Chapter 04

7 5 3
                                    

Frantz berjalan menuju Willhelm. Langkah kaki semakin lama, semakin kuat dan berat. Willhelm sendiri mencoba untuk melawan rasa takutnya. Tapi tidak berhasil. Di belakangnya, Lydia tahu Willhelm bakalan tidak selamat. Dia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Memegang luka yangyang dia terima sambil mengangkat tangan satunya.

"Lepaskan ... Willhelm,"

"Tapi Kapten--"

"Tidak apa-apa. Yang penting kau dan lainnya--" tiba-tiba tubuhnya ambruk ke lantai, membuat Willhelm melepaskan mereka.

Prajurit yang baru saja dilepas, mengambil pistol laser. Tapi tangannya disentuh oleh Frantz, menggeleng cepat. Diikuti oleh prajurit lainnya, "Bawa mereka orang yang luka ke rumah sakit. Begitu juga dengan tidak sadarkan diri." Frantz berjalan pelan, menemui Lydia terbaring ke lantai.

Alice dan Suigin berada di belakang Raja Rogne Forte. Willhelm tidak menyadari keberadaan mereka. Mereka berdua kini memakai seragam militer. Baju zirah tipis terbuat dari nanonite. Di samping itu, mereka berdua dilengkapi senjata modern abad 21, berupa BR18. Senjata yang dibuat Singapura, diberi pelumas untuk mengurangi maintenance dari pasir, debu dan gunpowder. BR18 didesain untuk over the beach capability, sehingga senapan tersebut lebih tahan lama ketika musuh berada di pelautan. Semi automatic dengan jarak frekuensi menembak 700-900 RPM, dengan amunisi sejenis STANAG (Standarization Agreement) atau SAR-21.

"Alice dan Suigin ya?"

"Benar, Frantz-sama. Ada yang bisa kami bantu?" ucap Alice dan Suigin berlutut di hadapan Frantz.

"Alice, laporkan semua kerusakan yang timbul akibat kapal USS White Whale. Lalu siapkan rencana selanjutnya mengenai nasib mereka. Sisanya akan kubaca nanti usulanmu," perintah Frantz kepada Alice. Kemudian dia melanjutkan ke Suigin, "Suigin, bantu para prajurit untuk membawa kru ke rumah sakit. Perlakukan mereka dengan baik."

"Baik!" kompak Alice dan Suigin menjawab. Kemudian, pergi pergi tanpa banyak bertanya.

Willhelm memegang lengan kanan Lydia yang mengerang kesakitan. Dia menyarungkan pistol laser ke dalam saku pinggangnya. Darah masih menetes dari luka milik Lydia. Mata kanan merem, sedangkan kiri terbuka lebar. Bibirnya berdesis, mencoba menghirup dan menghembuskan napas cepat.

"Tenanglah, Kapten. Bantuan akan segera datang. Jadi—"

"Kapten!"

Annetta yang terbangun, menemui Willhelm dan Lydia. Rambut pirang masih berantakan, bajunya berlumuran debu dan kotor. belum sempat merapikan setelah dirinya tidak sadarkan diri.

"Kapten, apa anda baik-baik saja? Biar saya obati lukanya," ucap Annetta menunjukkan reaksi khawatir.

"Tenang saja. Aku baik-baik saja," ujar Lydia berusaha menahan rasa sakit. Kemudian dia menoleh ke Frantz, "Kalau kau ingin bertemu denganku, besok pagi. Akan kujelaskan semuanya."

Setelah itu, Lydia dibawa pergi oleh petugas medis. Dia bersama Willhelm dan Annetta. Terlihat keduanya memasang wajah serius. Tanpa suara satu pun dari mulut mereka. Tandu petugas medis abu-abu dibentangkan, membopong Kapten USS White Whale. Tidak hanya Lydia, kru kapal lainnya juga mengalami luka ringan sampai tidak sadarkan. Mereka semua dibawa tandu. Tentu saja petugas medis dengan cekatan ke mobil ambulans. Suara sirene beriringan satu baris. Total ambulans yang harus disiapkan Frantz ada enam unit. Sementara itu, Alice pun datang sambil berlutut di belakang Frantz. Angin berhembus, telah membelah dedaunan jadi beberapa bagian.

"Lapor, Frantz-sama. Kerusakan akibat kapal terbang hingga mencapai 10 gedung. Untungnya, tidak ada korban jiwa. Meski begitu ..." Alice menarik napas panjang, "Warga Rogne Forte mengajukan complain mengenai biaya ganti rugi."

USS White Whale's Journey [HIATUS]Where stories live. Discover now