Part 2
"Hal yang tidak aku percayai adalah sebuah kata kembali, jika ingin pergi makan pergilah, jangan membuat diriku sakit lalu menunggu terlalu lama dengan harapan sia-siamu".
Icha Aprilia Renata
~~~
"Satu.. Dua.. Tiga.. Empat.. Lima.. " Seorang anak laki-laki berwajah imut dengan hidung yang mancung, kini tengah menghitung angka 1-10 secara lantang dengan mata yang ditutup, "Enam.. Tujuh.. Delapan.. Sembilan.. Sepuluh!!". Anak laki-laki itu membuka matanya saat selesai menghitung, kemudian ia mulai memperhatikan sekeliling tempat dimana ia berada, berusaha menemukan seseorang.
"Cha!! Chaca! Kamu sembunyi dimana?!" Anak laki-laki itu terus berusaha mencari seseorang yang bernama Chaca. Sampai pada akhirnya ia berhenti disebuah pohon yang cukup besar, ia melihat sebuah kaki dibalik pohon. Perlahan-lahan ia berjalan mendekati pohon itu dan menghampiri sang pemilik kaki.
"Dor!!.. Nah..ketauan Chaca ada disini!" Anak laki-laki itu berseru ria kala menemukan seorang anak perempuan yang seumuran dengannya tengah bersembunyi dibalik pohon besar "Sekarang chaca lagi yang jaga, Agra yang sembunyi" Lanjut anak laki-laki itu.
"Ih.. Tapi Icha ga mau.. Aglaa.." Anak perempuan berumur 9 tahun itu menolak perintah dari temannya yang bernama Agra.
"Yah.. Chaca ga boleh gitu dong, Chaca harus sportif mainnya" Ucap Agra.
"Agla.." Panggil anak perempuan bernama Icha itu.
"Hm?"
"Heheh.. Chaca cape" Ucap Icha dengan cengiran diwajahnya.
Anak laki-laki yang memiliki nama Agra Zikran Ferdiansyah menatap teman sebayanya itu dengan wajah malas. Pasalnya, jika temannya itu sudah memanggil dirinya sendiri dengan sebutan Chaca lalu bukan Icha itu artinya Agra harus menuruti semua yang diinginkan oleh anak perempuan itu.
"Kenapa? Chaca pengen icecream?" Ujar Agra.
"Heheh... Agla tau aja" Tutur Icha.
"Kita ketempat ice cream biasa aja ya" Agra mengajak Icha.
Icha yang diajak pun dengan semangat langsung mengiyakan tawaran temannya itu. Setelah 5 menit berjalan menuju kedai kecil yang tidak jauh dari tempat mereka tadi akhirnya kedua anak kecil itu sampai disebuah kedai icecream.
"Chaca tunggu disini ya.. Agra pesenin ice creamnya dulu", ujar Agra yang di iyakan oleh Icha. "Icecream vanilla kan?" Lagi-lagi Icha mengiyakan perkataan Agra, Agra pun pergi untuk memesan icecream.
Icha menunggu Agra datang bersama icecream kesukaannya, Icha menunggu sepuluh menitan. Sampai sepuluh menit itu berubah menjadi duapuluh menit. Icha merasa ada yang aneh, kedai ini tidak terlalu ramai, tapi mengapa Agra lama sekali memesan icecream. Icha coba untuk menunggu sekali lagi, namun tetap sama, Agra tidak datang-datang. Lalu Icha berdiri untuk mengecek tempat pemesanan icecream, tidak ada siapa-siapa.
Untuk pertama kali Icha merasakan sebuah ketakutan yang amat dalam, ia pun berjalan menuju tempat pemesanan itu, berusaha untuk mengeceknya sekali lagi, tetap tidak ada sosok Agra disana, hanya ada pelayan yang berdiri dibalik meja pesanan yang cukup tinggi darinya, sampai akhirnya sang pelayan berbicara padanya, "Adek yang namanya Icha ya?" Icha yang bingung reflek hanya menganggukan dagunya.
"Ini icecream vanilla dan satu surat" Pelayanan itu tiba-tiba memberikan icecream kesukaannya dan sebuah surat yang lalu langsung diterima oleh Icha.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVAN
Teen FictionAgasa Devan Pratama, bukan laki-laki yang femous disekolah, bukan laki-laki bad boy yang disukai banyak cewek-cewek disekolah, bukan laki-laki playboy yang nembak seluruh populasi cewek disekolah, bukan juga cowok dingin yang suka ngomong singkat se...