Pada akhirnya Lucas dan Miya apalagi Trevor tidak membantuku sama sekali dan aku tetap harus pergi ke 'Gerbang Fantasi' bersama mereka. Miya tersenyum dengan ceria menunggu kami di depan gerbang penjualan karcis. Pakaiannya yang biasa dia pakai ke sekolah sangat jauh berbeda dari yang sekarang dia pakai. Rok super pendek tapi kalau diperhatikan ternyata itu celana. Rambutnya dikuncir kuda. Anting-anting lucu mengantung di telinganya.
Semua yang ada di taman bermain ini benar-benar kuno. Kami mengantri lalu membeli karcis berbentuk kertas berlatar belakang gambar maskot kelinci aneh dengan nomor urut di kanan atas. Lalu kami satu persatu masuk sambil menyerahkan karcis ke petugas yang merobek karcis lalu mengaitkan gelang kertas ke lengan kami.
Orang-orang berfoto dengan kelinci besar yang berlagak imut di depan air mancur besar di depan gerbang. Kebanyakan orang tua seumuran kakek nenekku. Miya terlihat senang dan berlari ke arah kelinci itu, memintaku memfotonya lalu dia berlari lagi entah ke mana.
"Itu bianglala?" tanya Trevor memandang sampai ke atas sambil menutupi matanya dari sengatan cahaya matahari.
"Katanya tempat itu sangat romantis buat sepasang kekasih sambil memandangi matahari yang sedang terbenam, " kata Lucas.
"Maksudmu sepasang kakek nenek," kata Trevor sambil menyeringai.
Di lihat di mana pun , kami mungkin orang termuda di tempat ini. Kalau generasi senior ini sudah lewat semua , tidak diragukan lagi tempat ini akan ditutup atau mungkin jadi museum.
Di sebelah kanan kami komidi putar berputar. Beberapa kakek nenek naik di atas kuda-kuda cantik warna-warni. Selain itu kebanyakan wahana yang menyeramkan tidak bergerak karena tidak ada orang yang mengantri. Baguslah. Melihatnya bergerak tanpa naik diatasnya saja sudah membuatku mual.
"Kakek nenekku dulu sering mengajakku ke sini. Orang tuaku sibuk jadi kebanyakan mereka yang menemani kami bermain, " kata Miya yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelahku sambil melihat ke arah komidi putar yang tengah berhenti. Si kakek mendekati nenek yang sepertinya sedikit kesulitan turun dari kudanya. Miya terus memperhatikan melihat mereka sambil tersenyum kecil. Entah hanya perasaanku saja tapi sepertinya ada secercah kesedihan juga yang tampak di matanya.
"Ehm, ehm.." Lucas berdeham membuatku dan Miya sedikit terkejut. Aku buru-buru mengalihkan pandanganku dari Miya. Kuharap Lucas tidak berpikiran macam-macam karena aku terus-terusan menatap Miya. Aku hanya agak penasaran dengan apa yang sedang dia pikirkan. Tidak lebih dari itu.
"Apa kita di sini hanya untuk melihat kakek nenek yang sedang bermesra-mesraan?" tanya Lucas yang sekarang ikut-ikutan memperhatikan si nenek yang sekarang terlihat senang dan sedikit malu-malu sambil bergandeng tangan dengan si kakek keluar dari wahana komidi putar.
"Romanis," celetuk Trevor. "Aku mau mendapat pasangan lalu menjalani hidup dan menjadi tua bersama seperti itu." Trevor tersenyum lebar dan terlihat berseri-seri. Dia sepertinya serius dan sekarang dia melihat Miya dengan tatapan malu-malu. Aku jadi merasa aneh dengan situasi seperti ini jadi lebih baik aku pergi dan mencari wahana yang bisa aku mainkan. Masuk ke tempat ini tidak gratis jadi tentu saja aku harus menikmati sesuatu yang menyenangkan di sini. Seharusnya ada wahana biasa yang bisa dimainkan orang yang takut ketinggian sepertiku.
Tiba-tiba Miya menarik tanganku dan menyeretku naik Bianglala.
"Tidak," kataku menolak. Si petugas di depan pintu tersenyum pada kami sambil memegang pintu kabin menunggu kami masuk.
"Ayolah. Kau payah sekali. Ini tidak menyeramkan sama sekali," kata Miya.
Bianglala tidak seseram roller coaster atau yang meluncur dengan kecepatan tinggi dan membuat jantung mau copot. Tapi tetap saja roda besar yang berdiri di depanku ini seolah sedang mengintimidasiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantasy's Gate
AdventureKehidupan normal Lev di sekolah mulai terusik ketika Miya mengajak dia dan teman-temannya mempertahankan 'Gerbang Fantasi', Taman Bermain kuno yang sudah mulai ditinggalkan orang karena teknologi VR sudah berkembang pesat dan bahkan sudah menguasai...