you deserve love (a new one)

520 57 32
                                    

Pipi Hangyul akhir - akhir ini makin menggembung. Maklum, kalau lagi banyak pikiran, dia suka mendistraksi diri dengan gofood sana gofood sini.

Dalam makanan, dia menemukan ketenangan, katanya.

Hari ini pikiran buruknya muncul berkali - kali lipat. Sudah skripsinya kunjung direvisi, ada pula kabar burung kalau mantan pacarnya, Wooseok, akan segera melangsungkan pernikahan, entah kapan.

Kalau sudah begini, Hangyul lebih memilih mencari suasana baru untuk memulihkan hatinya. Lebih baik makan di kafe dengan suasana menenangkan ketimbang makan di kosan, nanti makanannya malah dicomot sama Yohan, pikirnya.

Pemuda berambut legam itu menghenyakkan diri di bangku paling pojok sebuah kafe berinterior shabby chic, yang menghadap langsung pada jendela kaca besar, memberinya akses pada sinar matahari yang hangat.

Dia tidak memesan makan berat. Cuma sepotong kue red velvet, beberapa macaroon, dan secangkir lemon tea.

Memang sih, Hangyul selalu punya pembelaan bagi teman - temannya bahwa dia makan cuma sedikit, tapi makanan yang masuk ke perutnya pun selalu makanan manis. Jadi tidak heran kalau pipinya terlihat lebih besar dari sebelumnya.

Elaknya sih, cuma makanan manis yang bisa menghilangkan pahit dalam hidupnya. Meski nantinya Yohan akan menyeletuk "Kalo diabetes nanti baru tau rasa."

Ah, Hangyul masa bodo dengan hal itu. Baginya, kesenangan dia itu hal yang terpenting.

Hangyul lanjut menyantap kue favoritnya, suap demi suap, sampai tidak memperhatikan sekitarnya. Tidak memperhatikan bahwa ada seorang pria berjalan ke arahnya. Ia baru menengok waktu si pria menduduki kursi di depannya tanpa permisi, namun semua tindakan si pria nampaknya sangat mudah dimaafkan berhubung pria di hadapannya memang sulit untuk dibenci.

Lee Sejin. Lee Sejin yang indah tak ada dua dan yang bertingkah seperti matahari berjalan. Kini dia menyapa Hangyul dan tersenyum hangat. "Dek yaampun, kok bisa ya kita ketemu di sini. Apa kabar? Kamu sendirian?"

Tak bisa dipungkiri senyumnya sungguh menular. Hangyul jadi ikut - ikutan tersenyum, menjawab pertanyaan - pertanyaannya dengan ringan meski hatinya belum tentu ringan. "Eh, aku baik, Kak. Iya sendirian aja aku. Soalnya temen - temen lagi pada sibuk."

"Oalah gitu." Balas Sejin dengan hangat dan pengertian. Dalam basa - basinya pun tak terdengar kepalsuan seperti kebanyakan orang. "Dek, sebenernya aku mau nyamper kamu ke kosan loh, gataunya kita udah ketemu di sini. Kebetulan banget ya."

"Loh, emang mau ngapain kak?" Jawab Hangyul kaget. Terakhir Sejin datang ke kosannya sudah beberapa tahun lalu, waktu Hangyul masih menjadi mahasiswa semester satu.

"Aku udah line kamu kok mau mampir bentar. Tapi kamu nggak read." Sejin mencebikkan bibirnya. Tidak terkesan menyebalkan dan sok imut, tapi malah lucu, menggemaskan.

Hangyul membuka ponselnya, memang ada satu pesan dari Sejin yang tak terbaca olehnya. Dia memang jarang buka ponsel, apalagi saat menikmati makanannya.

Sejin menjeda ucapannya. Dengan agak ragu, ia membuka tasnya, mengeluarkan secarik kertas berwarna krem. Kertas itu dihiasi corak bunga mawar berwarna merah.

"Aku mau ngasih ini." Kertas cantik itu Sejin bawa ke tengah meja. Sinar matahari yang menembus memperjelas bunyi tulisan di tengahnya.

Wooseok & Sejin.

Hati Hangyul benar - benar mencelos.

Tidak menyangka, agendanya untuk menghindar malah jadi hal yang mendekatkannya pada sumber patah hatinya.

Hangyul cuma bisa senyum, menerima undangan dari Sejin dan pura - pura tulus saat mengucap "Semoga lancar."


ENCHANT [Yohangyul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang