bab 2: ketika malam, bulan menggantikan matahari

16 1 0
                                    

2 November 2019
Suhwa membenarkan posisi tidurnya, matanya terasa sangat berat karena semalam ia pulang terlalu larut setelah menghabiskan waktu bersama Jimin. Ia bahkan tidak menghiraukan alarmnya yang terus-menerus berdering.

Sialnya, Suhwa mengatur banyak alarm sebelumnya hingga membuat ponselnya itu tak kunjung berhenti berdering. Suara alarm seakan mengusir rasa kantuknya, kini Suhwa duduk di tepi ranjangnya sambil mencoba mematikan seluruh alarm yang sudah diatur tersebut. Ia melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Songhye. Seperti tidak berminat mengetahui hal apa yang membuat Songhye menelponnya berulang kali, Suhwa melempar ponselnya asal lalu kembali berbaring di kasurnya.

Hari ini adalah hari libur, namun Suhwa harus mengikuti beberapa les tambahan. Ini memang bukan tahun akhir sekolah bagi Suhwa, namun ia terpaksa mengikuti banyak les karena permintaan ibunya yang mungkin lebih terdengar seperti perintah baginya.

Ponselnya kembali berdering, kini Jimin lah yang melakukan panggilan. Dengan segera Suhwa menerima panggilan dari orang yang dicintainya itu.

"Halo Jimin, ada apa?"

"Bisakah nanti malam kita bertemu? Ada hal penting yang ingin ku ceritakan." Suara Jimin dari seberang terdengan sangat lembut dan manis, membuat hati Suhwa berdebar dan seketika ia melupakan perasaan Songhye yang notabene adalah sahabatnya.

"Tentu, datanglah ke cafe yang sering kita kunjungi bersama."

"Jangan, pacarku akan menangkap basah kita jika di sana. Bagaimana jika kita ke pusat perbelanjaan saja?"

"Aku tidak ingin, pergi saja dengan pacarmu." Mendengar Jimin masih memikirkan Songhye membuat Suhwa lupa bahwa ia hanyalah sebuah pelarian. Entah apa yang merasuki Suhwa hingga ia akhirnya memutuskan sambungan teleponnya setelah menolak ajakan Jimin. Yang pasti, ia merasa sangat cemburu.

Suhwa bangkit dan beranjak menuju kamar mandi. Ia harus berangkat menuju les Bahasa Jerman yang diikutinya bersama Songhye. Sebenarnya ia tidak berminat untuk belajar Bahasa Jerman, tapi Songhye terus memaksanya untuk ikut agar ia tidak sendirian disana. Songhye benar-benar egois, begitulah menurut pandangan Suhwa.

Kaca dekat wastafel di kamar mandi sepertinya menarik hati Suhwa untuk terus menatap pantulan dirinya. Di pagi hari wajah Suhwa kembali seperti sediakala. Jerawat ada dimana-mana, kulitnya yang masih kusam dan pori-pori yang terlihat sangat jelas. Akankah Jimin akan tetap menyayanginya jika mengetahui wajah Suhwa yang sebenarnya? Pertanyaan itu terus melekat di pikiran Suhwa setiap wajahnya yang kurang cantik itu kembali.

Kini giliran Songhye yang menelponnya. Ponselnya yang terus berdering membuat Suhwa mandi dengan kecepatan ekstra dan langsung menjawab telpon dari Songhye begitu keluar dari kamar mandi.

"Ya? Ada apa?" tanya Suhwa sedikit kesal dengan sahabatnya itu.

"Suhwa, tolong katakan pada guru pelatih kita, jika aku tidak bisa mengikuti les Bahasa Jerman hari ini karena sakit."

"Kau membolos lagi?" tanya Suhwa tidak percaya. Ini adalah kali ketiga Songhye melewatkan les dalam satu bulan terakhir. Artinya dalam satu bulan ia hanya hadir dalam satu kali, karena les hanya diadakan seminggu sekali.

"Kumohon," pinta Songhye yang dari suaranya ia mencoba untuk memelas.

"Aku yakin kau tidak sakit."

"Tolonglah, Jimin mengajakku bertemu pagi ini. Katanya ini sangat penting, bagaimana aku bisa menolak ajakannya," jelas Songhye.

"Kau sudah gila? Meninggalkan les yang katamu paling kau suka hanya demi laki-laki yang bahkan sudah tidak mencintaimu?"

Kali ini Suhwa sudah tidak dapat menahan emosinya. Rasa cemburunya meledak begitu saja ketika mendengar Jimin juga akan menemui Songhye dengan alasan ada hal penting yang ingin dikatakannya. Siapakah yang sebenarnya dicintai jimin. Laki-laki itu sungguh membingungkan.

La SceltaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang