Malam datang menerjang. Perlahan, awan sunyi dan udara dingin menyusuk pelan tapi mematikan. Jalanan mulai lengang. Keramaian perlahan menyusut menuju ketiadaan. Vania baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor cabang milik perusahaan Udin. Posisinya sebagai kepala cabang cukup membuat dia lelah setiap harinya. Berangkat dan pulang selalu memakai jasa ojek online. Dia terpaksa mengontrak salah satu rumah yang jaraknya kurang lebih 8 kilometer dari kantor. Jadi, menggunakan angkutan umum tidak terlalu merugikannya. Vania harus pandai mengatur pengeluarannya setiap hari. Dia harus bisa menabung setiap bulan. Dia tidak hanya menghidupi dirinya, tetapi seluruh keluarganya di kampung. Ijinnya kepada ayah dan ibu untuk merantai di kota, Vania mengalami beberapa pengalaman tidak menyenangkan. Pengalaman yang akhirnya membawa dia bisa hidup lebih tenang saat bekerja di perusahaan Udin.
***
Mundur beberapa tahun silam, tepatnya tahun 2013. Saat itu Vania sudah hampir menyelesaikan semester 4 perkuliahannya. Dia bisa masuk universitas tersebut terbilang tidak mulus. Beberapa lamaran beasiswanya tertolak. Sebenarnya bukan masalah bagi Vania saat itu karena kondisi ekonomi keluarga sudah lebih dari cukup untuk membiayai dia kuliah. Seperti roda yang berputar, keadaan itu cepat berbalik. Semua kejadian itu terjadi hampir bersamaan. Jika Vania ingin melupakannya, mungkin dia harus amnesia dulu. Pengalaman itu benar-benar mengerikan baginya. Ayah dan ibunya yang saat itu bekerja pada perusahaan yang sama terkena PHK. Padahal keduanya sudah bekerja puluhan tahun dan menjadi karyawan tetap di situ. Bukan tanpa alasan perusahaan melakukan itu. Keadaan perusahaan yang bergerak dalam produksi garmen itu mendekati pailit mengharuskan mereka untuk merumahkan karyawannya tanpa terkecuali. Pimpinan pun tidak tinggal diam. Mereka mencoba memperbaiki keadaan itu, namun tetap saja perusahaan itu gulung tikar. Sekarang bangunannya sudah dibeli oleh perusahaan ritel untuk dijadikan gudang penyimpanan.
Sebenarnya masih ada kakak Vania yang bisa membantu, tetapi karena PHK itu kakaknya hanya sanggup memenuhi kebutuhan kedua orangtua. Keadaan ini semakin di perparah oleh tuntutan di kampus. Memasuki semester 5 dan seterusnya, akan ada banyak agenda kemahasiswaan wajib yang harus dijalani seperti Magang dan KKN. Masih banyak lagi kegiatan yang membutuhkan biaya lebih. Semenjak itu, Vania yang tinggal di desa salah satu kabupaten terbesar di Jawa Tengah lebih sering pulang kampong. Bahkan bisa dibilang setiap akhir pekan dia pulang. Semua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dia ikuti terpaksa ditinggalkan. Teman-temannya di UKM juga tidak bisa melarang dia. Padahal Vania cukup cekatan dan bisa diandalkan kalau berorganisasi.
Vania yang sering pulang bukan tanpa alasan. Sampai di rumah, dia selalu membicarakan hal penting dengan ayah, ibu, dan kakaknya. Vania bersikeras untuk tidak meneruskan kuliahnya dengan alasan keadaan ekonomi. Tetapi kedua orangtua dan kakaknya tetap memaksa Vania untuk kuliah. Kakaknya selalu memberi saran untuk meminta permohonan penundaan pembayaran kuliah atau permintaan pindah golongan uang kuliah. Hal itu akan cukup meringankan beban.
"Kamu bisa ngajuin permohonan itu Nia," jawab sang kakak yang tetap pada pendiriannya agar adik kesayangannya mau melakukannya.
"Tapi mbak, Nia di sana juga ada biaya hidup yang bahkan bisa sampai dua kali lipat dari biaya kuliah Nia," jawab Vania dengan nama panggilan dia di rumah.
"Pokoknya kakak pengin kamu tetap kuliah. Sayang kalau harus putus di tengah jalan seperti ini. Apalagi kamu dapat kampus yang bagus. Kamu juga punya banyak prestasi selama ini. Masalah uang biar kakak dan bapak ibumu yang pikirkan."
"Hal itu tidak bisa membuat Nia tenang mbak."
"Bapak kan punya beberapa tanah, kalau dijual pasti bisa menghidupi kamu sampai lulus."
"Jangan nekat mbak. Itu tanah hasil jerih payah bapak. Nia nggak akan rela kalau bapak sampai menjualnya."
"Mbak tahu kamu itu anak baik. Baik banget untuk keluarga ini. Untuk saat ini, kamu berpikir saja untuk menyelesaikan kuliahmu," kakak Vania dengan suara yang mulai parau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Ke-Dua Si Udin
HumorInilah catatan kedua si Udin setelah lulus kuliah dan menjalani kehidupan setelahnya. bagaimana kelanjutkan kisahnya dengan Unin ? Apa saja masalah yang akan dihadapi Udin dan keempat sahabatnya ? Sekuel "Catatan Kuliah Si Udin"