Catatan Ke-Tiga

1K 98 44
                                    

Patah tumbuh hilang berganti, pemeran utama selalu berganti untuk mengisi kehidupan setiap manusia. Semua hal mengenai kehidupan memang menarik untuk dituliskan dan diabadikan. Kehidupan mempunyai paket lengkap beserta fasenya. Namun, tidak semua manusia menjalani semua fase tersebut. Ada manusia yang menghadapi fase dari balita sampai manusia lanjut usia. Mengalami masa anak-anak sampai menimang cucu bahkan cicit. Ada juga manusia yang hanya sampai pada fase dewasa, fase saat menikah dan mempunyai beberapa anak. Lebih jauh lagi, ada manusia yang hanya menjalani fase sebagai balita beberapa bulan lalu meninggalkan kehidupan. Artinya, kehidupan itu sendiri merupakan misteri. Di antara banyak fase kehidupan itu, ada yang harus mengalami perjalanan panjang. Salah satunya adalah saat kehidupan bersama orang terdekat atau keluarga dan menyatukan dua keluarga yang berbeda. Banyak orang menyemaikan istilah untuk fase itu adalah cinta. Sesuatu yang timbul dari hati, maka banyak sudut pandang dan pengalaman yang berbeda dari setiap manusia bahkan satu manusia mengalami banyak pengalaman tentang cinta.

Udin sampai saat ini tidak menyangka bias didampingi perempuan semenarik Unin. Keadaan yang sangat kontras jika dibandingkan dengannya. Unin sangat cantik, imut, baik, dan cerdas, selain itu ada banyak sekali kelebihan Unin yang tidak bias diungkapkan Udin secara langsung. Bagi Udin, memiliki Unin saat ini merupakan salah satu keberkahan dan hadiah terbesar yang diberikan oleh Tuhan.

"Pak," lamunan Udin buyar setelah mendengar panggilan itu.

"Eh Usman, ada apa ?"

"E...enggak pak. Cuma mau ngingetin, abis ini bapak ada rapat direksi di ruang rapat."

"Oh iya Man, makasih ya udah diingetin."

"Oh iya pak, tadi bu Unin telepon ke kantor. Katanya pak Udin jangan lupa makan tepat waktu. Bu Unin juga bilang, pak Udin jangan lupa aktifin HPnya. Dari tadi bu Unin nggak bisa hubungan bapak."

"Oh iya lupa charger tadi," kata Udin sambil menepuk jidatnya.

"Sini saya chargerin pak sekalian makan siang dulu," jawab Usman.

"Boleh," jawab Udin.

Keduanya mengeluarkan kotak makan yang dibawa. Usman dengan kotak nasi berwarna merah muda bergambar bunga, berbeda dengan Udin yang membawa bekal rantang dua tumpuk. Tumpukan pertama berisi nasi dan tumpukan kedua berisi lauk. Bekal itu tidak lepas dari prinsipnya Udin, kalau belum makan nasi berarti belum dianggap makan.

"Man, kamu makan apa nih ?" Udin mencoba mencairkan suasana.

"Wah kalau dibanding bekalnya bapak mah jauh banget."

"Yeee, nggak boleh menghina makanan lho. Istri kan yang buat ? Wah, pokoknya bekal buatan istri itu yang terbaik."

"Iya pak. Istri saya yang buat."

Usman pelan-pelan membuka kotak bekalnya. Udin dengan seksama memperhatikan Usman membuka bekal tersebut.

"Waaah, nasi goreng nih, enak banget pastinya," kata Udin setelah melihat bekal Usman yang berisi nasi goreng dengan aroma yang menggiurkan.

"Kata istri, kalau makan nasi gorengnya harus pake ini pak. Kalau nggak katanya nggak mau buatin bekal lagi," kata Usman saat mengeluarkan satu plastik bening kecil.

"Itu apa ?"

"Kuah soto pak."

"Haaah ? terus dicampur sama nasi goreng ?"

'Iya pak. Tiap dua hari sekali saya makan kayak gini pak," kata Usman dengan senyum janggal dan mata yang berkaca-kaca.

"Kamu yang sabar ya Man. Selagi istrimu nggak tahu, makan aja satu-satu jangan dicampur dulu," kata Udin sambil menepuk bahu Usman.

Catatan Ke-Dua Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang