[4]. Closer

25 2 2
                                    

Ternyata, kau tidak sedingin yang aku kira, Tristan

Valerie masih menatap Tristan, sedangkan Tristan berusaha mengalihkan pandangan Valerie.

"Apa yang kau lihat?" Tanya Tristan, mengerutkan alisnya.

"Oh, uhm... Ti-tidak, tidak ada." Valerie memutar tubuh nya dengan cepat.

Tristan tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala nya melihat Valerie yang sangat gugup.

Usai makan siang, Valerie langsung kembali ke kamarnya.

"Mavis?" Valerie masuk ke kamar nya, mencari-cari Mavis.

Hm, mungkin dia sedang keluar

Valerie duduk di tempat tidur kecil yang terletak di jendela tempat dia bersantai.

Valerie memegang mahkota nya yang berbalut emas dan hiasan daun-daun.

"Tidak seharusnya seorang putri merenung seperti itu kan?"

Valerie terkejut, melihat Tristan yang sudah berdiri di depan kamarnya.

"Sedang apa kau disini? Kenapa kau bisa sampai ke kamar ku?" Tanya Valerie.

"Yeah, aku hanya, berjalan-jalan, karena orangtua mu mengizinkan ku melihat-lihat seisi istana." Jawab Tristan.

Bisa-bisa nya ayah dan ibu mengizinkan pangeran macam dia berkeliling istana!

Valerie berdiri, merapikan gaunnya, mengenakan mahkotanya. Ia menghampiri Tristan.

"Sekarang, apa mau mu?" Valerie menatap Tristan, berusaha untuk tidak mengeluarkan ekspresi berlebihan.

Tristan membungkuk, mengulurkan tangan nya,
"Maukah tuan putri berjalan-jalan bersama ku?"

Jantung Valerie berdenyut, namun ia tetap berusaha menahan ekspresi terkejutnya.
"Haruskah?"

"Itu pun kalau tuan putri bersedia,"

Valerie menatap Tristan tajam.

"Okay, i will." Valerie menerima uluran tangan Tristan.

Tiba-tiba, Tristan mencium tangan Valerie.

Saat itu juga, Valerie sudah tidak tahan menahan ekspresi nya. Pada akhirnya, terlihat sekali bahwa ia sangat terkejut.

"Jangan tersipu seperti itu," Tristan tertawa.

Valerie hanya tersenyum malu.

Tristan dan Valerie berjalan bersama mengelilingi istana, sembari mengobrol.

"Sebenarnya, apa tujuan mu, pangeran? Tujuan mu kemari," Tanya Valerie.

Mereka sedang berjalan-jalan di taman istana.

"Tujuan ku?"

Valerie mengangguk.

"Sebenarnya ini bukan tujuan ku. Ini tujuan ayahku, aku juga tidak paham apa yang sebenarnya akan beliau lakukan bersama ayahmu."

Valerie hanya bisa diam.

"Val,"

"Hm?" Valerie menoleh Tristan.

"Uhm, aku tidak tahu kenapa aku ingin mengatakan ini," Tristan mengusap mulutnya.

Valerie kebingungan.

Tristan memegang bahu Valerie, menatap nya lekat-lekat.

Valerie terkesiap. Kulit putih Tristan, wajah yang mempesona, rambut keemasan, rahang tegap, mata hijau yang menatap Valerie dalam-dalam. Menakjubkan!

"Aku mencintai mu," kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Tristan.

Valerie refleks melotot kearah Tristan.

"Haha, kau sangat lucu!" Valerie melepaskan tangan Tristan dari bahu nya, lalu menjauh.

"Aku sungguh-sungguh, Val," bantah Tristan, berusaha mendekati Valerie.

"Semua akan terlihat sungguh-sungguh kalau kau melakukannya dengan cara yang benar, Tristan Gibson," kata Valerie.

"Cara yang benar? Seperti... Menikah dengan mu?"

Perasaan Valerie bercampur aduk.

"Kurasa, iya." Jawab Valerie, mengangkat dagunya, lalu berpaling.
Valerie berjalan lebih dulu meninggalkan Tristan.

Meninggalkan Tristan yang tertawa melihat tingkah Valerie.

Bukankah menikah terlalu awal bagiku? Umurku masih 18 tahun. Yang benar saja, Tristan!

Sebenarnya, Valerie ingin membicarakan masalah itu lebih lanjut, hanya saja ia sudah malas menemui Tristan.

Valerie terus berjalan, menuju kamar nya.

"Hei, Val! Darimana saja kau?" Tanya Mavis, sesampainya di kamar.

Valerie menghembuskan napas.

"Sepertinya sesuatu sedang mengganggu pikiran mu," Mavis terbang mendekat.

Valerie duduk di kursi cermin rias nya, "It's just... it's about Tristan,"

Mavis terbang di hadapan Valerie, siap mendengarkan cerita nya.

"Dia bilang, dia mencintaiku, sungguh-sungguh mencintaiku. Lalu aku bilang padanya kalau dia harus melakukan hal yang benar," tutur Valerie.

"Menikah," timpal Mavis.
Valerie mengangguk.

"Kau, suka padanya?" Tanya Mavis.

Valerie rasanya ingin sekali tersenyum.

"Kurasa," Valerie mengangkat kedua bahu nya.

"Kalau begitu, hanya ada satu cara yang harus kau lakukan,"

Valerie menatap Mavis.

"Ceritakan semuanya pada ayah dan ibu mu,"

"Bukankah menikah terlalu awal untukku? Aku masih 18 tahun," kata Valerie.

"Ceritakan saja dulu. Kalau saja mereka akan mempersatukan mu dengan Tristan ketika sudah lebih dewasa lagi, mungkin kau akan sangat senang,"

Pada akhirnya, Valerie menyetujuinya.
Tapi, ia tak akan ceritakan itu sekarang, atau besok.

Mavis menepukkan tangannya, "jadi, bagaimana kalau kita melukis saja?"

"Ide bagus!" Valerie mengambil kuas, cat, dan palet nya, lalu duduk di hadapan kanvas yang masih kosong.

*****

Hi readers! Tivanny is back! Dengan genre yg beda dr yg kemarin ya pastinya 😁

Aku lagi mencoba utk bikin cerita yang menurut aku lebih berdasarkan imajinasi, hehe..
Karena aku lg bnyk bgt ni, ide cerita kehidupan kerajaan:v

Segitu dulu dari aku, kalo mau comment boleh banget kok! Malah sangat dibutuhkan karena biar aku ngerti kelebihan dan kekurangan dari cerita ini.

Jangan lupa vote every chapter, yaa.. makasiii 🤗

Valerie & TristanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang