Lupakan nasi Padang, lupakan tumpukan arsip! Telepon di meja berdering. Sepuluh menit kemudian, aku harus mengemudikan mobil entah punya siapa, mengantarkan Briptu Ataria ke sebuah vila di Lembang.
Sesekali aku menoleh, menangkap ekspresi betenya. Juga kuapannya. Obat alergi yang diminumnya sudah bekerja. Bersin-bersin akibat debu dan tungau dari tumpukan kertas mulai mereda, tapi efek sampingnya, ia mengantuk berat. Karena itu, aku melarangnya mengemudi. Sayangnya, tidak ada petugas lain yang bisa mendampingi.
Briptu Ataria menerima tawaranku. Ini bukan tugas berbahaya, sekadar menemui seseorang yang hendak melaporkan sesuatu, tapi tidak mungkin datang sendiri ke kantor polisi karena suatu alasan. Dan orang itu meminta petugas yang datang minimal berpangkat iptu. "Bayangkan! Jelas AKPRI uring-uringan karena diatur-atur. Tapi ini bukan orang biasa. VVIP."
AKPRI singkatan dari Ajun Komisaris Polisi Riyadhi, adalah Kapolsek. Aku bisa membayangkan lelaki tinggi besar itu menerima telepon di rumahnya. Tapi tidak si VVIP. Entah siapa.
"Nanti kamu duduk manis saja di mobil. Bangungkan aku kalau sudah sampai," katanya. Menguap lagi secara beruntun. Menyandarkan kepala. Detik berikutnya, sudah tidur sungguhan.
Aku berfokus pada jalan di depan, sempit dan berkelak-kelok. Kebun teh di kanan-kiri. Bersyukur cahaya bulan menerangi dan koneksi GPS bisa diandalkan. Total perjalanan sampai di depan vila, empat puluh lima menit. Seorang wanita sudah menunggu di halaman. Mobil belum berhenti sepenuhnya, ia sudah memburu ke pintu sopir. Kubangunkan Briptu Ataria dulu. Tapi wanita itu mulai menggedor kaca dengan tenaga mengerikan.
Aku buru-buru membuka pintu. Langsung disuruhnya keluar.
"Cepat! Bangunkan rekanmu! Aku tidak punya banyak waktu di sini."
Suaranya membangunkan Briptu Ataria, yang dengan segera turun dari mobil. Kami berdua digiring masuk ke ruang tamu. Lupakan duduk manis di mobil. Dan tak ada waktu pula untuk tercengang-cengang dengan interior mewah dan eksklusif di dalam, padahal dari luar, bangunan vila tampak biasa saja.
Briptu Ataria memperkenalkan diri dan mengeluarkan buku catatan, mengabaikan omelan wanita itu tentang pangkatnya. "Runi, seharusnya kamu menunggu di luar. Tapi kukira, ada baiknya kamu, sebagai warga sipil, jadi saksi, bagaimana aku melakukan tugasku."
Aku mengangguk. Duduk bersandar di sofa, mulai menjadi pengamat yang baik.
"Bu Selly Marlia," Briptu Ataria beralih pada nyonya rumah, "Satreskrim kami hanya punya tiga Iptu, dan semuanya sedang tidak di tempat, karena ada tugas yang lebih penting, lebih mendesak. Pilihan Ibu, silakan bicara dengan saya, atau datang besok ke kantor pada jam kerja semestinya. Loket pengaduan buka sejak pukul 08.00 hingga 17.00."
Penekanan kata-kata yang berhasil membuat nyonya rumah terdiam. Atau mungkin wanita itu baru menyadari tongkrongan gagah Briptu Ataria. Terintimidasi juga oleh rambut cepak dan wajah kakunya. Kuduga umur Bu Selly di kisaran 35. Cantik dengan makeup halus berkelas, maskaranya saja yang sedikit luntur, mungkin akibat menangis.
"AKPRI menitipkan salam. Beliau mengirim saya ke sini karena menghargai kepedulian Ibu pada masyarakat yang tinggal di sekitar TPA. Beliau terkesan dengan kunjungan Ibu ke sana waktu itu, dan berharap tidak hanya sekali saja."
Bu Selly mengangguk, berdeham. "Sampaikan terima kasihku juga kepada AKPRI, yang sudah menyediakan pengawalan waktu itu. Aku minta maaf, kalau terkesan merendahkan pangkatmu. Tapi kejadian yang kualami ini sangat sensitif, melibatkan anggota dewan yang lain. Aku perlu penanganan rahasia." Tiba-tiba ia menoleh kepadaku. "Siapa dia? Bukan wartawan, kan?"
Kami menggeleng serempak. Kubiarkan Briptu Ataria menjelaskan sambil lalu bahwa aku adalah muridnya. Aku menyembunyikan senyum. Tidak ada kata yang lebih tepat dari itu. Aku belajar tangguh dan mandiri lebih banyak dari Briptu Ataria ketimbang dari guru-guru SMA-ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelana, Lelaki Seribu Cerita
Mistério / SuspenseSeruni Nismara, mahasiswi kaya tapi miskin yang harus bekerja keras demi studinya. Kembara "Ibay", anak kecil genius, yang suka mengarang cerita-cerita superhero dan mafia. Kael, si superhero imajiner, ataukah sungguhan ada? Kelana, penipu ulung ya...