Karnival Malam

1.4K 133 23
                                    

* Heyy first aku mau ngasihtau kalau work ini sudah ku putuskan untuk ke ubah menjadi one shot collection. Due to kesibukan akademis maupun organisasi yang amat sangat mencekik ini, banyak ide yang pengen banget aku tuangin but I don't have time to make it chaptered. Huhuu sorry :')


===============


"Yohannie, kau tidak apa - apa?"

Suara kekasihnya memecah kegiatan melamun yang sudah ia lakukan sejak tadi. Kini keduanya sedang berada dalam wahana biang lala. Wahana favorit mereka jika pergi ke karnival malam, meski dingin selalu menusuk tajam.

"Ha? Aku tidak apa - apa kok. Memangnya aku terlihat tidak baik - baik saja?"

"Tidak, hanya saja kau jadi pendiam. Apa kau sedang bad mood?"

"Aku tidak bad mood kok. Tapi aku-" Yohan melirik ke arah lampu - lampu karnival yang gemerlap.

Enam tahun lalu, cahaya cantik itu mengalihkan pandangan Hangyul darinya. Seorang Kim Yohan yang berumur 16 tahun tentu bukanlah seseorang yang pintar dalam mengontrol perasaan. Hangyul yang terlihat lebih mempesona dari warna - warni lampu karnival pada malam itu membuat dirinya gila. Dengan segala keberanian, ia mencium pipi Hangyul dari arah samping. Yohan menganggap hal itu akan menjadi hal terbodoh yang pernah ia lakukan. Namun seakan dewi fortuna sedang berpihak padanya, Hangyul malah menciumnya kembali, tepat di bibir.

Sejak moment tak terduga itu, mereka menjadi sepasang kekasih. Sudah enam tahun lamanya mereka bersama. Tentu, Lelaki yang lebih muda darinya beberapa bulan itu telah menjadi bagian dari kesehariannya. Jika Yohan boleh memilih, ia tak ingin lepas begitu saja. Ia tak ingin pergi.

"-aku hanya tidak mau berpisah." Ucapnya jujur. Dalam benaknya, terbayang gambaran kehidupannya yang sepi di sebuah flat di Stanford. Tanpa Hangyul yang memeluknya saat ia lelah. Tanpa Hangyul yang menemaninya menonton film hingga jam 2 pagi. Tanpa Hangyul yang memberinya semangat saat tugasnya ia anggap terlalu sulit.

Tanpa Hangyul

Si lelaki bersweater biru muda bergerak menggeser tubuhnya, memperkecil jarak antara dirinya dan Yohan. "Siapa juga yang bilang kita mau berpisah?"

"Dua hari lagi, Lee Hangyul. Dua hari lagi."

"Tak masalah. Cuma raga kita saja yang tidak bisa bertemu kan. Lagi pula di dunia ini ada yang namanya media sosial."

"Aku akan tetap rindu."

"Kita akan saling berkabar setiap hari."

"Bagaimana dengan ramyun? Aku tidak suka ramyun buatan orang lain."

"Kenapa kau jadi manja sih? Ini yang katanya mau mengambil S2?" Hangyul mencubit pipinya pelan. "Aku akan mengirim resep ramyunku kalau begitu."

"Kau tidak mengerti."

"Kalau begitu buat aku mengerti. Bicarakan saja apa yang kau mau."

Hangyul tidak mengerti. Ini bukan sekedar masalah ramyun. Maupun hanya sekedar masalah cucian kotor yang selalu dikerjakan Hangyul saat ia lelah. Ini masalah Hangyul yang terlalu ramah pada orang lain. Hangyul yang selalu menatap orang dengan ketulusan di matanya, membuat banyak pihak jatuh hati, tanpa mengetahui bahwa Hangyul sudah memiliki seseorang dalam hatinya.

Ditambah, yang lebih muda telah menjadi udara baginya. Jika udaranya saja di sini dan ia di sana, bagaimana cara Yohan bernafas?

Kalau sudah begini, S2 Hukum Stanford yang sudah menjadi impiannya sejak lama menjadi ciut kedudukannya dalam skala prioritasnya. Namun Yohan juga sudah tahu, kalau dia sampai berani untuk melepas itu, Hangyul akan membencinya seumur hidup.

ENCHANT [Yohangyul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang