Masih melanjutkan cerita yang kemarin.....
Pukul 13:30, jam sekolah telah usai. Itu artinya, para murid dipersilahkan untuk pulang ke rumahnya masing-masing, kecuali yang mempunyai kegiatan ekskul, begitulah seharusnya. Namun, sesuai dengan pemberitahuan yang disampaikan oleh para ketua kelas, termasuk Dini, para murid tidak diperkenankan dulu untuk pulang. Hal ini dikarenakan, SMA Kebanggaan Bangsa dalam 2 Minggu ke depan akan mengadakan sebuah event besar, yaitu pemilihan ketua OSIS baru.
Seperti halnya SMA pada umumnya, setiap setahun sekali, akan ada pemilihan ketua OSIS baru, dan kandidatnya adalah para aktivis dari kelas XI. Aktivis yang dimaksud adalah, mereka para murid yang aktif dalam kegiatan ekskul nya maupun yang ikut anggota OSIS. Dengan kata lain, 3 Musketeers kita tidak bisa ikut, karena mereka tidak mengikuti kegiatan apapun.
- || -
"Mana si Rezky?"
"Masih di kelas, mungkin. Dia kan ketua kelas." Jawab Kinki dengan santai.
"Oh...."
Tanpa bertanya apa-apa lagi, Gilang pun duduk di samping Kinki.
Saat ini, mereka tengah berada di taman belakang sekolah, dimana disitu terdapat sebuah tempat duduk yang terbuat dari tumpukan semen yang dibentuk menjadi persegi panjang, kemudian di atasnya ditempelkan beberapa buah keramik. Jika di kampung saya, itu disebut *buk.*
Satu buk itu kira-kira sepanjang 2 meter, dan ada empat buah buk di sana, yang kemudian diletakkan hingga menyerupai persegi. Kemudian bagian tengahnya, terdapat pohon beringin yang lumayan besar. Dengan kata lain, keempat buk tersebut mengelilingi pohon beringin. Jika sudah seperti itu, mungkin akan lebih mudah kita sebut saja bangku taman.
Sebenarnya, bangku taman yang terdapat di halaman belakang sekolah Kebanggaan Bangsa ada 5 buah. Pihak sekolah memang sengaja membuatnya, supaya para murid bisa bersantai di situ bersama teman-temannya, setelah menghabiskan waktu untuk belajar.
Dengan duduk dibawah pohon beringin, tentu saja itu akan membuat kesejukan tersendiri, walaupun cuaca sedang panas.
"Kita pulang aja, yuk!" Ajak Gilang.
"Si Rezky gimana?"
"Ya dia paling nggak ikut pulang. Dia kan ketua kelas."
Kinki terdiam sesaat mendengar jawaban Gilang. Kinki nampak bingung antara pulang dan tidak. Ya, dia sebenarnya ingin pulang, namun karena khawatir dapat hukuman, dia jadi ragu.
"Jika hukumannya nanti elu yang nanggung, gue sih nggak masalah." Ucap Kinki.
"Ya elah.... Cemen banget sih, lu? Paling juga hukumannya lari keliling lapangan 100 kali, atau bersihin WC."
"Nah, maka dari itu, kalau lu yang nanggung sih nggak masalah. Lagian, gue lagi males pulang."
Wajah Kinki pun berpaling ke arah langit, setelah mengatakan hal tersebut. Dengan tatapan mata yang kosong, ia seperti sedang melamunkan sesuatu.
Gilang yang duduk disampingnya, mencoba untuk menerka apa yang dipikirkan Kinki. Ia menduga jika Kinki tengah mengalami konflik keluarga atau semacamnya.
"Masalah keluarga?" Tanya Gilang penuh rasa penasaran.
"Bukan! Ini lebih berat dari itu."
"Oh... Gitu? Ya, gue nggak maksa untuk lu cerita. Namun gue hanya bisa minta untuk tidak terlalu larut dalam masalah, lu."
"Lu tahu? Sejak dari pagi hingga sekarang, gue belum lihat Dea. Itulah sebabnya gue nggak mau mengakhiri hari ini sesegera mungkin."
"Cih... Menjijikkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Komedi Romantis SMA
HumorKomedi romantis? Ya, ya, ya! Banyak orang yang menyukai itu. Tapi, apakah ini komedi romantis yang mereka suka? Entahlah.... Ini hanyalah cerita 3 anak SMA yang tengah mencari jati dirinya. Walau begitu, ini bukan tentang kisah remaja yang mengejar...