05. Hi Five!

10 0 0
                                    

"Leo!"

"Kok nggak ke kamarku?"

"Nggak ah, malas. Lebih baik main sama anak-anak di taman daripada berkunjung ke kamar Leo. Jangan pesan bakso lagi, Leo, cukup."

"Iya, bawel. Kan alasan kamu jadi pacarku biar bisa ngelarang aku makan ini itu kan? Aku juga sudah makan makanan yang suster kasih kok tadi. Padahal kalau tadi kamu ke kamarku, mau aku tunjukkan lahapnya aku makan makanan Rumah Sakit,"

"Bagus deh kalo gitu,"

"Spot foto yang bagus dimana?"

"Beneran ada kamera polaroid?"

"Iya, Eltha ku sayang,"

"Plis nggak usah sayang-sayangan. Masih kecil tau!"

"Gimana kalau backgroundnya kantin? Tempat pertama kita kenalan,"

"Boleh!"

"3,
2,
1,
Cheese!!"

"Kita bikin 3 ya, biar bisa simpen masing-masing."

"Yang 1 lagi disimpen dimana?"

"Di bawah pohon apel,"

"Oke! Lagi ya...
3,
2,
1,
Cheese!!"

"Kok nggak berubah gayanya?"

"Kamu juga enggak,"

"Yaudah, yang sekarang muka jelek ya,"

"3,
2,
1,
Cheese!"

"Ih! Sama aja!"

Lagi, bikin kenangan lagi. Dan akan terkubur lagi. Apakah akan berakhir sama?

"Mau ditulis?"

"MAU!"

Semangat! —Leo

"1 kata?"

"Ya. Seperti namaku. Dan namamu."

"Baiklah."

Baiklah, —Eltha

Kami tertawa. Lalu Leo mengeluarkan sebuah kotak dari dalam sakunya, dan memasukkan cetakan polaroid yang sudah tertulis itu ke dalam kotak tersebut. Kamipun mengubur kotak itu di bagian belakang pohon apel, berlawanan arah dengan tempat cetakan polaroidku dan teman-teman lamaku.

***
Di depan UGD, berdiri Kak Nana, Aries, Juan, dan Eltha yang menunggu selesainya tindakan Papa Eltha dengan Leo.

"Lo sedih banget ya?" Juan memulai obrolan dengan Eltha sambil menunggu selesainya tindakan Papa Eltha di UGD.

Eltha hanya menjawabnya dengan anggukan.

"Mungkin bentar lagi lo juga bakal benci sama RS," Juan meluruskan kakinya. Tak lama, Eltha pergi dari hadapan Juan.

"Bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu?" Kak Nana menghampiri Juan dengan nada kesal. Lalu kembali lagi berdiri disamping Aries.

Juan hanya terdiam, lalu melangkah pergi menyusul Eltha.

"Sayang, maaf." Ucap kak Nana tertunduk pada Aries.

.

"Woi. Lo mau kemana? Nggak mau nungguin pacar lo?" Juan mengejar Eltha.

"Berisik, ya. Tolong nggak usah ikut campur kehidupan gue," Eltha terus berjalan.

"Gue? Ikut campur? Bukannya lo duluan? Ngaca mba!" Juan mendahului Eltha, bermaksud memberhentikan perjalanan Eltha.

Eltha berhenti, "Pak Karmin, biasa ya." "Siap non. Non, ini tisunya," "Makasih pak," lalu duduk.

"Pacar lo lagi sekarat dan lo bisa-bisanya mesen bakso?" Juan heran melihat tingkah Eltha.

"Diem lo! Gue lagi nggak bisa mikir jernih. Cuma ini yang bisa nenangin gue,"

"Lo gila ya?"

"Ini ya non, selamat makan,"

Juan memandangi Eltha yang menikmati bakso pesanannya.

"Tadi di sekolah pesen bakso, sekarang lagi? Ga overdosis?"

Eltha tetap melanjutkan makanannya.

"Oke, makasih udah ngacangin gue. Gue pergi aja." Juan melangkah pergi, namun tiba-tiba memberhentikan langkahnya dan berbalik, "Oiya, satu lagi. Maaf kalo lo tersinggung sama perkataan gue." Juan pun melanjutkan langkahnya.

Eltha tetap melanjutkan makanannya sambil melihat Juan yang bukan berjalan ke pintu keluar, melainkan ke taman.

"Lo ngapain? Nggak pulang?" Eltha menghampiri Juan yang berdiri di depan pohon apel.

"Ngeliat lo, gue jadi inget temen gue."

"Gue?"

"Iya. Dan alasan kenapa gue nggak suka rumah sakit."

"Terus?"

"Gue boleh cerita?" Eltha mengangguk.

"Dulu gue punya sahabat. Gue sama dia deket banget, saking deketnya kemana-mana tuh selalu bareng sampai kadang suka dicie-ciein. Sebenernya dulu gue gapunya temen cowo. Ya, bisa dibilang karena gue gabisa aja main outdoor sama mereka. Gue nggak suka rambut gue selalu panas banget dan makin merah kalo kena matahari. Dan yang gue bilang sahabat itu, yang selalu ada, nemenin gue. Bahkan dia ngasih topi buat gue pake kalo lagi diluar ruangan biar rambut gue nggak kepanasan dan nggak makin merah." Eltha memasang wajah heran saat mendengar cerita dari Juan.

"Acel? Sahabat lo itu Acel?" Eltha menebak.

"Kok lo tau? Jangan-jangan bener. Lo El?"

"Lo Jay?"

"Selama ini kalian kemana aja? Gue nungguin kalian. Kenapa lo jadi benci sama rumah sakit?"

"Mau lanjut dengerin ceritanya?" Eltha mengangguk.

"Ya, kayak yang lo tau. Hampir setiap hari gue sama Acel kesini, main bareng, sama lo dan Matt juga. Setiap hari itu juga, gue juga selalu pulang duluan, dan Acel selalu bilang mau ada urusan penting untuk menggapai cita-cita jadi dokter. Gue sebagai sahabatnya nggak pernah dikasih tau apa-apa soal kondisi dia yang sebenernya nggak baik-baik aja. Ternyata waktu itu gue ke RS ini bukan buat nemenin dia mau eksplorasi cita-citanya yang mau jadi dokter itu. Ternyata selama itu gue nemenin dia, nganterin dia, buat berobat. Acel sakit. Sampai sekarang gue nggak tau dia sakit apa, tapi tiba-tiba gue disuruh dateng ke rumahnya yang rame dengan semua orangnya pake baju hitam, dan gue cuma liat dia yang tidur tenang di dalem peti. Gue yang masih kecil waktu itu nggak tau apa-apa. Asli, gue bego banget, El. Gue kira dia cuma tidur sebentar, tapi ternyata tidur untuk selamanya. Sejak itu gue nggak mau lagi dateng ke rumah sakit."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CulinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang