Sudah tiga bulan berlalu sejak kematian Sauda Amaliah. Ibu dari Cindy Anasari atau yang lebih di kenal dengan Park Cindy saat berada di Korea. Anak yang menginjakkan kaki ke negeri ginseng untuk melanjutkan pendidikannya itu kini benar-benar sebatang kara.
Saat baru beberapa bulan berada di negeri ginseng, ia mendapatkan kabar tentang kepergian sang ayah. Dan kini setelah 3 tahun menempuh pendidikan berita duka kembali menghampirinya.
Di tengah penjelasan presdir Lee mengenai Cindy. Suasana makan malam itu tetap tenang. Sedari tadi hanya ia yang sibuk berbicara. Kini presdir Lee fokus menatap putranya yang masih mengamati selembar foto seorang gadis yang ada di meja makan itu. Ia yang tidak sabar menunggu jawaban putranya akhirnya berdeham ringan dan mulai berbicara.
"Jadi bagaimana?"
Lee Hangyul, putra tunggal penerus Wondo Grup mengangkat kepala secepat kilat dan langsung menatap ayahnya dengan wajah tak terima.
"Usiaku baru dua puluh dua tahun. Aku belum mau menikah!" tolaknya tegas. Raut wajahnya tampak begitu serius. "Aku bahkan belum lulus kuliah. Aku masih mau menikmati kebebasan. Bersenang-senang dan jatuh cinta seperti anak lain pada umumnya."
"Anak ini!" presidir Lee menaikkan suaranya.
Nyonya Lee yang sedari tadi menikmati makan malam itu berhenti. Lalu meletakkan sendok dan garpunya dengan anggun. Nyonya Lee memang tidak mengucapkan satu kata pun. Akan tetapi aura dingin serasa datang menyelimuti ruangan itu.
Presdir Lee yang merasakan adanya perubahan atmosfir kembali berdeham ringan. Mencoba mengatur volume dan nada suaranya. "Anak bodoh. Siapa juga yang menyuruhmu menikah!! Aku hanya menyuruhmu bertunangan."
Hangyul menaikkan sebelah alisnya. Bukannya tunangan dan menikah itu tidak ada bedanya?
"Coba kau kenalan dulu dengan Cindy. Dia anak yang baik. Dia juga cantik." Presdir Lee masih menatap Hangyul yang juga balas menatapnya dengan pandangan 'apapun yang ayah katakan aku tidak peduli'.
Meskipun menyadari tatapan tidak suka itu Presdir Lee tetap melanjutkan ucapannya. "Ayahnya adalah teman baik ayah. Ayahnya sudah berjasa pada perusahaan kita dan selalu menolong ayah saat melakukan bisnis di Indonesia." Presidir Lee terdiam sejenak. "Sekarang anak teman ayah itu hidup sebatang kara di negeri orang. Pasti saat ini dia sangat rapuh. Karena itu ayah ingin menjadikannya bagian dari keluarga kita," terang presdir Lee.
"Abeoji, cukup. Sudahku bilang tidak mau," jawab Hangyul yang kekeh pada pendiriannya. "Kenapa juga harus tunangan? Aku sangat tidak suka terikat sesuatu. Jadi jangan libatkan aku dengan masalah perusahaan. Apalagi masalah seperti ini! Benarkan ibu?" Hangyul menoleh kearah Nyonya Lee. Meminta dukungan dari ibunya untuk menolak perjodohan yang baginya tidak masuk akal.
Sebelum membuka mulutnya, Nyonya Lee mengelap dulu bibirnya dengan tisu. Ia tidak suka ada bekas makanan yang tersisa di bibirnya saat akan bicara. Nyonya Lee melihat wajah anak dan suaminya bergantian lalu, tertawa kecil. Raut wajah keduanya sama. Benar-benar ayah dan anak.
"Begini saja." Ucapan Nyonya Lee membuat Presdir dan Hangyul antusias. Mereka berdua saling melirik sekilas. Lihat saja, ibu pasti membelaku. Ibumu pasti setuju dengan ayah. Lalu, keduanya kembali menatap Nyonya Lee.
"Sebaiknya berkenalan saja dengan Cindy terlebih dulu. Perjodohan yang di paksa itu tidak baik. Selain itu kita juga harus mempertimbangkan pendapat Cindy."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER DAY
General FictionKalau jam pasir sudah berada di bawah maka waktunya sudah habis dan harus di balik agar waktu berjalan kembali. Begitulah kiranya kehidupan Park Cindy. Gadis berusia 21 tahun yang mengalami perubahan kehidupan yang drastis saat ia baru akan menggapa...