunakan di atas sana, misalnya mengunakan material berlian nanothread sebagai elevator penghubung antara satelit koloni yang satu dengan yang lain. Tidak banyak murid yang bisa tembus jurusan ini. Jadi kalau sampai gagal aku harus ambil jurusan yang lain.
Ekspresi Lucas terlihat sangat serius dan stres. Kalau bukan karena dia mau aku ikut dengannya jelas dia tidak akan mau membantu. Lucas banyak tahu mengenai banyak hal jadi mungkin dia bisa lumayan membantu. Dua otak lebih efektif daripada satu. Selain itu belajar bersama lebih tidak membosankan. Dia bicara sambil mencari referensi. "Kenapa sih kau pilih topik yang aneh. Tidak banyak yang mau ambil jurusan Arsitektur Bangunan Luar Angkasa."
"Selagi peradaban di luar angkasa baru saja dimulai, aku cuma mau sedikit ambil bagian di dalamnya. Dan mungkin suatu saat aku bisa jadi arsitek suatu kompleks properti yang dibangun di luar angkasa. Mungkin membangun Taman Bermain untuk kalian." Hanya bercanda. Tidak mungkin aku mau membangun tempat semacam itu.
"Yah, tidak buruk juga kalau mimpi sejauh langit," kata Lucas sambil terus membrowsing sana sini.
"Istilah itu sudah basi. Sekarang kehidupan lebih tinggi dari langit," kataku.
"Mimpi sejauh Bintang," kata Miya. "Memangnya kenapa kalau mimpi sejauh langit?" Entah dia bertanya pada siapa. Pandangannya tertuju dalam pada bentuk hologram rancangan bangunan setengah jadi yang aku buat.
"Tidak masalah," jawabku. "Tergantung persepsi masing-masing orang tentang berapa besar dan mungkin mimpi itu. Dua-duanya sama-sama tinggi dan tidak terjangkau dari ukuran manusia." "Tergantung bintang yang mana," kata Lucas. "Jarak bintang berbeda-beda. Membuat persepsinya jauh lebih luas lagi."
"Kalau langitnya ada di balik kau tempat berpijak sekarang juga jadi lebih jauh kan,"kataku sambil tertawa kecil.
"Kalau langit ke sembilan apa berarti di alam yang lain? Bisa jadi lebih jauh dari bintang," sahut Trevor. Sebenarnya aku tidak mengajaknya ke rumahku karena aku tahu dia tidak akan membantu sedikitpun. Dia tiba-tiba muncul hari ini. Tidak perlu waktu lama untuk membuktikan kebenaran itu. Awalnya dia berniat membantu dengan mencari referensi di internet. Tidak sampai lima menit setelah itu sampai sekarang dia sedang duduk di pojok kamar supaya tidak mengganggu kami sambil bermain sendiri dengan game dari ponselnya. Pandangannya tetap ke arah layar sambil sesekali ikut ngobrol.
"Aku tidak mengerti apa yang kalian bahas," kata Miya sambil mengernyitkan keningnya. Akhirnya dia hanya menghela nafas. "Sudahlah meskipun bukan itu yang aku maksud."
"Miya, apa tidak ada teman cewe yang mau kau ajak nanti?" tanya Lucas. Dia sudah berhenti melihat layar pencarian.
"Tidak ada," kata Miya. Lucas terlihat sedikit kecewa. "Teman baikmu mungkin?" Yah, dia masih berusaha.
"Dua teman baikmu mungkin?" tanya Trevor yang sekali melempar pandang ke arah Miya kemudian kembali fokus ke layar gamenya. "Triple date," lanjut Trevor.
"Aku tidak punya teman seperti itu," kata Miya. Wajahnya terlihat sedikit murung lalu kembali seperti biasa lagi. Aku memang tidak pernah melihat Miya benar-benar dekat dengan seseorang di kelas seperti Trevor, Lucas dan aku yang lebih banyak selalu bersama kemanapun. Mungkin karena itu kami bertiga belum dapat pacar karena terlalu fokus dengan game, artis idola dan hal-hal tidak penting lainnya selain cewe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantasy's Gate
AdventureKehidupan normal Lev di sekolah mulai terusik ketika Miya mengajak dia dan teman-temannya mempertahankan 'Gerbang Fantasi', Taman Bermain kuno yang sudah mulai ditinggalkan orang karena teknologi VR sudah berkembang pesat dan bahkan sudah menguasai...