[2]. Valerie

67 3 0
                                    

Valerie, umur 18 tahun.
Di usia nya yang masih muda, ia masih ingin menikmati kesendiriannya.

Valerie sangat suka menyendiri. Entah kenapa, rasanya jauh lebih menyenangkan. Tapi sebagai putri raja, ia harus aktif bersosialisasi dengan rakyat, dan orang-orang dari kerajaan lain.

Hal yang sangat disukai Valerie adalah melukis.
Valerie selalu melukis di kamarnya, melihat pemandangan dari balkon kamarnya, dan melukis apa yang ia lihat.

Baginya, melukis benar-benar membuatnya lupa dengan berbagai masalah yang ada di hidupnya.

Kedua orangtua nya sangat perhatian padanya saat ia masih kecil, sekarang, mereka menjadi agak sibuk dengan tugas-tugas kerajaan.

Satu-satunya teman Valerie adalah seorang peri kecil yang selalu berkunjung ke kamarnya. Entah dari mana ia berasal, tetapi peri itu cantik sekali. Badan nya mungil, lemah lembut, dan sangat perhatian.
Peri itu bernama Mavis.

Valerie dan Mavis sangat akrab, semenjak Valerie masih kecil.

"Kau yakin tidak mau melukis kamar mu sendiri, Val?"
Tanya Mavis suatu hari.

"Tidak, aku ingin melukis dunia luar, dan berharap, aku bisa menjelajahi nya suatu saat nanti." Jawab Valerie, melukis pemandangan pagi hari saat matahari baru saja terbit dari balik pepohonan.

"Bagaimana kalau melukis ku? Belum pernah, kan?" Tanya Mavis lagi, terbang kesisi Valerie.

"Ya, aku akan melukismu, setelah kuselesaikan ini." Jawab Valerie semangat.

"I like that spirits! " Mavis tertawa.

"Valerie!!" Terdengar seseorang meneriakkan nama Valerie dari luar kamar.

"Cepat, cepat, sembunyi!" Bisik Valerie panik, menyuruh Mavis bersembunyi.

"Valerie! Sedang apa kamu di kamar seharian?!" Tanya ayahnya dengan nada tinggi.

"Me-melukis?" Jawab Valerie dengan nada ragu.

"Tidak baik kamu berdiam diri di kamar! Sesekali, kamu harus berjalan-jalan keluar istana!" Jawab ayahnya tegas.

"I-iya ayah," Valerie menunduk.
Ayahnya pun keluar.

Mavis keluar dari persembunyiannya, menatap Valerie yang menunduk sedih sekaligus ketakutan.

"Aku akan mengantarmu jalan-jalan," Mavis memegang pundak Valerie.

Valerie tersenyum tipis, memegang tangan kecil Mavis.

"Tapi, bagaimana kalau mereka melihat mu?" Tanya Valerie sedih.

"Tenang saja, aku bisa merubah diriku," jawab Mavis santai.

Tiba-tiba saja, Mavis berubah menjadi seekor burung yang sangat cantik.

"Wow! Mavis!" Valerie terpana.

"Benar kan? Sudahlah, aku akan baik-baik saja."

Valerie pun mengenakan jubah bertudung nya, lalu keluar kamar. Menuruni tangga, menuju halaman istana. Di sana, sudah ada Mavis.

"Kau mau menumpang?" Tawar Mavis.
Valerie menatap nya bingung.

Mavis berubah wujud lagi, menjadi seekor kuda, untuk ditumpangi Valerie.
Valerie tersenyum lebar, lalu menaiki Mavis.

Mereka berjalan mengelilingi desa.
Dengan jubah bertudung nya, Valerie tidak mudah dikenali oleh penduduk desa.

Mereka bisa melihat keadaan di desa. Rakyat terlihat sangat bahagia. Mereka saling melengkapi.

Tetapi, ada satu yang menarik perhatian Valerie.
Ada seorang ibu dan dua orang anaknya, duduk di depan pertokoan yang sudah tutup. Dengan baju lusuh dan wajah kotor nya.

Valerie turun dari Mavis, hendak menghampiri ibu dan dua anak itu.

"Kau mau kemana?" Bisik Mavis di telinga Valerie.

"Aku akan membeli roti dan susu sebentar, akan kuberikan pada ibu dan dua anak nya yang duduk disana," Valerie mengarahkan pandangannya pada apa yang ia maksud.

Mavis mengangguk, "bergegaslah."
Valerie mengerti.

Valerie segera masuk ke toko roti terdekat, lalu membeli susu di toko sebelahnya.

"Permisi, nyonya. Apakah nyonya dan anak-anak sudah makan?" Tanya Valerie perlahan, pada ibu itu.

"Belum, nona. Kami tidak mampu untuk membeli makanan," jawab ibu itu sedih, mengelus kepala kedua anaknya, yang sedang tidur di pangkuannya.
Valerie tersenyum sedih.

"Kalau begitu, ini ada sedikit makanan dan minuman. Silahkan, semoga ini cukup," Valerie menyerahkan roti dan susu yang sudah dibelinya.

"Benarkah? Apakah saya berhak menerima nya, nona?" Tanya ibu itu ragu-ragu.

"Ya, nyonya berhak," jawab Valerie.

"Terima kasih banyak, nona," ibu itu menangis haru.

Valerie mengangguk, tersenyum.

Ibu itu segera membangunkan kedua anaknya, untuk memakan roti dan meminum susu pemberian Valerie.

"Kalau begitu, saya permisi ya, nyonya..." Valerie berpamitan.
Ibu itu mengiyakan, tersenyum lebar.

Valerie cepat-cepat menghampiri Mavis.
"Jadi, bagaimana?" Bisik Mavis.

Valerie mengacungkan jempolnya.

"Kalau begitu, ayo segera pulang," ajak Mavis.

Mereka pun pulang ke istana sebelum matahari semakin panas.

Sesampainya di istana, ada sesuatu yang mengejutkan. Ada sebuah kereta kerajaan lain yang terparkir di halaman istana.

"Kerajaan darimana ini?" Tanya Valerie, memperhatikan kereta itu.

"Winston," jawab Mavis singkat.
"Raja Walton ada disini,"

Valerie turun dari Mavis, dan Mavis langsung kembali berubah menjadi seekor burung.

"Aku akan membantumu bersiap di kamar, kutunggu diatas," ujar Mavis, lalu terbang ke kamar Valerie.

Valerie bergegas masuk ke istana.
Namun, langkah nya terhenti ketika berpapasan dengan kedua orang tua nya, serta raja dan ratu dari kerajaan Winston.

"Hei, putriku... Dari mana saja kau?" Ayahnya menyambut.

"Pergi keluar," jawab Valerie datar. Valerie sudah cukup kesal dan tersinggung ditegur tadi pagi.

"Uhm... Perkenalkan, Valerie. Mereka adalah raja dan ratu dari Kerajaan Winston, Raja Walton dan Ratu Genevieve," jelas ibunya.

"Halo, Putri Valerie," sapa Raja Walton.

Valerie hanya mengangguk, tersenyum.

"Perkenalkan, ini putraku, Tristan," Ratu Genevieve memperkenalkan putranya.

"Valerie Frances," Tristan menunduk hormat.

"Tristan Gibson," Valerie menatap Tristan, lalu menunduk anggun.

"Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu. Selamat datang di Ulstead," kata Valerie. Tristan hanya menatapnya.

Valerie & TristanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang