Letta tahu semenjak Fano berada di tempat ini, kehidupannya pasti tidak akan tenang lagi. Lihat saja bagaimana pria itu mempermalukan dirinya dengan datang ke ruang wardrobe, membuat semua pasang mata menatap dirinya tanpa berkedip. Letta yakin saat ini pasti dirinya telah menjadi bahan gunjingan orang-orang satu kantor. Dia sudah mendorong pria itu menjauh tapi dengan tidak tahu malunya Fano tidak mengidahkannya, bahkan ketika Letta menghindar dan mengabaikannya, Fano 1000 kali mendekat kepadanya.
"Saya bisa jalan sendiri tidak perlu dirangkul." Letta mencoba menjauhkan lengan Fano yang menempel mesra di pinggangnya. "Kamu pikir saya cacat." Sambung Letta saat mereka berjalan menuju elevator, akan ke lantai di mana pemotretan dilakukan. Pria ini benar-benar sengaja ingin mempermalukan dirinya melihat bagaimana semua pasang mata karyawan yang mereka lewati telah menatap mereka secara terang-terangan. Apakah pria ini amnesia bagaimana perlakuannya dulu terhadap dirinya?
"Aku tahu." Dia tahu namun tangannya masih saja terus nempel, membuat Letta geram.
"Lalu kenapa kamu tidak menjauhkan tanganmu dari pinggang saya, kamu sengaja ingin dekat-dekat dengan saya?!" tekan Letta geram.
Fano terkekeh lalu mengangguk mantap. "Jika sudah tahu kenapa masih bertanya?!" ujarnya dengan alis terangkat, menggoda Letta. "Aku memang tidak ingin jauh-jauh dari kamu. Karena menahan rindu itu enggak enak!"
Letta mengepalkan tangannya. Fano benar-benar membuatnya darah tinggi.
"Saya curiga padamu, kamu ke sini bukan benar-benar untuk bekerja, kan? tapi kamu memang berniat mengganggu saya." Tuduhnya tepat sasaran. Menerbitkan senyuman di bibir Fano, senyum yang mendekati seringaian.
"Memang bukan," balasnya mantap, Letta menoleh, menatapnya tajam. "Kurasa menjagamu dari pria-pria sialan yang mencoba mendekatimu jauh lebih penting daripada bekerja." Ada nada geram penuh penekanan yang Letta dengar.
Letta mendengus. "Berengsek, kamu justru sama sialannya!' umpatnya, menyerang Fano dengan nada sarkasme.
"Teruslah mengumpat sayang karena umpatanmu tidak berarti apapun untukku." Bisik Fano membuat Letta ingin sekali membunuh pria di sampingnya.
Mereka sudah di depan elevator, bersama para krew yang juga kebetulan berpapasan dengan mereka dan ingin ke ruang pemotretan. Ketika Fano ingin menarik Letta untuk menggunakan lift khusus direksi Letta telah lebih dulu melepaskan rengkuhan Fano dan gadis itu melangkah cepat memasuki lift khusus karyawan bersama Shopi yang mengikutinya sejak tadi. Dan mau tidak mau pria yang selalu anti satu lift dengan karyawan itu pun ikut masuk ke dalam lift yang Letta masuki. Tatapan tajam Fano berikan pada para krew laki-laki yang dengan terang-terangan menatap wanitanya. Membuat mereka sadar diri, mengalihkan tatapannya dan mundur memberikan tempat untuk Fano di samping Letta. Wajah dingin dan datar Fano membuat seisi di dalam elevator yang diisi oleh karyawannya terasa hening. Mungkin mereka merasa canggung dengan pemilik perusahaan yang baru.
"Jangan pernah berpikir untuk bisa lepas dariku, Sayang." Bisiknya penuh penekanan saat ia sadar kalau Letta memang mencari kesempatan untuk jauh-jauh darinya. Seperti saat wanitanya memilih menggunakan elevator ini di banding masuk ke dalam lift khusus direksi yang hanya berdua dengan Fano saja.
"Karena semakin kamu menjauh maka disaat itulah aku akan semakin mendekat." Dan tangan dengan otot kekar di balik tuxedo itu kembali menempel nyaman di punggung Letta yang tertutupi mantel tebalnya. "Kamu tahu bagaimana aku sejak dulu. Aku tidak suka ditolak." Tambahnya dengan intonasi angkuh di dalamnya.
Emosi Letta seakan dijadikan lelucon bagi pria ini. Ucapan dan kalimat Fano terasa memuakan untuk didengar. Sialan, memangnya pria itu tidak sadar siapa dirinya saat ini? Dia sudah bukan lagi perempuan lemah yang takut akan ancaman Fano. Letta mengepalkan tangannya, rahangannya mengeras, kepalanya berasap. Ingin sekali ia berteriak pada pria jahanam ini namun alih-alih melakukan itu ia malah mencoba mengendalikan diri sampai pintu elevator berbunyi di lantai yang mereka tuju. Membiarkan para krew dan Shopi keluar lebih dulu, Letta mulai memberikan pelajaran pada Fano, menyikut perut Fano dengan sikunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Good Purpose (Sudah Terbit)
RomansaSekarang Fano tahu makna hidup yang sesungguhnya. Bahwa, apapun yang dimulai dengan cara yang baik pasti akan berakhir baik. Dan apapun yang dimulai dengan cara yang buruk akan berakhir pada keburukan pula. Intinya A GOOD PURPOSE, cinta membawanya p...